"Mana baju koko, sarung dan peci ku?" Tanya Izzam pada istrinya itu dengan wajah sedikit kesal. dia kira Shaffiya sudah paham jika harus menyiapkan pakaian untuknya.
"Di tempat kamu menaruhnya lah. Kan kamu sendiri yang menata semalam." Ujar Shaffiya dengan santainya.
Hal itupun membuat Izzam dibuat naik darah. Untung saja ini waktu subuh jadi dia harus bisa mengendalikan emosinya.
"Ya kamu ambilkan dong Shaf. Kamu kan istri aku sudah sepantasnya untuk menyiapkan pakaian untukku." Ujar Izzam mencoba memberikan pengertian kepada istrinya itu.
Dia berbicara dengan nada yang cukup pelan agar Shaffiya tak merasa digurui. Dia memaklumi karena mereka baru saja menikah dan pasti Shaffiya juga belum tahu tentang ini semua.
"Kamu kan bisa ambil sendiri, kenapa harus aku? Biasanya juga gimana sih elah." Ujar Shaffiya sewot.
Kesabaran Izzam sungguh diuji disini, tapi dia teringat bahwa iqamah akan segera tiba. Jadi dia pun tak meladeni Shaffiya. Dia menuju ke tempat ia menaruh bajunya dan mengambilnya sendiri dengan nada kesal.
"Aku berangkat. Assalamualaikum." Pamit Izzam dengan nada dinginnya.
Walaupun dia sedang kesal dia tetap berpamitan kepada istrinya itu. Dia lalu berangkat menuju masjid dan meninggalkan Shaffiya dengan rasa bingung yang menyelimutinya.
Perempuan itupun berdecak pelan karena menyadari bahwa suaminya itu sedang marah padanya. dia pun melaksanakan shalat subuh terlebih dahulu dan sejenak melupakan masalahnya. setelah selesai shalat subuh dia pun turun ke bawah untuk melihat apa yang dia bisa lakukan di dapur.
"Loh pengantin baru kenapa mukanya ditekuk gitu pagi-pagi?" Tanya Mbak Haura menggoda Shaffiya yang baru saja turun dari kamarnya.
Shaffiya pun menceritakan bahwa suaminya sedang kesal dengannya karena masalah pakaian tadi. Mbak Haura pun tertawa mendengarnya. Shaffiya sungguh tidak tahu dimana letak kelucuan dari ceritanya itu.
"Shaf, sini deh duduk bentar." Ajak mbak Haura sembari menarik lembut tangan Shaffiya untuk duduk di sofa. Dia meninggalkan masakannya sejenak untuk berbincang dengan Shaffiya.
"Sekarang mbak tanya ya Shaf, kamu ini statusnya udah jadi istri kan ya? Kamu bukan hanya hidup untuk dirimu sendiri kan?" Tanya Mbak Haura yang dijawab anggukan pelan oleh Shaffiya.
"Nah, kalau kamu sudah tahu itu kamu seharusnya juga tahu jika tugas dan tanggungjawabmu pun berbeda dari sebelumnya. Sekarang tugasmu itu bukan hanya merawat dirimu sendiri tapi juga suamimu. Kamu harus bisa melayani suamimu sebaik mungkin karena setiap tindakan yang kamu lakukan untuk suamimu itu ladang pahala untukmu." Ujar Mbak Haura menasihatinya.
"Tapi dia juga kan udah dewasa dan bisa melakukan itu sendiri. kenapa harus aku yang melakukannya?" Bantah Shaffiya masih tidak terima. Mbak Haura pun menghela napasnya pelan. Susah memang menasihati jomblo yang baru pensiun.
"Gini loh dek, melakukan tugas sebagai seorang istri itu ladang pahala bagi kita. Ketika kita nih membuatkan sarapan untuk suami kita saja kamu akan mendapatkan pahala. Apalagi kamu melakukan banyak hal untuk suamimu. Lelaki menikah itu memang tujuannya agar dia juga ada yang mengurus. Jadi jangan jadikan itu beban untukmu. Nikmati aja dek, lama-lama kamu juga akan terbiasa." Ujar Mbak Haura lagi pada adikknya itu. sepertinya Shaffiya masih belum terima tapi dia mengangguk pelan.
"Shaf, mbak yakin kamu bisa kok. Dimulai dari hal-hal kecil saja, menyiapkan pakaian kerjanya, menyiapkan kopi atau teh untuknya, Mengambilkan sarapan. Hilangkan rasa gengsimu itu karena menikah itu keputusan kamu sendiri kan? Jadi kamu harus bertanggungjawab dengan keputusanmu itu. menikah itu bukan hanya sekedar mengubah status single menjadi taken, tapi juga merubah tugas dan tanggungjawab kamu sebagai seorang istri. Kamu paham kan Dek?" Tanya mbak Haura meyakinkan adiknya. Shaffiya mengangguk mengerti mendengar penjelasan dari kakaknya itu.
"Nah tuh suamimu pulang. Sambut dia dan tanyakan apa dia ingin kopi. Yang paling penting kamu minta maaf duluan." Ujar Haura ketika mendengar suara salam dari luar. Shaffiya nampak ragu tapi Mbak Haura menarik Shaffiya agar bangun dari duduknya.
Shaffiya pun berjalan perlahan menghampiri Izzam yang sudah berada di kamar. lelaki itu sedang melepaskan kokonya dan menaruhnya di gantungan baju. Perempuan itu terlihat ragu tapi dia harus melakukan apa yang mbak Haura perintahkan padanya.
"Ada apa? kamu sedari tadi menatapku disana seperti sedang mengincarku untuk melakukan sesuatu padaku." Ujar Izzam dengan nada datarnya. Hal itupun membuat Shaffiya menjadi gugup untuk mengatakan yang sebenarnya.
"Emm...aku ingin meminta maaf masalah tadi. seharusnya aku tidak seperti itu. ini hal baru untukku jadi aku belum memahaminya. Tolong bersabarlah padaku, aku akan belajar sedikit demi sedikit agar bisa menjadi istri yang baik untukmu. Apakah kamu masih marah padaku mas?" Tanya Shaffiya perlahan pada kalimat terkahir. Dia nampak takut-takut dalam menyampaikan perminta maafannya itu.
Izzam perlahan berjalan mendekat kearah Shaffiya. Perempuan itu sudah takut jika Izzam melakukan hal yang tidak diingankan padanya. Wajahnya nampak datar dan Shaffiya pun tidak tahu apa yang sedang dipikirkan oleh lelaki itu. Ketika sudah sampai di hadapan Shaffiya, Izzam nampak mengangkat tangannya. Shaffiya pun spontan memejamkan matanya karena mengira bahwa Izzam akan melayangkan tangannya itu ke wajahnya. Tapi nyatanya, Tangan itu sekarang sudah berada di puncak kepala Shaffiya.
Perempuan itupun membuka matanya perlahan dan melihat senyum manis milik Izzam. Lelaki itu nampak menatap Shaffiya dalam dan penuh arti. Shaffiya merasa lega karena suaminya sudah tak kesal lagi dengannya.
"Aku maafkan kamu. Maaf ya, seharusnya aku menasihatimu perlahan bukannya mendiamkanmu dan kesal seperti ini. Tolong bersabar juga ya denganku karena emosiku sering tidak tertahan. Aku harap kita bisa sama-sama belajar membangun rumah tangga ini dengan baik." Ujar Izzam dengan nada yang lebih lembut dari biasanya.
Shaffiya seketika tersihir dengan kata-kata yang diucapkan oleh Izzam. Dia menganggukkan kepalanya pelan mendengar ucapan dari suaminya itu. Lelaki itu benar-benar bukan seperti Izzam yang dia kenal.
"Kamu mau kopi atau teh?" Tanya Shaffiya pada suaminya. Dia melakukan semua seperti apa yang diperintahkah oleh Mbak Haura.
"Kopi saja. Aku mau mandi dulu." Ujar Izzam yang dijawab anggukan paham oleh Shaffiya. Perempuan itu pun segera turun dan membuatkan kopi untuk suaminya.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
SHAFFIYA ( END ✅️ )
RomanceMasa lalu yang kelam memang terkadang sulit untuk dilupakan dan akan terus terkenang sampai kapanpun. Shaffiya, seorang perempuan dengan masa lalu buruknya berusaha untuk melupakan dan merubah hidupnya sebaik mungkin. Ketakutan dalam dirinya tentang...