Enam belas

848 142 14
                                    

Pagi ini jenazah Altaf akan dikebumikan di salah satu TPU terdekat dari rumahnya. Sesuai permintaan Altaf kala itu, ia ingin dikebumikan disamping makam Rosa istrinya.

Prilly berdiri di samping Alex, peti sang Papi lagi diturunkan. Syifa dan keluarganya turut menghadiri pemakaman Altaf walaupun mereka tidak begitu akrab dengan Altaf namun sesama manusia harus saling menghargai terlebih Prilly sahabat putri mereka.

Ali memandang Prilly kosong, ia sudah tak bisa menahan perasaannya lagi terhadap gadis itu namun ia juga menyadari jika dirinya dan Prilly tak bisa bersatu. Abi juga pasti tidak akan merestui mereka.

Begitu selesai tubuh Prilly ambruk ia tersungkur di atas makam Altaf membuatnya yang lain panik, Alex segera mengangkat tubuh Prilly dan membawanya ke mobil, Syifa dan Ali yang panik juga ikut menghampiri. Abi dan Yulia memilih untuk berdoa terlebih dahulu.

"Kak bangun." Ujar Alex sambil terus mengoleskan minyak kayu putih pada hidung mancung Prilly.

"Prilly belum bangun juga?" Tanya Syifa begitu tiba di samping Prilly.

"Belum kak."

Syifa menepuk pelan pipi Prilly, "Pril bangun."

"Pril."

"Prilly, nanti bang Ali nikah sama yang lain loh." Ujar Syifa membuat Ali dan Alex terkejut.

Baru Ali akan protes suara leguhan dari Prilly mengalihkan pandangan mereka, "aw sakit." Rintih Prilly.

"Kak." Alex membantu Prilly bersandar di kursi.

"Papi Lex."

"Papi udah tenang kak, ikhlasin."

"Gue udah jahat banget Papi Lex hiks."

"Udah kak jangan nangis, bukan salah lo ini udah takdir kak."

Ali memandang Prilly tajam, ingin sekali ia menghapus air mata gadis itu namun ia sadar tidak boleh bersentuhan dengan lawan jenis.

"Pril."

"Syifa." Prilly memeluk Syifa, ia menangis di pelukan sahabatnya mengadu akan nasibnya yang kini hanya hidup bersama dengan adiknya.

"Sekarang gue cuma berdua Fa. Papi ninggalin gue sama Alex."

"Papi kamu udah bahagia disana, kamu ga boleh nangis lagi ya. Aku yakin kamu sama Alex bisa laluin semuanya."

"Jangan nangis lagi ya." Prilly mengangguk dan melepaskan pelukannya, ia juga menghapus air matanya.

Hingga ia kini menatap Ali yang juga menatapnya, jantung Prilly berdetak kencang baru kini Ali balas menatapnya, hal itu membuat Syifa menyenggol lengan Ali membuat laki-laki itu tersadar, "Astaghfirullah."

Prilly menundukkan kepalanya, menghela nafasnya ia harus menerima jika ia dan Ali tak akan pernah bersatu.

"Prilly."

Prilly mendongak, ternyata Yulia dan Abi menghampirinya, "Iya tante."

"Kalo ada apa apa bilang ke Tante sama Om ya. Jangan pernah sungkan sama kami." Yulia mengusap lembut rambut Prilly, ia sudah menganggap Prilly dan Alex seperti anaknya.

"Kalo mau kalian bisa tinggal di rumah sebelah kami." Ujar Abi.

"Makasih sebelumnya Om, Tante, Prilly menghargai kebaikan kalian, tapi Prilly sama Alex akan tetep tinggal di rumah." Lirihnya.

"Gapapa sayang, tapi ingat ya kalo ada apa apa bisa bilang Tante, Om, Syifa sama Ali."

"Iya Tante makasih."

"Yaudah sekarang pulang yuk, kamu istirahat di rumah. Alex jagain kakaknya."

"Iya tan." Jawab Alex.

Mereka pun berpisah dan ke rumah masing-masing. Di dalam mobil Prilly hanya diam menatap luar jendela, membiarkan Alex membawa mobilnya.

***

Besok nya Prilly tetap masuk kuliah begitupun dengan Alex yang memang sudah memasuki semester kedua namun ia beda kampus dengan Prilly.

Banyak yang mengucapkan turut berduka padanya namun ia hanya memberi respon senyuman tipisnya. Prilly berjalan memasuki kelas disana sudah ada Syifa ia pun duduk disamping Syifa.

"Assalamualaikum Pril."

"Hm."

Prilly menenggelamkan wajahnya di atas meja, ia sangat mengantuk sejak kemarin tidak tidur. Syifa yang mengerti pun mengusap rambut Prilly membuat gadis itu semakin terlelap.

Tak lama dosen masuk dan melihat Prilly yang tertidur saat akan dibangunkan Syifa menjelaskan jika Prilly mengantuk karena baru saja ditinggal sang ayah membuat dosen mengerti.

Selama mata kuliah ini Prilly tertidur, ia benar-benar mengantuk, tubuhnya juga sangat lelah membuatnya begitu nyenyak. Hingga kelas hari ini selesai, Syifa membangunkan Prilly untuk mengajaknya makan siang.

"Pril."

"Hm."

"Bangun, udah selesai pelajarannya, sekarang istirahat. Kita ke kantin yuk."

"Hm."

Prilly menegakkan tubuhnya dan Syifa tersenyum, "Yuk kamu juga harus isi perut kamu."

Keduanya pun menuju kantin. Dan segera memesan makan.

Dilain tempat Ali berdecak karena tidak fokus pada kerjaannya. Selain menyampaikan kajian Ali juga seorang pengusaha, ia memiliki restoran yang sudah tersebar di beberapa kota.

"Astaghfirullah kenapa ga bisa fokus sih." Gumam Ali. Ia benar-benar tak menyangka pengaruh Prilly berdampak sebesar ini. Pikirannya melayang pada pembicaranya dengan Abi dan Yulia.

"Abi, Umi, Ali mau tanya boleh?"

"Boleh kamu mau nanya apa?"

"Kalo misalkan Ali cinta sama orang yang berbeda keyakinan gimana bi?"

"Abi ngerti perasaan itu ga bisa kita kontrol, tapi Abi harap kamu tidak mengambilnya dari Tuhan-Nya."

"Iya Abi, tapi jika dia yang memutuskan untuk mengikuti agama Ali?"

"Ya kalo begitu Alhamdulillah. Lagian nya kamu kenapa nanyain begini, kamu lagi suka sama perempuan beda agama dengan kita?"

Dengan ragu Ali mengangguk pelan, Abi menghela nafasnya, "Abi tau cinta ga bisa kita tentuin gitu aja tapi jika memang dia itu jodoh kamu, Allah SWT akan memberikan jalan."

Mengigat perkataan sang Abi, Ali mengerti jika ia dan Prilly memang berjodoh pasti Allah SWT akan menunjukkan jalannya untuk mencapainya walaupun harus melewati beberapa cobaan. Namun ia tak menyerah, ia harus berjuang.

***
Gimana part ini?
Jangan lupa vote dan comment!;
Lancar ya puasanya!

Salam Dilan...

Sujud BersamakuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang