Dua lima

857 130 9
                                    

Prilly dan Alex kini mencari gedung kosong untuk restorannya. Untuk masalah chef ia sudah mengontrak salah satu chef dari Indonesia. Keduanya mencari lokasi yang strategis agar restorannya bisa terkenal dan juga berkembang nantinya.

Keduanya menggunakan mobil mengelilingi kota London. Matanya fokus menatap gedung-gedung yang ada, agar tidak terlewat begitu saja. Hingga keduanya menemukan gedung kosong di daerah yang sangat strategis.

Mereka turun dan segera menghubungi pihak pengelola. Setelah berkabar dan janjian pukul tiga sore, keduanya pergi ke cafe terdekat untuk menunggu.

"Mau pesen apa?"

"Aku sama aja sama kakak."

Prilly mengangguk, ia memangil pelayan dan menyebutkan pesanannya. Alex sendiri sibuk memperhatikan sekitarnya hingga matanya menangkap sosok perempuan berhijab sedang di bully, dengan cepat ia menghampiri dan melindungi perempuan itu.

"Siapa anda, jangan ikut campur urusan kami." Ujar bule itu.

"Saya suaminya, mau apa anda!"

Bule itu segera pergi begitu mendengar pengakuan Alex, kini ia beralih menatap perempuan itu, "Gapapa mbak?"

"Gapapa makasih udah nolongin aku."

"Iya sama-sama. Kamu sendiri?"

"Iya."

"Yaudah gabung aja sama gue sama kakak gue juga."

"Ga usah, ga mau ngerepotin."

"Udah gapapa, emang mau di gangguin lagi?" Perempuan itu menggeleng.

"Nah yaudah ayo."

Perempuan itu mengikuti langkah Alex menuju meja Prilly, "Darimana sih?"

"Ini tadi nolongin cewek ini, tadi ganggu bule."

"Halo kak saya Annisa."

"Oh hai Nisa."

"Maaf ya kak kalo aku ganggu."

"Ih gapapa santai aja, duduk sini."

Keduanya pun akrab dengan Alex yang diam-diam menatap kagum pada Annisa. Namun ia sadar keduanya terhalang tembok yang sangat besar.

Makanan mereka pun sampai, ketiganya mulai menikmati makanan masing-masing. Tidak ada perbincangan, fokus pada makanan saja.

"Alhamdulillah." Ujar Annisa.

Mereka kembali berbincang terlebih Prilly dan Annisa menjadi sangat akrab karena banyak kesamaan. Alex tersenyum melihat senyum manis perempuan di depannya itu.

Setelahnya mereka pun terpisah, Annisa pulang ke apartemennya dan Prilly juga Alex menemui pihak pengelola gedung.

"Jadi berapa harga sewanya Pak?"

"Satu bulan dua puluh juta."

"Yaudah saya sewa dua tahun ya."

"Oke kak, mau transfer atau cash?"

"Saya transfer aja."

Orang itu menyebutkan nomor rekening, Prilly segera membayarnya, "Ini udah ya Pak."

"Baik terimakasih."

Keduanya saling menandatangani kontrak kesepakatan.

Setelahnya keduanya pulang, besok baru akan mulai menata gedung dan juga mencari karyawan.

Dalam perjalanan pulang, lagi-lagi Ali muncul di benaknya membuat ia menghela nafasnya.

"Kenapa lagi lagi aku mikirin kamu sih?"

"Kenapa selalu hadir?"

"Kenapa sesusah ini mencintai dan melupakan kamu Li?"

"Pasti kamu udah bahagianya sama istri kamu. Cuma aku yang berjuang dulu dan sekarang aku menyerah Li."

"Bahagia selalu ya."

Prilly menghela nafasnya, itu menarik perhatian Alex, "Kenapa kak?"

"Gapapa."

Alex hanya mengangguk berusaha percaya dengan ucapan Prilly. Ia jadi tersenyum sendiri ketika mengingat sosok perempuan cantik bernama Annisa itu, ah kenapa jantungnya berdetak kencang, apa ia jatuh cinta pada perempuan cantik itu?

"Aaa Annisa." Batinnya menjerit senang.

Keduanya pun sampai di rumah. Prilly segera ke kamarnya dan mengistirahatkan tubuhnya.

***

Ali mendudukan dirinya di kursi ruangannya, pikirannya tertuju pada Prilly yang meninggalkannya. Yang ia pikirkan kenapa Prilly tak mengabarinya, ia jadi kepikiran apa ia punya salah pada Prilly hingga gadis itu meninggalkannya.

"Permisi Ustadz."

"Ya masuk."

"Ini ustadz saya ingin mengantarkan menu kolaborasi dengan restoran Alsa."

Ali memandang sendu makanan di hadapannya, ini resep keduanya. Ali mulai mencobanya, "Gimana Pak?"

"Enak banget."

"Jadi ini akan launching kapan ustadz?"

"Secepatnya, hubungi pihak Alsa buat bahas ini." Ujar Ali.

"Baik ustadz, kalo gitu saya permisi."

Ali mengangguk, ia memandangi ponsel miliknya yang menampilkan foto Prilly.

"Kamu pergi kemana? Aku kangen Pril."

"Astaghfirullah, kenapa rumit seperti ini?"

"Ya Allah permudahkan lah segala urusan hamba."

Ali beranjak dari kursinya, ia keluar dari ruangannya, ia akan menjemput Syifa di kampus. Syifa juga sedih mendengar Prilly pergi meninggalkan Indonesia, tak ada lagi sosok sahabat yang menyayanginya.

Ali melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang, ia tak ingin hal yang buruk terjadi. Begitu sampai ia melihat sosok Syifa yang sudah menunggunya di lobby.

"Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam, gimana kuliahnya?"

"Alhamdulillah lancar bang."

"Alhamdulillah. Yaudah mau langsung pulang atau mau kemana dulu kamu?"

"Cafe yuk bang, ada cafe baru deket sini."

"Yaudah, arahin aja jalannya."

Ali menjalankan mobilnya dengan Syifa yang mengarahkan jalan menuju cafe baru tersebut. Sesampainya disana suasana cafe sangat ramai, keduanya pun masuk dan memilih di lantai atas.

"Abang mau pesen apa?"

"Samain kayak kamu aja."

"Yaudah Syifa pesen dulu."

"Bayar pake ini."

"Oke makasih bang."

Syifa turun memesan makanan, Ali memainkan ponselnya. Hingga beberapa perempuan menghampirinya.

"Hai kak boleh minta foto bareng?"

"Maaf tidak bisa." Jawab Ali dingin. Iya sangat tak suka diganggu seperti ini.

Perempuan itu malu dan segera berlalu, Ali tak peduli ia tetap fokus pada ponselnya. Tak lama Syifa datang dengan makanannya.

"Ini bang."

"Makasih dek."

Keduanya pun menyantap makanan yang mereka pesan. Rasanya lumayan enak, ya enak namun tak ada yang spesial.

Selesai makan mereka pun pulang dan Ali kembali ke restoran mengurus kerjasamanya dengan restoran milik Prilly itu.

***
Hai gimana part ini
Maaf banget baru update, karena sibuk banget.
Jangan lupa vote dan comment!!!
Yang banyak biar bisa update lagi!

Salam Dilan...

Sujud BersamakuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang