"Bunda!"
Elvina menusuk-nusukan kayu di tangan kirinya itu ke bonekanya.
"Mati kamu! Mati kamu! Kamu harus mati!!!" Teriaknya seraya mengulang-ulang tusukan itu.
"Kamu harus mati haahahahha..." Tawanya terdengar begitu nyaring.
Satu cairan bening lolos keluar dari sudut mata Hanna. Ia tak bisa menahan rasa sakitnya kini.
Ia sadar, ibunya begitu adalah karenanya. Sungguh malang nasibnya. Ia tak pernah dapat kasih sayang seorang ibu.
"Ini semua gara-gara Hanna! Hiks." Hanna menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya.
Sekali lagi ia menangisi ibunya itu. Agustian tak tega melihat Hanna menangis lagi. Ia mengusap pelan pundak Hanna yang hanya sejajar dengan sikutnya.
"Semua ini sudah takdir, Han. Gak ada yang salah." Ucap Agustian menghiburnya.
"Kita harus terima, bunda keadaannya seperti ini. Dan Agustian benar, ini bukan salah kamu ataupun yang lainnya. Ini takdir." Alfan ikut menghibur Hanna.
"Maafin semua kesalahan bunda ya. Abang tau ini pasti berat." Alfan berucap dengan sendu.
Hanna tak mampu berkata apa-apa lagi. Tenggorokannya kembali tercekat tak mampu bersuara.
"Udah, mending sekarang kita pulang ya. Kamu harus istirahat." Ajak Agustian.
"Bang, kayaknya Hanna gak bisa kalau lama-lama disini. Kesian dia, tadi kata dokter harus banyak-banyak istirahat." Jelas Agustian. Alfan mengangguk memahami.
"Ya sudah. Kau antarkan Hanna ke apartemennya ya. Nanti saya kesana nyusul." Pesan Alfan.
Dan sesegera mungkin Agustian membawa Hanna keluar dari rumah sakit itu. Untungnya kali ini Hanna tidak berontak.
★★★★★
Seminggu kemudian..
Hari ini adalah hari kelulusan kelas 3. Semua orang nampak sudah berkumpul untuk mendengarkan pengumuman.
"Cek, cek. Oke anak-anak, hari ini bapak umumkan untuk semua kelas 12 semuanya lulus. Selamat atas kalian semua telah menjalani semua lika liku di sekolah ini."
Semuanya bersorak Sorai bergembira. Setelah tiga tahun sekolah, akhirnya mereka merasakan kelulusan juga.
"Perlu diketahui juga anak-anak. Dari seluruh kelas 12, bapak akan mengumumkan tiga murid terbaik. Mereka ini unggul dalam ujiannya."
Mereka nampak gelisah. Siapa kira-kira yang akan menduduki ketiga nilai tersebut.
"Gus! Dengerin tuh. Siapa tau aja lo masuk. Lo kan udah banyak berusaha." Jhon berucap sangat yakin.
"Ngarep! Disini tuh yang pinter banyak. Lah gue emang pernah sekali dapet juara kelas? Kaga pernah!" Agustian nampak pasrah. Apapun hasilnya nanti, ia terima saja.
"Oke, untuk peringkat pertama diberikan kepada....Ananda Alena Dwi Sania," semua tepukan tertuju pada Alena.
Jhon nampak tersenyum manis. Ia bangga terhadap Alena yang sangat pintar itu.
Alena melangkah untuk maju ke depan podium.
"Dan untuk peringkat kedua, diberikan kepada....ananda Tri Cahya Salsabila."
Setelah nama kedua disebutkan, Agustian tak ada lagi harapan. Padahal jika ia masuk tiga besar, ayahnya tidak akan mengusik hobinya lagi.
Tapi biarlah semuanya berjalan seharusnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
HANNA ( End + Completed )✅
Fiksi RemajaTAHAP REVISI Ketika perjuangan Hanna tak pernah dihargai. Tapi ia tak berhenti berjuang, di sanalah hukum karma yang akan bertindak. Agustian Lionel Martha. Cowok dingin dengan segudang pesona ini, pernah menyia-nyiakan orang yang sangat mencintainy...