The last Goodbye

107 38 121
                                    

"Aldwin, Mas Syafiq. Kalian kenapa berantem?" Tanya Shaffiya kepada kedua lelaki itu. Wajah mereka sudah tak terkontrol karena amarah.

"Lihat mobilku baret karena dia menabraknya. Tapi dia berdalih aku yang bersalah." Jelas Aldwin sembari menunjuk mobil yang tergores itu.

"Dia mundur tanpa aba Shaf, aku juga tidak tahu kalau dia hendak memundurkan mobilnya. Itu sebuah ketidaksengajaan tapi dia menuntut maaf dariku." Jelas Syafiq ikut tak terima.

"Aldwin, bukankah goresannya tak separah itu. kamu bahkan bisa membeli mobil lagi dengan uangmu, tapi kenapa harus mempermasalahkan hal sepele seperti ini?" Tanya Shaffiya pada lelaki yang memang suka membuat onar itu.

"I Don't even care with that Shaf. The problem is he don't have a manner. Jika dia meminta maaf padaku pasti masalah kelar. Tapi dia lebih memilih untuk berdebat denganku." Ujar Aldwin merasa tak terima.

"Baiklah. Bisakah kalian mengalah dan saling minta maaf. Kalian sudah bukan anak kecil lagi yang harus memperdebatkan masalah sepele seperti ini. Cepatlah minta maaf." Ujar Shaffiya mencoba menengahinya. Tapi keduanya tampak gengsi dan saling buang muka.

"Minta Maaf sekarang!" Ujar Shaffiya dengan nada agak meninggi. Hal itupun membuat Syafiq takut jika Shaffiya benar-benar marah padanya.

"Aku minta maaf." Ujar Syafiq mendahului meminta maaf pada Aldwin.

"Win." Peringat Shaffiya ketika melihat Aldwin tak mau menerima jabat tangan dari lelaki disamping Shaffiya itu. Melihat tatapan tajam Shaffiya, akhirnya Aldwin pun mau memaafkannya.

"Lo ngapain ngikutin kita?" Tanya Aldwin pada Syafiq yang mengintili mereka di belakang.

"Gue mau jenguk ibunya Shaffiya. Emang lo siape?" Tanya Syafiq tak mau kalah.

"Heh, gue kakak iparnya dia. Berani-beraninya lo ngomong gak sopan gitu." Ujar Aldwin dengan jumawanya. Seketika Syafiq pun menunduk karena takut dengan Aldwin yang berwajah garang itu.

"Aldwin, Lo tuh ya, gak bisa apa kalo gak bikin ribut." Omel Shaffiya pada lelaki disampingnya itu. memang dia pembuat rusuh. Aldwin hendak membalas tapi dia sudah tidak mood lagi. lelaki itu memutuskan untuk berjalan dahulu ke ruangan tempat bu Sarah dirawat.

"Maaf ya Mas, dia emang orangnya gitu." Ujar Shaffiya merasa tak enak. Syafiq pun mengangguk mengerti lalu berajalan di samping Shaffiya.

"Sebenarnya ibu sudah baik-baik saja kok. Mas gak perlu repot-repot kesini." Ujar Shaffiya merasa tak enak jika harus terus menerus merepotkan lelaki itu. Padahal Syafiq juga memiliki kesibuakan sendiri tapi dia masih harus meluangkan waktu juga untuknya.

"Tidak papa, kamu tuh gak usah sungkan gitu deh." Ujar Syafiq dengan santainya. Shaffiya pun hanya tersenyum simpul mendengarnya.

"Mas, boleh aku ngobrol bentar sama kamu?" Tanya Shaffiya ketika dia hendak mengantarkan Syafiq keluar dari rumah sakit. Lelaki itupun mengangguk pelan.

Sebenarnya Shaffiya merasa tidak yakin ingin menanyakan ini pada Syafiq tapi dirinya harus melakukannya. Dia tak bisa harus berdiam diri terus menunggu. Lagipula mereka sudah sama-sama dewasa dan wajar jika Shaffiya ingin membahas kejelasan hubungan mereka.

"Maaf sebelumnya ya Mas. tapi aku pikir kita sudah sama-sama dewasa untuk mengobrolkan hal ini. Aku tahu mas mendekatiku bukan tanpa tujuan tertentu. Kalau hanya untuk menjadi teman pasti Mas tidak akan melakukan hal sejauh ini. Umurku sudah tak muda lagi dan sudah waktunya untuk menikah, jadi aku ingin meminta kejelasan kepada Mas Syafiq bagaimana kelanjutan hubungan ini. Apakah Mas Syafiq berniat untuk menikahiku atau hanya sekedar berjalan seperti ini saja?" Tanya Shaffiya dengan segenap keberaniannya.

Dia mencoba menahan rasa malunya karena harus menanyakan hal ini terlebih dahulu. Syafiq tampak menghela napasnya pelan.

"Tentu saja aku memiliki niat untuk itu Shaf. Sejak pertama kita bertemu aku sudah terpikat denganmu. Tak bisa kupungkiri aku sudah jatuh cinta padamu pada saat itu. semakin lama aku mengenalmu aku semakin kagum denganmu. tapi untuk rencana menikah aku butuh waktu satu hingga dua tahun lagi hingga aku bisa membangun rumah yang layak dan juga keuangan yang stabil. Aku tidak ingin ketika menikah nanti kamu hidup sengsara bersamaku." Jelas Syafiq membuat Shaffiya mendengus pelan. Dia tak bisa menunggu selama itu. paling tidak bulan depan dia sudah bisa menikah.

"Dua tahun? It's too long. Jujur jika masalah rumah dan keuangan aku bisa membantumu setelah menikah nanti. Aku tak menuntut banyak dengan hal itu. Aku juga bekerja dan berpenghasilan jadi kamu tidak usah khawatir jika kebutuhan kita tidak terpenuhi." Ujar Shaffiya lagi membuat Syafiq langsung berubah mimik wajahnya. Dia tampak tidak suka dengan hal yang diucapkan Shaffiya tadi.

"Ini bukan masalah kamu berpenghasilan atau tidak Shaf, Aku sebagai seorang lelaki bertanggungjawab untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga sedangkan penghasilanmu nanti itu untuk dirimu sendiri. Aku tahu kok kalau kamu itu berpenghasilan besar bahkan mungkin lebih dari gajiku. Tapi bukan seperti itu caranya Shaf,kamu sama saja meremehkan kemampuanku sebagai seorang lelaki untuk memenuhi nafkah untuk keluargaku nanti." Ujar Syafiq kesal, hal itupun membuat Shaffiya panik.

Shaffiya sadar bahwa dia salah dalam menyampaikan hal itu. kata-kata yang ia lontarkan bukannya memecahkan masalahnya tetapi malah membuatnya semakin runyam.

"Mas, maaf tapi aku tak bermaksud begitu. Aku tidak bermaksud untuk meremehkanmu." Ujar Shaffiya berusaha menenangkan Syafiq. Lelaki itupun menghela napasnya panjang untuk meredam amarahnya.

"Aku sudah memutuskan ini sejak lama Shaf. Aku sudah membuat rencana dalam hidupku sebaik mungkin jadi tolong kamu hargai itu." Ucap Syafiq pada akhirnya.

"Baiklah mas kalau seperti itu. aku hargai keputusanmu tapi Maaf jika mungkin kita tak bisa seperti biasanya. Mungkin kita tak bisa melangkah bersama seperti biasanya, mungkin nanti kita tak bisa lagi berbincang dan saling berbagi tawa lagi. Terimakasih sudah pernah hadir di hidupku dan banyak sekali membantuku. Semoga kamu bisa mendapatkan seseorang yang lebih baik dariku." Ujar Shaffiya sembari menyunggingkan senyumnya kepada Syafiq. Lelaki itu tampak tertegun untuk beberapa saat dan mencoba mencerna perkataan Shaffiya.

"Maksud kamu apa sih Shaf? Kenapa kita gak bisa bersama lagi? Kamu mau kemana?" Tanya Syafiq panik. dia memang belum menikahi Shaffiya sekarang tapi dia juga tak bisa kehilangan perempuan itu.

"Mungkin aku tak bisa mengatakan sekarang Mas. Kamu akan segera mengetahuinya cepat atau lambat. I should go now. Thanks and see u when i see u." Ujar Shaffiya tetap dengan senyum yang terukir di wajahnya.

Tak ada rasa sakit atau apapun yang dirasakan oleh Shaffiya. Dia merasa tenang karena sudah mengutarakan semuanya. Jikalau dia menikah nanti dia tak akan merasa bersalah karena meninggalkan Syafiq nanti.

Perlahan Shaffiya menjauh dari Syafiq sedangkan lelaki itu masih berusaha untuk memanggil Shaffiya dan meminta kejelasan lagi dari perempuan itu. tapi sayang Shaffiya sudah semakin menjauh dan menghilang dari pandangannya.

***

SHAFFIYA ( END ✅️ )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang