Dua

818 118 5
                                    

Ali sudah siap dengan baju Koko dan juga celana bahan panjang warna hitam favoritnya. Tak lupa juga peci yang menutupi rambut lebat Ali. Ia sudah rapi untuk pergi ke kampus tempat Syifa menimba ilmu.

Ali turun dari kamarnya menuju ruang tengah yang terdapat sang ibu.

"Umi."

"Eh udah rapi bang?"

"Iya Umi, Ali berangkat ya takut terlambat." Ali mencium punggung tangan Yulia dan mencium kening ibunya.

"Iya bang, hati hati."

"Iya Umi, Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam."

Ali pergi dengan di antar supir pribadinya, Pak Anto. Sebenarnya Ali lebih suka membawa mobil sendiri namun karena jadwalnya yang padat tidak memungkinkan untuk dirinya menyetir.

Di dalam mobil Ali kembali mengingat materi yang akan ia sampaikan nanti. Tak lupa juga ia berzikir selama perjalanan.

"Maaf ustadz Ali sudah sampai."

"Ah iya terima kasih Pak."

Ali membenarkan peci dan pakaiannya terlebih dahulu, setelah dirasa sudah rapi Ali pun turun dari mobil. Banyak pasang mata yang menatapnya terlebih kaum hawa menatap Ali dengan tajam terpesona, namun Ali tak menghiraukan dan menjaga pandangannya.

Ali di bimbing masuk ke dalam aula kampus oleh mahasiswa yang merupakan pengurus acara ini. Ali menatap sekitar kampus selama menuju aula, ia beristighfar dalam hati ketika melihat beberapa perempuan dengan pakaian yang terbuka.

"Astaghfirullah apa mereka tidak malu?" Batin Ali.

Hingga mereka sampai di aula. Namun karena masih belum waktunya Ali berdakwah, ia di persilahkan duduk di kursi yang sudah disiapkan oleh pihak kampus.

Ali duduk dengan tenang di kursinya dan menikmati rangkaian acara yang ada. Dimana saat ini sedang ada mahasiswa yang membaca salah satu surah di Al-Qur'an. Ali mendengarkan dengan baik dan ia merasa ada beberapa tajwid yang salah, namun ia juga bangga pada orang itu karena sudah bisa membaca Al-Qur'an dengan baik.

Hingga kini waktunya Ali berdakwah, banyak pasang mata yang menatap Ali kagum. Ustadz di hadapan mereka masih muda yang mereka pikir baru berusia dua puluhan.

"Eh ganteng banget ustadz nya."

"Iya bakal betah gue dengerin ceramah."

"Sama, kalo ustadz nya ganteng gini pasti gue rajin sih ke masjid."

Bincang para mahasiswi yang menatap Ali kagum. Mereka tak menyadari bahwa seseorang mendengarkan perbincangan mereka, ia adalah Syifa.

"Ke masjid kok cuma karena ustadz nya ganteng, ga bagus banget niatnya. Orang tuh ke masjid karena Allah." Gumam Syifa.

Syifa kini mengalihkan pandangannya pada sang Abang. Ia tersenyum melihat abangnya berdakwah menyebarkan kebaikan pada teman kampusnya. Berharap kelak ia akan bisa mendapatkan suami seperti Abi dan Abang nya.

"Masyaallah semoga Allah memberikan pahala untuk Abang." Gumam nya.

"Syifa."

"Astaghfirullah kamu ngagetin deh Pril."

Orang itu tertawa, "hahaha sorry deh, abis lucu liat lo kaget."

"Ih ga baik tau."

"Iya sorry deh."

"Iya. Udah jangan berisik mending kamu dengerin dakwah ustadz Ali." Ujarnya menunjuk ke depan.

"Ih ganteng banget, itu nama lengkapnya siapa?" Tanyanya.

Sujud BersamakuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang