Dua tiga

864 146 10
                                    

Ali sudah rapi dengan pakaian koko dan juga celana bahannya, ia akan mengisi acara di sebuah pengajian komplek. Sesuai janjinya pada sang penelpon. Ali pergi bersama dengan Abi.

Mereka menuju sana menggunakan mobil Ali dengan Abi yang menyetir. Ali duduk di samping kemudi dengan tangannya yang terus menggenggam ponselnya. Ia menunggu balasan dari Prilly yang sampai sekarang belum mengabarinya.

"Kamu ngapain?" Tanya Abi.

"Gapapa Abi."

Abi mengangguk kepalanya, Ali kembali melihat ponselnya dan benar - benar tak ada satu pun pesan masuk dari Prilly.

Prilly Calis 🌼

Kamu lagi ngapain?
Kok pesan aku belum di bales
Calis
Hei cantik
Aku lagi jalan buat isi dakwah
Sibuk ya?
Nanti kalo udah ga sibuk kabarin aku ya

Ali kembali memasukan ponselnya ke dalam saku. Ia memperhatikan luar jendela, pikirannya melayang pada sosok Prilly.

"Kamu kemana sih?" Batinnya.

Tak lama ia pun sampai di tempat acara, tepatnya di salah satu rumah warga. Banyak jama'ah yang sudah hadir menunggu kehadirannya dan seperti biasa banyak kaum hawa yang menunggu serta menatapnya penuh minat. Tapi tak akan pernah ada yang menarik perhatiannya kecuali Prilly Calis yang ia inginkan.

"Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam ustadz Ali, ustadz Abi. Ayo silakan duduk."

Keduanya duduk di tempat yang sudah disediakan. Acara di mulai dengan Abi yang mengisi dakwah baru setelahnya Ali. Banyak yang menatap kagum ke arah Ali, apalagi materi yang Ali sampaikan sangat jelas dan membuat mereka mengerti, cara Ali menyampaikan sangat mudah dimengerti.

"Itulah yang bisa saya sampaikan, semoga dapat bermanfaat bagi kita semuanya, assalamualaikum."

"Waalaikumsalam."

Setelahnya mereka di jamu oleh makanan yang mengundang selera. Namun saat makan mereka didatangi seorang laki-laki paruh baya juga seorang gadis.

"Abi."

"Loh putra apa kabar?" Keduanya berpelukan sebentar.

"Baik alhamdulillah, susah banget nemuin lo."

"Apa sih lebay banget."

"Oh iya kenalin ini anak gue, Naira namanya." Putra memperkenalkan putrinya yang bernama Naira, perempuan bahkan menatap Ali penuh minat membuat Ali risih.

"Oh hai Naira, ini kenalin anak om nanya Ali."

"Halo Om, halo Ali." Ia menjulurkan tangan ke arah Ali namun Ali tak membalasnya ia hanya menangkup tangannya di depan dada.

"Hm."

"Eh jadi gimana nih soalnya janji kita yang mau jodohin anak anak kita pas udah besar." Ujar Putra membuat Ali kaget sedangkan Naira tersenyum senang.

Abi melirik Ali yang terlihat marah tangannya terkepal, "Hm itu kayak tergantung anak anak."

"Kamu Naira mau kan papa jodohin sama Ali?"

"Mau dong pa. Ali ganteng soalnya." Jawabnya malu-malu.

Dalam hati Ali berdecih ia tak suka di puji selain oleh Prilly.

"Nah Naira udah setuju, kamu gimana Ali?"

Ali menatap tajam putra, "Saya tidak berminat karena saya sudah memiliki calon istri yang jauh lebih baik dari anak anda. Saya permisi."

Ali berlalu begitu saja membuat putra kesal, "Anak lo ga ada sopan sopan nya, pokonya gue mau anak kita tetep jodoh."

"Maaf putra, gue ga bisa karena kebahagiaan anak gue lebih penting. Gue permisi."

Abi turut menyusul Ali yang sudah masuk ke dalam mobil, dilihatnya Ali yang memejamkan matanya, nafasnya tampak kencang Abi tau putranya sedang berusaha menahan amarahnya.

Abi mulai menjalankan mobilnya ia berusaha mengajak Ali bicara namun laki-laki itu tetap tidak membuka suaranya. Bahkan ketika sampai rumah pun ia langsung masuk ke dalam kamarnya tanpa peduli teriakan Abi dan Yulia.

***

Prilly menatap nanar pemandangan di depannya, pikirannya kembali melayang pada kejadian tadi. Dimana ia melihat Ali, Abi, dan dua orang yang ia kenalin sedang membicarakan perjodohan. Sesak rasanya sangat mendengar itu semua.

"Seperti kita emang ga bisa satu Li, tembok kita sangat tinggi. Dan akan bisa kita lewatin kecuali ada yang mengalah." Lirihnya.

"Kenapa sesakit ini mencintai kamu Li?"

Ia terisak, dadanya sangat sesak mengingat itu semua. Ia dan Ali tak akan bisa bersatu jika diantara tidak ada yang mengalah.

"Aku harus hapus perasaan aku sama kamu Li, kamu akan menjadi milik orang lain dan aku ga mau sakit karena itu. Pergi dari kamu sepertinya adalah pilihan yang tepat dan terbaik buat aku."

Prilly beranjak ia akan mengajak Alex untuk meninggalkan Jakarta. Ia akan mengajak Alex ke negara kelahirannya Rosa. Dan untuk restoran ia akan percayakan pada Siti, manager kesayangannya. Ia juga akan menyuruh Alex untuk memindahkan perusahaan pusat.

"Lex."

"Eh kak kenapa?"

"Kita pergi yuk dari Indonesia kakak bosen sama suasananya."

"Loh kok gitu, nanti restoran sama perusahaan gimana kak?"

"Kamu bisa pindahin perusahaan pusat kesana. Kalo kamu ga mau ya udah biar kakak aja kesana."

"Oke Alex ikut, besok Alex urus semuanya."

"Makasih." Prilly memeluk Alex erat dan tanpa disadari ia mengeluarkan air mata, sesaat sebelum melepas pelukan, Prilly menghapus air matanya.

"Yaudah kakak mau rapihin barang barang dulu, kamu juga ya. Besok kita berangkat pagi, kakak bakal pesen tiket sekarang."

"Iya kak."

Prilly pun ke kamarnya, ia memesan dua tiket pesawat dan juga membeli sebuah rumah disana. Setelah mendapatkannya ia langsung membereskan pakaian dan juga barang-barang yang ia perlukan saja.

Ia berharap dengan perginya, ia bisa melupakan Ali, laki-laki pertama yang ia cintai.

"Aku harap kamu bahagia sama dia Li." Lirihnya.

***
Gimana part ini?
Jangan lupa vote dan comment!!

Salam Dilan...

Sujud BersamakuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang