Nayla melihat jam di tangannya, sudah jam setengah lima. Ia harus segera pulang.
"Ren, gue pulang dulu ya, takut dicariin Mama sama Papa gue."
"Oh gitu, yaudah mau gue anter pulang?"
"Enggak, usah! Gue bisa naik taksi." tolak Nayla.
Nayla segera berlari keluar kafe, ia memberhentikan salah satu taksi yang lewat.
Angkasa melihat jam, sudah hampir jam lima. Tapi, tumben Angkasa tidak mengirim pesan padanya.
"Bagus, deh. Mungkin dia lupa."
***
Nayla memasuki perkarangan rumah, kenapa hatinya jadi deg-degan seperti ini. Padahal, tadi ia biasa-biasa saja."Assalamualaikum." Nayla memasuki rumahnya. Ia melihat Angkasa yang sedang menonton Tv.
"Darimana?" Angkasa berdiri menghadap Nayla.
"'Kan, gue bilang, dari rumah Ririn."
Angkasa menarik nafasnya dalam-dalam, berusaha agar tidak emosi. Sebenarnya, semua akan baik-baik saja jika Nayla jujur padanya.
Angkasa menghampiri Nayla. Wajahnya sudah benar-benar memerah, Nayla mengerutkan keningnya ada apa dengan Angkasa?
"Lo, kenapa, sih?" tanya Nayla mulai ketakutan.
"Gue, tanya sekali lagi. Lo darimana?"
"Dari rumah Rir-" belum sempat menjawab, Angkasa sudah memotong perkataan Nayla.
"Jujur Nayla!" bentak Angkasa.
Seolah bisu, Nayla tidak menjawab perkataan Angkasa. Ia hanya diam, ia kaget bukan main Angkasa membentak dirinya.
"Lo, kenapa bohong sama gue!" Angkasa menyodorkan handphonenya, ia menunjukan foto dimana Nayla dan Reno sedang berjalan ke arah kafe Solla.
"Maafin gue." Nayla menunduk, ia tidak berani menatap Angkasa.
"KENAPA BOHONG, NAYLA! LO TAU, GUE BENCI KEBOHONGAN!" Angkasa mencengkram keras dagu Nayla.
Air mata Nayla sudah tidak bisa ditahan lagi, ia menangis. Seumur hidupnya, ia tidak pernah diperlakukan seperti ini.
"Sakit, Sa." Cicit Nayla.
Angkasa perlahan melepaskan cengkramannya. Ia mengusap wajahnya dan menarik nafasnya dalam-dalam, berusaha untuk menstabilkan emosinya.
"Jawab gue, kenapa harus bohong?" tanya Angkasa, dengan amarah yang sedikit reda.
"G-gue takut lo ga ngasih izin, maafin gue." air matanya terus mengalir, Nayla menundukkan kepalanya, ia benar-benar tidak berani menatap Angkasa.
Angkasa menarik Nayla ke dalam pelukannya. Ia mengecup pucuk kepala dan menghapus air mata Nayla.
"Lain kali, ngomong jujur aja. Gue, ga suka Lo bohong kaya tadi."
"Maaf."
Angkasa mengangguk, ia kembali memeluk Nayla.
"Maaf juga, gue hilang kendali tadi."
Angkasa melepas pelukannya, ia menatap Nayla dengan lekat. Perlahan Angkasa mendekatkan bibirnya dengan bibir Nayla.
Nayla melotot saat bibirnya dan bibir Angkasa bersatu, namun lama kelamaan dirinya juga mengikuti permainan Angkasa.
Angkasa melepas tautan bibirnya.
"Lain kali, jangan pernah bohong lagi."
Nayla tersenyum dan mengangguk.

KAMU SEDANG MEMBACA
Angkasa & Nayla
Fiksi RemajaLayaknya kucing dan tikus yang tidak pernah akur, Nayla sang ketua OSIS dan Angkasa sang ketua PMR. Di manapun mereka bertemu Pasti ada saja hal yang diributkan. Angkasa yang senang menjahili dan Nayla si tukang emosi. Hingga suatu hari Nayla dan An...