Kepintaran Evan memilih jadwal mata kuliah membuatnya bisa mendapat jadwal masuk di siang hari dan selesai pada sore hari. Makanya gak usah heran kalau jam setengah 10 begini si Evan baru keluar kamar dengan rambut acak-acakan dan wajah bantal.
Kehidupan maminya yang cuma jadi ibu-ibu sosialita juga membuatnya hanya di rumah hampir setiap hari, tapi selalu aja melakukan kegiatan hedonisme. Kalau ditanya duitnya ngalir dari mana, maminya itu punya beberapa bangunan yang disewakan yang pembayarannya dilakukan setiap bulan atau tahun. Ditambah lagi, papinya masih suka kirim jatah ke maminya dan juga dirinya, karena secara catatan sipil memang keduanya resmi bercerai tapi menurut adat keagamaan gereja keduanya masih suami istri.
Walau kebanyakan yang pake duit dari papinya si Evan sih, tapi duit dari papinya itu selalu diam-diam Evan tabung buat jadi dana darurat just in case sewaktu-waktu ada kejadian yang kurang menyenangkan kan?
"Pagi bos," sapa Evan mendekati maminya yang sedang memakan sereal sambil menonton TV. "Lagi apa nih?"
Maminya menoleh sekilas. "Brunch."
"Yaelah masih jam setengah 10 udah brunch aja. Brunch tuh jam 11."
"Protes mulu kamu, Van. Mandi sana, bau jigong. Kalo Jani tau pasti dia bakal nyesel sama kamu," kata sembari menyendok sereal ke mulut.
Evan menghela nafas. Ini nih. "Mami, I told you kalo I sama Jani just friend," ujar Evan mengikuti cara bicara maminya setiap kali maminya itu memberi sebuah nasihat atau lagi emosi ke Evan.
Mami menggeleng. "Udah, gak usah mengelak dan nutup-nutupin gitu deh Evan."
"Mi, ngeyel banget sih."
"Hey, mami saw you and Jani pelukan di parkiran. Mami has bukti, bukan asal ngomong," elak maminya.
Evan mengangguk. "Nah iya itu, mami itu salah liat. Dari angle nya mami kayak pelukan, tapi tuh enggak. Itu si Janiー"
"Ssstttt," potong mami sembari membekap mulut Evan. "Ewww, jigong."
"MAMI!"
"Evan, kamu jangan mengkambing hitamkan si Jani dong. You harus gentle. Mami gak mau ya kamu pake nama Jani buat cari alasan," kata maminya sembari mengusap tangannya ke celana. "Be a gentleman, Evan."
Evan mendengus. Tentu saja penjelasan ini gak cuma sekali dua kali Evan katakan. Sejak kejadian salah paham itu, terhitung hampir satu minggu, mami selalu menanyakan atau mengungkit soal Jani.
"Evan, kamu ajak Jani main ke rumah ya."
"Evan, Jani suka makanan apa ya? Mami mau masakin buat dia."
"Van, si Jani suka kamu anter ke kampus gak?"
"Evan, kamu kapan ngedate sama Jani? Bilang ke mami dong, nanti mami mau foto kalian berdua pas ngedate."
"Jani tuh sosmednya apa sih, Van? Mami mau follow dia."
"Van, si Jani ajakin dinner ke rumah dong."
"Tell Jani ya, Van, mami say hi!"
"Evan, mami titip salam ya ke Jani."
Dan masih banyak lagi yang maminya katakan soal Jani setiap hari. Gimana kupingnya Jani ya? Kuping Evan aja panas dengerinnya.
Tentu saja semua itu gak pernah sampai ke Jani dan selalu Evan jawab dengan sebuah sangkalan berujung kepasrahan. Maminya itu tutup telinga dengan semua penjelasan Evan.
"Evan."
"Apalagi mami?"
"Mandi sana. Nanti mami ikut kamu ya pas berangkat kuliah," kata maminya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jalan Muda FM ✔
Fiksi Penggemar❝Jani wants to be an independent woman, while Evan didn't want to get married. They fell right into their mothers trap of getting them together, and they didn't even know.❞ Start : 1 April 2022 End : 15 Februari 2023