O. Cintaku gelora asmara seindah lembayung senja 🎶

448 101 51
                                    

Lift yang tertutup membuat Jani langsung menjadikan sisi lift di hadapannya sebagai cermin. Dia merapikan anak rambutnya yang berantakan terkena angin dan juga merapikan dressnya yang sedikit kusut.

"Jan, sebel gak sama gue?" tanya Evan yang tangannya tiba-tiba ikut membantu Jani merapikan rambutnya yang agak berantakan.

Tubuh Jani mendadak membeku, membiarkan jari jemari Evan merapikan rambutnya. "Hah? Kenapa?" tanya Jani dengan kaku.

Evan sedikit menunduk, menatap mata Jani, lalu menyelipkan anak rambut ke belakang telinga Jani. "Soalnya gue bawa motor tanpa ngasih tau lo dulu, padahal dandanan lo udah rapih tadi."

Harusnya di dalam lift gak sepanas itu kan? Tapi kenapa ya mendadak Jani merasakan panas di sekitarnya? Apa Evan sekarang ini bagaikan jelmaan iblis?

"Gak apa-apa lah, terserah lo juga mau naik apa kok," kata Jani yang agak mundur setelah Evan menyelipkan rambutnya. "Tapi, sebenernya gue suka angin malem sih. Adem gitu."

Evan menyunggingkan senyumnya. Floor indicator yang menunjukkan angka 18 membuat Evan bersiap untuk turun. "Ini non formal sih, Jan. Rileks aja."

Jani mengangguk, bersamaan dengan pintu lift yang terbuka di lantai 18. Evan yang keluar lebih dahulu membuat Jani secara otomatis mengikuti. Bahkan tanpa sadar tangan Jani langsung menarik bagian belakang baju Evan, yang membuat cowok itu menoleh dan meletakkan tangan Jani di lengannya.

"Papi gue bukan pemeran antagonis di drama, Jan. Papi juga sama aja kayak mami kok. 11 12 lah kelakuannya, semoga lo gak kaget," kata Evan sembari berhenti di sebuah unit.

Tanpa menekan bel intercom, Evan langsung mengeluarkan sebuah kartu dan menempelkannya, membuat pintu langsung dibuka secara otomatis.

Jani sempat dibuat takjub selama beberapa saat, sampai sebuah pria yang tidak begitu asing untuk Jani langsung menyambutnya dan Evan. "Selamat datang."

Jani tersenyum ramah, sebelum mencengkram lengan Evan cukup kuat dan berbisik. "Papi lo tuh Nicholas Tanoe?!"

Evan meringis, bukan karena ramah tapi karena menahan sakit dari cengkraman Jani barusan. Sambil mengangguk, Evan mencoba melepas tangan Jani dan mendorong cewek itu untuk masuk lebih dalam selagi Evan menutup pintu.

Jani masuk dengan kikuk. "Selamat malam, Om."

"Papi coba lebih santai dong, kasian si Jani tegang gini," kata Evan sembari menuntun Jani ke meja makan.

"Haha, santai saja, Jani. Saya Nicholas, papinya Evan," katanya sembari mengulurkan tangan.

Jani menyambutnya dengan ramah. "Anjani, Om."

"Duduk, Anjani."

Jani mengangguk. Evan duduk juga disebelahnya, yang membuat jantungnya agak sedikit lebih tenang.

Nicholas Tanoe? Kenapa Evan gak pernah sesumbar soal papinya ini, padahal dia yakin kalau Evan suka pamer. Apalagi papinya adalah Nicholas Tanoe, seorang pengusaha sekaligus pemilik dari NHT Group yang cukup terkenal. Jani taunya juga gara-gara dia ikut seminarnya semester lalu.

"Tadi kamu jadinya pakai motor, Van?"

"Iya. Kan mobilnya gak bisa keluar tadi," kata Evan santai.

Evan bahkan gak memberikan alasan apapun yang masuk akal pada Jani kenapa tiba-tiba menjemputnya menggunakan motor. Ngakunya biar lebih cepet sampai, kenyataannya ternyata mobil Evan gak bisa keluar dari parkiran.

"Sebentar, saya siapkan dulu makanannya," kata Papi Nicholas sembari berdiri.

Jani ikut berdiri. "Jani bantuin boleh gak, Om?"

Jalan Muda FM ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang