16. PERHATIAN BERLEBIH

145 10 0
                                    

Sudah siap menjelajah ruang friendzone?

"Mengapa kau membuat aku bingung, dengan perlakuan mu yang seolah menyuruhku untuk kembali maju, padahal niat mundur sudah tersusun."

«selamat membaca»

Selimut tebal itu ditarik kembali saat dirasanya hawa dingin mampu menembus kain bajunya. Menarik selimut itu sampai di atas kepala, gadis dengan keringat yang membasahi sekujur tubuhnya itu menggigil pelan.

Sinar matahari mencoba memasuki celah-celah jendela dengan tirai yang sedikit terbuka itu, mencoba membangunkan si pemilik kamar agar terbangun karena jam sudah menunjukkan hampir pukul tujuh pagi.

Tok tok tok

"Non!"

"Sarapan dulu, bi Inem udah siapin di meja makan." Wanita paruh baya dengan sebuah kebaya yang selalu dikenakannya itu menatap heran pintu kamar di depannya, jarang sekali putri majikannya itu tidak kunjung turun padahal sudah hampir telat untuk berangkat ke sekolah.

Tok tok tok

Bi Inem mulai penasaran apa yang tengah dilakukan Kanara di dalam sana, ia akhirnya memutar knop pintu yang syukurlah tidak di kunci. Pemandangan pertama yang dilihatnya ialah Kanara masih ber-gelung dalam selimut dengan keadaan wajah yang sudah pucat pasi juga bibir yang ikut bergetar pelan.

"Ya Allah...non, non rara." Bi Inem menyentuh dahi Kanara, wanita berumur lima puluhan itu sontak khawatir karena suhu tubuh gadis itu sangat panas dan Kanara tidak merespon. "Bentar bibi panggil nyonya dulu."

Dengan segera Bi Inem keluar kamar dan menuju ke meja makan, semoga saja Rina belum berangkat ke butik. Setelah sampai di meja makan, majikannya sudah tidak ada. Wanita paruh baya itu langsung berlari menuju ruang tamu dan seketika bernafas lega saat melihat Rina masih duduk di ruang tamu.

"Bu Rina"

Wanita berpenampilan elegan itu menatap Bi Inem dengan tanda tanya. "Kenapa bi?"

"Anu itu...non Rara sakit"

Rina sontak berdiri dari duduknya dan bertanya, "sakit?"

"Iya, badannya panas sama menggigil"

"Bentar saya telfon dokter farhan dulu, bibi ke kamar Rara aja." Rina langsung mencari kontak dokter keluarga mereka dan menelfon nya.

Tersambung

"Kanara sakit demam, jadi bisa ke rumah sekarang dok?"

&

"Nay!"

Kanaya menoleh, melihat Reynald berjalan ke arahnya.

"Lo berangkat sama siapa?" tanya Reynald setelah mendudukkan tubuhnya di atas bangku Kanaya. "Sorry gue gak bisa barengin lo tadi, soalnya pelatih nyuruh gue kerumahnya buat ambil barang."

Kanaya memukul punggung Reynald keras hingga membuat cowok dengan permen karet di mulutnya itu mengaduh. "Turun! Gak sopan banget!"

"Santai, Nay. Sakit banget nih," ucap Reynald sembari mengelus punggungnya.

"Lebay!"

KANARA [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang