P. Waduh

425 109 28
                                    

Hari Jumat biasanya membuat beberapa orang antusias menyambutnya, karena kebanyakan hanya menerapkan 5 hari kerja sehingga esok hari sudah masuk ke weekend. Beberapa orang, kecuali mahasiswa semester akhir. Mau hari Jumat, mau hari Sabtu, kok kayaknya sama aja.

"Besok tuh kelas pengganti?" tanya Sherina menaikkan nada bicaranya.

Dimi mengangguk.

"Terus hari ini kita suruh review jurnal?" tanya Sherina lagi.

Lagi, Dimi mengangguk.

"Deadline maksimal jam 6 sore?"

"Lu dengerin dosennya gak sih, Rin?" kali ini Jamal menanggapi. "Makanya kuliah tuh dengerin dosennya, bukan pake earphone."

Wah, jangankan Sherina, ini Jani juga ikut tersindir karena sempat ikut dipasangkan earphone di telinganya oleh Sherina. "Ya maaf ya, yang terhormat Jagad Maleakhi," ujar Jani menengahi.

Dimi mengecek jam tangannya. "Jam 2 nih."

"Dim, lo yang ngerti isi jurnalnya kanー"

Belum selesai Jamal berbicara, Dimi lebih dulu menyela. "Gue gak menerima perintah apapun."

"Maksud gue tuh lo bagi aja gimana enaknya biar buruan kelar. Karena lo ngerti isi jurnalnya, jadi kan pembagiannya juga lebih enak. Gak asal abstrak, latbel, metode gitu lah," kata Jamal tidak mau kalah.

Jani mengangguk dan ikut mengecek jam di hpnya dengan gusar. 14:07. Masih ada waktu lah kalau dia ngebut nyelesaiin ini tugas.

"Yuk buruan dibagi yuk. Lihat teman kita sudah cemas karena janjian nonton sama adek kesayangannya jam 3 sore," kata Sherina sembari membuka laptop.

"Apaan sih, masih lama. Jadwalnya jam 15:45 kok," elak Jani yang ikut menyebelahi Sherina.

Laptop sih ada, tapi dia males nyalainnya. Nebeng sama Sherina juga sama aja kok.

"Yaudah, Jan, lo liat kan di pembahasan ada A sampe C.. Yang B sama C ya. Dikit itu. Ntar yang A biar gue," kata Dimi. "Rin, lo pendahuluan ya dibaca yang bener. Jamal sisanya."

"BANYAK BANGET DONG GUE BANGKEEE," protes Jamal.

Dimi tertawa. "Gak, gak. Gini. Dengerin ya, gue gak mau jelasin ulang."

Jani dan yang lain langsung mendekat dengan memasang telinga lebar-lebar. Dimi kalo udah ngancem nih pasti bakal direalisasikan. Akhirnya Dimi bagi dengan baik dan benar deh jurnal yang harus mereka review secara kilat ini.

"Mau nonton apa sih sama Juan?" tanya Sherina yang sudah tidak fokus pada kegiatannya.

"Gara-gara Warisan."

"Katanya itu bagus, Jan," kata Sherina semangat.

Jani menoleh bingung. "Kata siapa? Lo belom nonton kan?"

"Kata Malika haha. Kemaren itu waktu di Elite dia cerita abis nonton itu sama temennya," kata Sherina mulai julid. "Bukan temennya sih gue rasa. Itu pasti cewek cadangannya yang banyaknya ngalahin antrean daging kurban di istana presiden," lanjut Sherina.

"Gak usah cemburu, Rin."

"NGAPAIN IDIH, KURANG KERJAAN AMAT."

"Dulu kan lo cemburu tuh."

Sherina berdecak sembari mengibaskan tangan. "Kan dulu, waktu gue masih bego aja. Bisa-bisanya gue baper sama titisan buaya berbuntut cicak itu."

Jani tergelak. "Tapi gue acungin jempol sih karena lo bisa menjaga silaturahmi dengan mantan."

"MANTAN APAAN, PACARAN CUMA SEMINGGU," kata Sherina naik darah. "Malika gak pernah gue itung sebagai mantan soalnya gak jelas banget."

"Selesaiin dulu tugasnya, Rin, Jan," tegur Dimi karena Sherina dan Jani terlalu ribut.

Jalan Muda FM ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang