R. Hot Issue

482 99 87
                                    

Sherina
LO PACARAN SAMA EVAN?

     

Jani melemparkan hpnya ke tempat tidur begitu membaca pesan singkat dari Sherina barusan. Dirinya lantas menarik selimut yang menutup badannya sampai ke kepala, lalu tanpa sadar kakinya sudah menendang-nendang bagian bawah selimut hingga berantakan.

Rasanya Jani mau berteriak sekeras mungkin saat ini juga.

"Hushsgsjshznzgsjsvhdnshsuwuwiauahs," gumam Jani selagi kakinya menendang-nendang angin.

Jani bingung harus melampiaskan kekacauannya kemana, lebih bingung lagi cara membalas pesan masuk dari Sherina dan temannya yang lain dengan inti pertanyaan yang sama, apakah Jani dan Evan berpacaran atau tidak.

"Malikaaaaaaa," pekik Jani sembari mengigit selimut.

Jani menghentikkan tendangannya, lalu membuka selimut yang menutupi wajahnya. "Malika, kenapa harus lo yang mergokin gue sama Evan sihhhhhh????"

Jani kembali memejamkan matanya lalu menendang-nendang udara kosong. Jika Malik ada di depannya saat ini, Jani pasti sudah melayangkan tendangan itu ke seluruh badan Malik.

"Mana ember banget ihhhhh," gerutu Jani, kali ini berguling-guling di kasurnya.

Perasaan Jani saat ini tuh benar-benar campur aduk. Rasanya mau nendang Malik, pengen nonjok Evan, tapi juga ingin menyalahkan dirinya sendiri yang dengan bodohnya mengajak Evan mengobrol di depan Amortentia.

Sekali lagi diulangi, Jani yang mengajak Evan MENGOBROL DI DEPAN AMORTENTIA.

Kenapa sih? Kenapa Jani gak narik Evan ke tempat lain? Kenapa Jani gak dorong aja Evan masuk ke mobilnya? Atau kenapa Jani gak biarin aja Evan ngoceh sendirian di luar? KENAPA????

Jani lantas menggeleng. Evan juga salah. Kenapa Evan harus mengusap ujung bibirnya? Kalau ada sisa makanan kan Evan bisa ngomong aja, kenapa harus langsung action gitu?????

"AAAAAHHHH EVANDERー"

"Kak?"

Jani spontan langsung duduk diatas kasurnya, menghadap ke arah pintu yang dibuka tiba-tiba oleh mamahnya. "Iya?"

"Kamu ngapain?"

Jani merapikan rambutnya yang berantakan sambil mengelak. "Hah? Gak ngapa-ngapain."

"Kenapa ribut aja daritadi? Mamah denger waktu lewat."

Jani tersenyum palsu sembari menggeleng. "Gak apa-apa, Mah. Tenang aja."

"Yakin?"

"Iyaaaaa," kata Jani yang kali ini juga berdiri dan berjalan menuju ke pintu. Jani lantas mendorong mamahnya keluar, "Udah ya, aku mau telfonー"

"Evan?"

"Hah?"

"Mau telfon Evan? Tadi mamah denger kamu nyebut nama dia," kata mamah.

Jani menggaruk tengkuknya lalu mengangguk. "Iya.. Iya mau telfon Evan."

"Mamah mau dong ngobrol sama Evan bentar, mau bilang makasih."

Jani melebarkan matanya ketika mamahnya malah masuk ke kamar dan duduk diatas kasurnya. "Hah? Bilang besok emang gak bisa, Mah? Besok aja pas ketemu, iya, besok."

"Sekarang aja. Mana cepet, buruan telfon si Evan. Video call kan?"

Kepala Jani semakin pening. Gimana bisa dia menelfon Evan duluan setelah tadi dia mendorong Evan sampai cowok itu hampir terjatuh kebelakang, sementara Jani langsung berlari masuk ke Amortentia waktu Malik mendekat ke arahnya? Gimana bisa? Mau ditaruh dimana wajah Jani jika cowok itu menyinggungnya di depan mamahnya?

Jalan Muda FM ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang