Bb. (After last night)

338 83 34
                                    

"Masih hidup lo?" pertanyaan pertama yang terlontar dari mulut Evan begitu melihat Malik.

Malik tertawa terbahak sambil menyesap sebatang nikotin yang terselip di jarinya. Asap putih mengepul di sekelilingnya, sedangkan di hadapannya sudah tersedia sebuah minuman yang Evan duga pasti kopi (apapun jenis dan namanya).

"Kangen sama gue kan lu?" tuduh Malik sembari mengetukkan rokoknya pada pinggiran asbak yang mulai terisi.

Evan menyisir rambutnya ke belakang selagi menempatkan diri di kursi kosong depan Malik. "Najis lo, coba mikir kalo ngomong."

"Anjing lo, Van," rutuk Malik sembari terkekeh. "Tapi lu nyariin gue gak? Nyariin kan?"

"3 minggu gak ada kabar, gue tinggal nunggu berita di TV aja sih. Ngapain repot nyariin elu," jawab Evan, melirik ke arah bungkus rokok yang tergeletak begitu saja di atas meja.

Malika melihatnya. "Ambil lah, gak usah malu-malu, Van."

Evan menggeleng. "Gak ah, lagi gak suntuk."

"Cuih gaya banget lu," ledek Malik sambil kembali mengepulkan asap dari bibirnya. "Si Radit kagak bisa join."

"Ya udah," jawab Evan singkat.

"Permisi, Kak, ini black coffee dan mix plates nya," kata waitress yang mengantar pesanan Evan.

Evan tersenyum dan mengangguk. "Makasih."

Sebelum ditawari, Malik sudah lebih dulu menyomot sebuah onion ring dari mix plate yang dipesan Evan. Evan melotot dibuatnya. "Monyet lu. Gue aja belom makan."

"Yaelah pelit banget sih, Van. Nih gue balikin," kata Malik sembari meletakkan kembali onion ring yang sudah digigit setengah.

Evan berdecak. "Gak mau, anjing. Aturan yang makan gue dulu biar jodoh gue gak lo ambil."

"Bangsat lo percaya gituan, Van??" tanya Malik sembari tertawa.

Evan mengidikkan bahu, tangannya mengambil sebuah potato wedges dan mencocolkannya pada saus. "Seru-seruan aja lah, Lik. Tapi kek begitu mah adab juga, yang punya makan duluan. Berhubung lo adalah manusia gak beradab, ya udah gue maklumi."

"Bajingan lo," umpat Malik.

Evan gantian tertawa terbahak.

"Ngomong-ngomong gue sebenernya selama ini abis dari Maluku," ujar Malik.

Evan menaikkan alisnya. "Ngapain tolol?"

"Ikut temen gue yang lagi tahun pastoral."

"Hah?"

Malik memposisikan dirinya dengan nyaman sebelum mulai bercerita. "Yang gue nanyain lo kenal sama Wisnu apa enggak itu loh. Nah si Wisnu ini katanya pernah sekelas sama lo pas TK."

Ini pula TK dibahas, udah berapa puluh tahun yang lalu. Hebat banget si Wisnu bisa inget, Evan aja sekarang sedang memeras otaknya untuk mencoba mengingat siapa si Wisnu Wisnu ini.

"Wisnu?" tanya Evan dengan kerutan di dahinya. "Wisnutama bukan sih namanya? Kurus terus suka keliatan kurang semangat gitu bukan orangnya?" tanya Evan ragu, karena dia samar-samar ingat dengan seseorang yang pernah menjadi temannya di TK.

Malik menepuk meja dengan cukup keras. "NAH ITU ANJING! Teofilus Wisnutama, itu mantannya si Jani yang masuk Seminari."

Wah, saat ini Evan benar-benar seperti baru ditampar. Fakta mengejutkan apalagi ini? Kenapa dunia harus sesempit ini?

Pantesan lah Jani sayang banget sama mantannya itu. Dari TK saja, Wisnu adalah tipe orang yang pendiam tapi sangat pintar. Evan juga dulu sering banget diajarin baca hitung kok, sampai akhirnya Evan bisa lancar membaca. Gak usah diragukan juga kepribadiannya Wisnu yang rajin dan juga baik, alias gak pernah aneh-aneh. Dulu anak-anak baru belajar mengenal huruf dan mengeja, Wisnu sudah bisa lancar membaca. Anak-anak baru bisa menghitung 1 sampai 10, Wisnu sudah bisa hitungan penambahan dan pengurangan sampai 10.

Jalan Muda FM ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang