Usaha mendapatkan Maaf

72 19 0
                                    

"Assalamualaikum." Salam seseorang yang baru saja masuk bersama dengan Hanan. 

Shaffiya yang sedang asyik bermain dengan keponakan-keponakannya  pun langsung terdiam ketika melihat siapa yang datang. Mood yang tadinya sudah terjaga dengan baik kini hancur sudah.

"Waalaikumsalam. Nak Izzam kan?" Tanya Bu Sarah dengan ramahnya. Beliau menyambut Izzam dengan hangat lalu menyuruh lelaki itu untuk duduk.

"Iya Bu, ini saya ada sedikit oleh-oleh untuk Ibu dan cucu-cucunya." Ujar Izzam lalu menyerahkan beberapa paperbag kepada Bu Sarah. Shaffiya masih setia berdiam diri dan tak tahu lagi harus berakta apa.

"Yey, terimakasih Om." Ujar anak-anak itu serentak dengan raut wajah gembiranya.

"Shaf sana cuci tanganmu dulu." Ujar Bu Sarah memperingatkan putrinya itu, Shaffiya pun mengangguk lalu berlalu dari sana.

Dia berpapasan dengan Aldwin namun tak mengatakan sepatah katapun. Aldwin yang hendak memaki Shaffiya pun ia urungkan karena melihat raut wajah Shaffiya yang masam. Bahkan lebih masam daripada ketika dia yang mengganggu Shaffiya.

"Dia kenapa Yang?" Tanya Aldwin pada istrinya itu. tapi Maisha mengendikkan bahunya pelan. Dia pun tidak tahu apa yang terjadi selama mereka pergi ke kamar mandi tadi.

Barulah setelah mereka keluar ternyata sudah ada tamu disana dan hal itupun membuat Maisha dan Aldwin mengerti kenapa raut wajah Shaffiya berubah seperti itu. Aldwin pun langsung menyalami lelaki itu dan mengobrol dengannya.

"Maisha, panggilkan Shaffiya nak. Pak Izzam ingin berbicara dengannya." perintah Bu Sarah pada putrinya itu. Maisha pun mengangguk patuh lalu beranjak untuk mencari Shaffiya.

Dia mencari ke kamar mandi tapi Shaffiya sudah tidak ada disana, jadi dia pun mencarinya ke kamar Shaffiya. Benar saja perempuan itu ada disana.

"Ibu memanggilmu. Katanya Izzam ingin berbicara denganmu." Jelas Maisha perlahan. 

Dia tidak tahu apa yang sedang dihadapi oleh Shaffiya saat ini, namun dia tak akan memaksa Kembarannya itu untuk bercerita. Dia akan bercerita sendiri kalau sudah tak kuat menghadapi masalah itu sendirian.

"Mau apa sih dia sebenarnya? Aku tidak mau menemuinya Mai. Aku sungguh muak melihatnya." Ujar Shaffiya dengan nada tak suka. Dari raut wajahnya saja sudah terlihat bahwa dia tak ingin lagi bertemu dengan Izzam.

"Kamu punya masalah apalagi sama Izzam?" Tanya Maisha perlahan. Shaffiya hanya terdiam sejenak. Tak mungkin dia menceritakan masalahnya pada saudara kembarnya itu. Masalahnya akan ia selesaikan seorang diri.

"Just miscommunication. Mungkin aku harus menerangkan padanya agar dia berhenti menemuiku." Ujar Shaffiya kemudian bergegas untuk turun ke bawah menemui lelaki itu.

Di bawah ia melihat Izzam sedang bermain dengan Khalif dan Shabira. Entah sejak kapan kedua anak kecil itu sudah lengket dengan Izzam. Yah sudah pasti karena mereka diberi hadiah yang begitu banyak oleh lelak itu. Shaffiya berdecih tak suka melihat pemandangan itu. Dia hanya berharap Izzam bisa jauh-jauh dari keluarganya.

"Bira, Khalif kalian main sendiri dulu ya. Mami mau ngomong sama Om dulu, oke?" Ujar Shaffiya yang dijawab anggukan mengerti oleh kedua anak tersebut. Shaffiya pun berjalan duluan ke taman belakang kemudian Izzam mengikutinya di belakang.

"Masalah apa sekarang yang membuat bapak kesini? bukankah perkataan saya tadi pagi sudah cukup jelas untuk bapak mengerti?" Tanya Shaffiya to the point. Dia tak perlu berbasa-basi lagi jika berbicara dengan lelaki itu.

"Aku tulus ingin meminta maaf padamu Shaf. Aku tahu kesalahanku, aku tahu aku sudah menyakiti hatimu dengan kata-kata burukku And I really sorry for that. Tolong maafkan aku Shaf." Ujar Izzam dengan penuh keseriusan. Shaffiya berdecih pelan mendengarkan kata-kata dari lelaki itu.

"Fine. Aku maafkan. Aku akan melupakan semuanya asalkan bapak tidak datang lagi di kehidupan saya. Let be a stranger, that's enough for me." Ujar Shaffiya dengan penuh penekanan.

"Kita satu kantor bahkan satu ruangan. Bagaimana bisa kita bertindak seperti orang asing." Ujar Izzam seakan tak percaya dengan ucapan Shaffiya itu.

"Kita cukup melakukan profesionalisme kerja saja. Saya juga tak akan bersikap melibihi profesi saya, saya juga tak akan mendekat ke keluarga bapak lagi. tapi tolong lakukanlah hal yang sama. Jangan pernah datang kesini lagi." Ujar Shaffiya penuh harap.

"Shaf, waktu itu aku hanya sedang dikuasai oleh emosi. Apa yang aku katakan hanya asal keluar dari mulutku. Kamu tak perlu menjauh dari keluargaku karena mereka benar-benar mengharapkan kehadiranmu. Aku yang salah maafkan aku." Ujarnya lagi dengan penuh penyesalan.

"Saya lelah pak. Bolehkan bapak pulang saja? boleh saya beristirahat?" Tanya Shaffiya sudah lelah dengan semua ini. dia tak mampu lagi berdebat dengan lelaki di hadapannya itu.

"Shaf tapi..." Ujar Izzam berusaha menghentikan langkah Shaffiya. Perempuan itu berhenti tapi tak menoleh sama sekali.

"Do everything You want, I don't even care anymore." Ujar Shaffiya kemudian melanjutkan langkahnya. 

Meladeni Izzam memang menguras cukup banyk emosi. Dia lelah fisik juga batinnya. Baru saja ia pulang liburan untuk merefresh pikirannya, namun pulang-pulang pikirannya sudah penuh lagi dengan masalah.

***

SHAFFIYA ( END ✅️ )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang