Part 9 - Singkat

202 37 3
                                    

Cinta? Peduli? Cinta gak bisa jamin dia peduli, tapi kalau dia peduli, udah pasti jamin cinta.
-Author

                               Chapter. 9 Singkat
_____________________________

Agustian yang berjalan tak tentu arah, akhirnya berakhir di warung kopi belakang tempatnya bolos dan bebas menyesap rokok.

Ia mulai memesan kopi dan meminta sebatang rokok kesukaannya. Dengan pikiran kalang kabut, Agustian memulai aksi menyesap rokoknya tanpa ada beban sedikit pun.

Tapi ia merasa sedikit aneh dengan dirinya sendiri. Jam-jam segini biasanya ada seorang cewek yang selalu mengganggunya. Setiap hari seperti itu.

Agustian membuang jauh-jauh perasaan itu dan menepisnya. Dia tidak mungkin mulai peduli kepada seseorang yang selalu ia caci.

Tapi anehnya, Agustian mulai merasa ingin diganggunya. Ya, diganggu Hanna, seseorang yang selama ini mengejar Agustian.

Cowok yang sudah lecek dengan baju seragam SMA-nya itu nampak selalu nampak tak tenang. Setiap hari, indahnya hidup tak lagi ia dapatkan.

Agustian tidak pernah menginginkan dirinya menjadi seperti yang dulu. Namun rasanya semesta lebih mementingkan egonya dibanding hidup Agustian.

"Huuuuufff...huuuhhh" Agustian menyesap batang rokok yang sudah setengah.

Menenangkan pikiran dengan merokok, sudah menjadi hobinya. Bukan karena ia sangat ingin, namun saat ini tiada orang yang pas membuatnya tenang, apalagi kalau mengenai masa lalu pahitnya.

**********

Hanna mengerjap-ngerjapkan matanya menyesuaikan  cahaya yang masuk. Setelah penglihatannya lumayan normal, ia menangkap bayangan seseorang yang tengah tersenyum menatapnya.

"Non, Alhamdulilah. Akhirnya sadar juga," bi Suni mengucap syukur dan meletakan sebuah minyak angin yang sedari tadi ia genggam.

"Hanna kenapa, bi?" Ucapnya memegang kepala yang mulai pusing.

"Bibi menemukan non pingsan tadi. Non sudah tergeletak dilantai, bibi khawatir makanya bibi bawa saja ke kasur." Jelas bi Suni.

Hanna menampilkan senyum tulusnya. Untung di dunia ini masih ada manusia yang sudi membantunya berjuang menghadapi hidup yang kejamnya bak neraka ini.

"Non mau bibi antar kerumah sakit?" Tanya bi Suni menawarkan.

"Ah tidak perlu bi. Paling ini sakit kaya biasanya. Lagian kalo kerumah sakit juga mau di biayain siapa? Bunda pun gak peduli Hanna sakit atau tidak." Tutur Hanna dengan penuh luka dalam kalimatnya. Hanna beranjak duduk dengan tangan digenggam erat oleh bi Suni.

"Hanna udah dikasih tempat tinggal mewah begini aja, Hanna udah berterima kasih kok." lanjut Hanna.

Bi Suni memegang segelas air putih dan segera menyodorkannya ke Hanna untuk diminum.

Tanpa terasa air matanya keluar tanpa ia suruh. Bi Suni yang menggenggam tangan Hanna menjadi bergetar, seakan ikut mengalami duka yang dirasakan Hanna.

"Hanna kangen ayah, bi" ucapnya melamun dengan air mata mulai turun deras tanpa isakan.

"Ayah tidak pernah berbuat apa yang bunda sama bang lakukan ke Hanna. Ayah sangat menyayangi Hanna!" Tuturnya mengingat semua kasih sayang sang ayah yang begitu melimpah untuknya. Dari mulai belajar naik sepeda, belajar merawat bunga, dan tertawa bersama.

Elvina memang dari dulu sedikit kurang menganggap keberadaan Hanna. Sebelum ayahnya meninggal pun, Elvina tidak menyukai adanya Hanna dirumahnya.

Waktu Hadi masih ada, mereka sering menghabiskan waktu hanya untuk berkumpul keluarga, nonton bersama, makan bersama dan liburan bersama.

HANNA ( End + Completed )✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang