Lima belas

858 134 26
                                    

Ali berzikir di dalam mobil, ia sedang dalam perjalanan menuju kota Bandung untuk dakwah di salah satu masjid disana. Ia mendapatkan undangan dari salah satu jama'ah nya.

Ali memikirkan Prilly, sahabat adiknya yang sesungguhnya sangat cantik. Syifa bercerita jika Papi dari gadis itu sakit leukimia, ia turut berduka mendengarnya, ingin sekali menguatkan gadis itu namun ia gengsi. Apalagi dirinya dari awal ketus pada gadis itu.

"Maaf tuan sudah sampai." Ujar Anto menyadarkan Ali.

"Ah iya makasih Pak."

Ali segera menepis Prilly dari pikirannya, ia merapikan pakaian dan juga rambutnya. Setelah rapi ia turun dari mobil dan masuk ke dalam masjid, dirinya sudah ditunggu oleh Doni orang yang mengundangnya.

"Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam ustadz Ali."

"Ali saja pak."

"Ga enak saya ustadz."

"Bapak lebih tua dari saya, saya jadi tidak enak."

"Tidak apa pak, oh iya ayo ustadz masuk. Ustadz bilang langsung mulai."

"Baik Pak."

Kehadiran Ali disambut baik oleh para jama'ah yang ada, terlebih kaum perempuan yang menatap kagum ke arahnya. Ali tak menatap mereka karena juga menjaga pandangannya.

"Assalamualaikum semua, saya Ali akan menyampaikan pentingnya kita menjaga pandangan dari zinah."

Ali begitu detail menjelaskannya membuat semua orang mengerti akan materi yang Ali sampaikan. Setelahnya ia diajak makan oleh Doni begitupun dengan Anto. Mereka makan bersama di pendopo masjid.

Selesai makan masih banyak yang bertanya pada Ali tentang hal-hal yang belum mereka ketahui dan Ali dengan senang hati menjawabnya. Hingga kini tiba waktunya Ali untuk pulang.

"Baik bapak semua, saya pamit ya. Terimakasih buat jamuannya."

"Terimakasih kembali ustadz. Ini ustadz Ali langsung kembali ke Jakarta?"

"Saya menginap di hotel pak."

"Ah tau begitu ustadz Ali bisa menginap di rumah saya."

"Tidak usah pak."

"Saya punya anak perempuan ustadz, kali aja ustadz jatuh hati sama anak saya." Ali menghela nafasnya lagi lagi ada pernyataan seperti ini, ia sangat tak suka.

"Maaf Pak saya sudah mempunyai calon istri." Mendengar itu semuanya terkejut, mereka pikir ustadz Ali masih sendiri.

"Saya pikir ustadz masih sendiri."

"Saya melakukan ta'aruf pada calon istri saya, dan tak ingin memberitahukan sebelum halal."

"Kalo gitu saya pamit, assalamualaikum."

"Waalaikumsalam."

Ali berlalu, ia masuk ke dalam mobil dan menghela nafas lega. Ia sangat malas jika di layangkan pernyataan tersebut. Kenapa orang-orang seolah-olah menyodorkan putri mereka padanya?

"Kita ke hotel Pak."

"Baik tuan."

Ali pun memilih memejamkan matanya, ia ingin istirahat sebentar. Tubuhnya sangat capek setelah perjalanan panjang dari Jakarta tadi.

Begitu sampai hotel Ali langsung ke kamarnya. Ia ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya yang sangat lengket, hanya beberapa menit ia pun selesai. Merebahkan tubuhnya di atas ranjang, matanya menatap langit-langit kamar.

"Kenapa jadi suka mikirin dia, apa gue suka ya?" Tanyanya.

"Setiap mau ngelupain pasti dia suka nongol gitu aja."

"Aa sudahlah."

Ali memejamkan matanya namun tak lama terdengar deringan ponselnya membuat ia meraihnya.

"Assalamualaikum Abang hiks."

"Waalaikumsalam, kamu kenapa dek?" Ali sampai bangun dari tidurnya.

"Prilly tadi ngabarin Papinya meninggal bang."

"Innalilahi wa innailaihi rojiun. Yaudah Abang pulang sekarang ya."

"Iya cepetan."

"Iya sayang."

Sambungan terputus, Ali bangku dari ranjang, kembali memakai pakaian rapi dan keluar meminta Anto memanaskan mobil. Dan Ali pun pulang saat itu juga.

***

Tangis Prilly pecah begitu sampai di rumah, di mana banyak orang yang memakai pakaian serba hitam dan juga bendera kuning.

"Kak." Suara Alex membuatnya mendongak.

Alex memeluk erat kakaknya itu, mengusap lembut punggung Prilly, "Hiks Papi udah ga ada kak."

"Papi kenapa ninggalin kita."

"Kenapa Papi ninggalin Prilly, Prilly baru aja balik Pi."

"Udah ya kak jangan nangis nanti Papi ga tenang."

Prilly mengangguk ia mengusap air matanya dan berjalan mendekati tubuh kaku Altaf.

"Halo Pi, ini Prilly. Papi udah ga sakit lagi ya? Papi udah ketemu Mami?"

"Pasti udah ya makanya Papi tinggalin aku sama Alex."

"Prilly ikhlas Pi."

"Prilly yakin Tuhan udah takdirin ini semua."

"Prilly bakal jagain Alex, Papi yang tenang ya. Salam buat Mami."

Prilly menjauh ia menelpon Syifa dan menceritakannya, begitu sambungan terputus Prilly kembali menangis. Syifa akan datang bersama keluarganya untuk melayat sang Papi sore nanti.

Besok pagi Altaf baru di kebumikan. Sorenya banyak kerabat yang datang, dari keluarga Papi maupun Maminya. Alex dengan setia menemani Altaf, Prilly duduk tak jauh dari peti jenazah.

Tak lama ia melihat Syifa, Ali dan kedua orang tuanya datang. Prilly yakin setelah ini harapannya untuk mendapatkan Ali musnah. Orang tua Ali pasti tidak akan merestuinya karena mengetahui bahwa ia dan Ali memang tidak bisa bersatu. Iya Prilly beda keyakinan, Prilly beragama protestan.

"Pril."

"Syifa."

Prilly memeluk Syifa, tangisnya pecah. Syifa mengusap lembut punggung Prilly menenangkan gadis itu, "Yang sabar ya Pril, aku yakin Papi kamu udah sehat disana. Dia udah bertemu Mami kamu."

"Iya makasih fa udah dateng."

Keduanya melepaskan pelukannya, Prilly mengalihkan pandangannya pada Yulia dan Abi.

"Kami turut berduka cita ya Prilly."

"Makasih Om, Tante." Prilly menyalami tangan Yulia.

"Yang kuat ya." Ujar Abi. Prilly mengangguk. Matanya beralih menatap Ali yang membuang pandangannya.

"Saya turut berduka." Ujar Ali dingin.

"Makasih bang Ali." Lirih Prilly.

Setelahnya keluarga Syifa pun pulang. Ali di dalam mobil hanya diam, pikirannya melayang pada sosok Prilly. Jadi ia beda keyakinan, kenapa disaat ia sudah tertarik pada gadis itu fakta ini terkuak? Ali memejamkan matanya, ia tak tau harus gimana lagi.

Syifa juga terkejut mengetahui hal ini, pantas saja Prilly tak pernah membalas salamnya begitupun saat ia ajak sholat pasti ada saja alasannya. Bersahabat sejak awal kuliah ia baru mengetahui sekarang, jujur ia tak masalah mereka berbeda keyakinan namun yang menjadi masalah adalah sahabatnya itu menyukai Abangnya dan mereka tidak dapat bersatu.

***
Gimana part ini?
Jangan lupa vote dan comment!!!
Lancar ya puasanya!

Salam Dilan...

Sujud BersamakuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang