B. Garis Singgung

611 143 13
                                    

Mengetahui bahwa Evan menolak mentah-mentah suruhan maminya untuk mengenalkan cewek, serta pernyataan Evan soal dirinya yang gak mau menikah, tentu saja gak akan membuat mami tinggal diam. Jika harus memindah Gunung Semeru atau disuruh membelah samudra demi bisa merubah keputusan Evan, Evan yakin 100% pasti mami akan melakukannya.

Katanya Evan masih muda, katanya jalan hidupnya masih panjang, katanya dia belum tau apa-apa soal hidup, dan katanya keputusannya terlalu gegabah. Ya Evan tau. Mungkin 10 tahun lagi keputusannya berubah, mungkin juga tetap sama. Tapi yang jelas untuk sekarang sih gak dulu.

Apa enaknya nikah kalau sekarang pun dia bisa bersenang-senang?

Toh maminya juga bilang kalau dia masih muda. Iya, dia masih 20 an, jalan hidupnya masih lama. Kenapa juga maminya buru-buru banget minta dikenalin ke ceweknya kayak Evan mau dinikahin langsung besok paginya?

"Eh, siapa yang open table?"

Evan menolehkan kepalanya ke Radit yang entah datang dari mana. Kayaknya dia gak liat ada mobil Radit di parkiran. "Malika."

"Anjay, si anak DPR."

Evan tertawa. "Moga aja kagak duit korupsi, soalnya ntar kalo ketangkep kita ikutan kena."

"Hahaha anjir, amin dah. Gue sering dibayarin Malik, nyet. Ribet kalo duitnya duit korupsi," balas Radit.

Evan dan Radit tertawa bersama seraya memasuki Holywings. Iya, mereka ke Holywings di awal tahun. Susah emang, tahun baru udah top up dosa lagi, padahal akhir tahun kemarin baru aja sungkeman dan minta maaf sama keluarga besar.

Apa yang diharapkan dari Holywings di momen awal tahun begini? Keramaian jelas langsung menyambut Evan dan Radit begitu sampai di dalamnya. Ya orang mabok, ya orang ngobrol, semua bercampur jadi satu.

"Van!"

Evan dengan senyum lebar lantas menghampiri Malik, si bos besar malam ini. "Wih, ini dia bos besarnya."

"Mulut lo, Van. Duit bapak gue ini," canda Malik. "Eh ini kenalin temen gue, Sherina sama Jamal."

"JAGAD, ANYING."

"Jagad Maleakhi alias Jamal." Malik tidak peduli.

Evan cuma terkekeh lalu bersalaman dengan Jamal (atau Jagad) dan juga dengan Sherina. Dia gak kenal dua orang itu siapa, tapi kemungkinan sih temen deketnya Malik, soalnya Malik jarang banget ngajak orang asing kalau open table.

"Pacar Malik ya?" tanya Evan, lebih ke menuduh.

Sherina, yang merasa dituduh, langsung menggeleng. "Gak. Gue jadian sama Malika kayak gak ada cowok lain aja. Yang naksir gue noh ngantri kayak antrian minyak goreng."

Evan tertawa mendengar balasan Sherina yang pongah. Di table mereka cuma ada 1 cewek, ya si Sherina ini. Tapi kayaknya Sherina gak kelihatan risih atau terganggu. Kemungkinan emanh udah temenan deket banget sama Malik dan Jamal.

"Kedip, Van. Naksir ya lu sama si Erin?" tanya Malik melihat Evan memperhatikan Sherina dengan seksama.

Evan menggeleng. "Enggak. Ngarang lo!"

"Tahan dulu, Van. Ada lagi temen dia, belom dateng anaknya. Cakep dah, cewek gue tuh," kata Malik. Malik lantas beralih ke Sherina yang duduk di sebelahnya, "Rin, Jani masih lama gak? Ini gue close table juga lama-lama."

"Sabar, monyet." Sherina menjawab galak.

"Kagak sabar gue, Rin. Mana nih cewek gue yang paling cakep?"

"Tai," gertak Sherina sembari menoyor Malik. "Eh, tapi kemaren si Jani cerita katanya dia ditanyain mulu sama keluarga besarnya soal pacar. Coba lo daftar gih, walau kemungkinan bakal dikata-katain."

Jalan Muda FM ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang