Dua empat

922 135 10
                                    

Pagi-pagi sekali mereka sudah siap untuk berangkat ke bandara. Prilly dengan satu koper dan juga tas selempang miliknya, Alex hanya satu koper saja. Mereka pergi menggunakan taksi dan masalah rumah sudah ia titipkan juga pada orang kepercayaan Altaf.

Dalam perjalanan ia menatap luar jendela, pikirannya kembali melayang pada kejadian kemarin. Ia akan rindu dengan Syifa nanti, bahkan tak berpamitan pada sahabatnya itu. Ia juga sudah membuang nomor teleponnya, dan akan ia ganti dengan nomor negara sana.

Setelah sejam lebih mereka pun sampai di bandara, keduanya langsung melakukan check-in dan menuju gate penerbangan menuju London. Yap, kota kelahiran sang Mami.

Setelah menunggu mereka naik ke dalam kabin pesawat. Prilly membeli tiket bisnis class agar ia nyaman, dan ia memilih di dekat jendela.

Begitu pesawat sudah lepas landas tak lama dari itu para pramugari menawarkan sarapan, Prilly pun yang memesan salad buah, sandwich dan jus apel. Selesai makan ia pun memilih untuk tidur.

***

Disisi lain, Ali masih saja menunggu balasan pesan dari Prilly. Sejak kemarin gadis itu belum juga membalasnya. Ali jadi khawatir dengannya. Siang nanti ia putuskan untuk ke restoran Prilly menemuinya langsung.

Ali sudah rapi dengan pakaiannya, ia turun ke bawah dan sarapan bersama yang lain.

"Pagi."

"Pagi Abang."

"Nanti kamu bareng Abang atau Abi?"

"Sama Abang aja."

"Yaudah."

Selesai sarapan keduanya pun berangkat menggunakan mobil Ali. Di dalam mobil Ali pun membuka pembicaraan tentang Prilly.

"Dek."

"Kenapa bang?"

"Prilly ada ngabarin kamu ga?"

"Ga ada, kenapa emang?"

"Pesan Abang belum di bales dari kemarin."

"Sibuk kali bang, tau sendiri kan sekarang dia ngurus restoran Alsa."

"Iya sih, tapi biasanya tetep bisa ngabarin."

"Ya udah pikir yang baik baik aja bang."

Ali menghela nafas dan mengangguk. Ia pun mencoba berpikir positif jika gadisnya itu sedang sibuk dengan urusan restoran. Mereka pun sampai di lobby kampus.

"Adek kuliah dulu ya bang."

"Iya, belajar yang bener."

"Pasti bang. Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam."

Sebelum turun Syifa mengecup pipi Ali dan Ali membalas di keningnya. Ali kembali melanjutkan perjalanan menuju restoran Prilly, ia harus segera menemui gadisnya itu.

Menempuh perjalanan yang panjang mobil Ali terparkir di halaman restoran. Ia turun dan masuk ke dalam, disambut oleh pelayan.

"Selamat datang."

"Assalamualaikum, Siti nya ada?

"Siapa ya? Mbak Siti nya lagi di ruangannya."

"Tolong bilangin ada saya, Ali."

"Oh iya silakan duduk dulu."

Ali duduk di kursinya yang ada hingga tak lama datanglah Siti.

"Assalamualaikum ustadz Ali."

"Waalaikumsalam."

"Ada apa ya ustadz?"

"Prilly kemarin dateng?"

"Loh ustadz belum tau?"

"Tau apa?" Ali balik bertanya.

"Mbak Prilly sama Den Alex pergi ke luar negeri."

Ali terkejut mendengarnya, "Apa? Jangan bercanda Siti."

"Saya ga bercanda. Mbak Prilly dan den Alex pergi ke luar negeri baru aja tadi pagi berangkat."

"Kemana?"

"Ga tau, mbak Prilly ga bilang."

"Baiklah makasih ya."

"Iya sama sama ustadz."

Siti berlalu tinggal Ali disana, ia diam. Kepalanya menunduk, tangannya terkepal, matanya yang sendu. Prilly nya pergi tanpa memberitahunya.

"Kenapa ninggalin aku Pril?"

"Kamu kemana?" Lirihnya.

Ali meremas tangannya sendiri, ia merasa sangat kehilangan Prilly. Perempuan yang ia cintai setelah Umi dan adiknya.

"Ya Allah kenapa cobaan untuk hamba semakin besar?"

Lamunannya terhenti ketika orang kepercayaan menelfon jika ada beberapa klien yang ingin bertemu dengannya untuk kerja sama.

Ali pun beranjak dan menuju restorannya sendiri. Kali ini ia singkirkan dulu tentang Prilly.

***

Begitu sampai di London, Prilly dan Alex di jemput oleh keponakan Maminya alias sepupunya.

"Kok balik lagi?"

"Bosen di Indonesia." Jawab Prilly. Alex menatap lekat matanya namun Prilly selalu mengalihkan pembicaraan.

Ketiganya dalam perjalanan menuju rumah keduanya yang baru Prilly beli semalam.

Beberapa menit kemudian mereka pun sampai, Alex menatap lekat pemandangan di depannya.

"Wah bagus kak."

"Bagus deh kalo lo suka.,"

Mereka pun masuk dan duduk di ruangan tengah. Melihat wajah Xavier membuatnya mengingat Ali.

"Kenapa susah banget lepasin kamu?" Batinnya.

Kalo sudah cinta memang begini, baru beberapa jam ia pergi namun hatinya rindu degan cintannya.

"Rindu kamu Li."

Xavier pamit ketika melihat Prilly yang begitu lesu. Membiarkan kedua sahabatnya ini mengatur nafasnya.

Prilly menempati kamar utama, dan ia mengambil duduk di tepi ranjang. Pikirannya kembali melayang pada perjodohan Ali dengan perempuan lain.

"Apa yang harus ku lakukan ya Tuhan?" Panjatnya.

Jauh saja kalah apalagi dekat. Namun ia memilih untuk tidak memikirkannya lagi.

"Lo harus lupain Ali Pril, ayo semangat."

Prilly pun membersihkan tubuhnya dan mengganti pakaiannya. Selesai mandi, Prilly langsung tidur, hari juga sudah malam.

***
Gimana part ini?
Jangan lupa vote dan comment!!
Udah bolos berapa nih puasanya?

Salam Dilan...

Sujud BersamakuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang