Sudah siap menjelajah ruang friendzone?
"Sekali lagi, apakah aku yang harus mengerti? Mengapa tidak mereka?"
«selamat membaca»
Suara denting garpu dan sendok yang bergesekan itu terdengar bersahutan di ruang makan keluarga Kanara, aroma khas makanan jawa tercium di indera penciuman setiap manusia yang berada di ruangan itu. Mereka memakan masakan bi Inem dengan nyaman, serta kedatangan seorang gadis dengan cardigan warna ungu yang membaluti seragam sekolahnya itu menambah nafsu makan Fajar dan Rina.
"Nay, kamu sudah umur berapa sekarang?" tanya Fajar, laki-laki paruh baya dengan setelan jas hitamnya itu sesekali bertanya tentang kehidupan Kanaya.
Sebab, keponakannya itu hanya hidup dengan seorang kakak laki-laki, tidak didampingi oleh orang tua selama hampir sembilan tahun. Hal tersebut membuat Fajar dan Rina menganggap Kanaya dan Alvino sebagai anak mereka sendiri. Jika tidak mereka, siapa lagi?
"Umur tujuh belas," jawab Kanaya
"Udah gede, makanya udah berani pacaran." Fajar berujar seraya meminum air putih.
Rina tersenyum menatap Kanaya. "Yang langgeng ya sama Reynald, tante seneng kamu jadian sama Rey, anaknya baik, sopan, dan...ganteng pastinya."
Kanaya terkekeh pelan. "Tapi banyak saingannya, tan."
"Lah ya biarin, kan kamu udah official sama dia, biarin aja jangan dipikirin. Reynald juga pasti lebih milih kamu, kamu nya cantik begini, pinter, baik, dan lain-lain. Bakal rugi kalo lepasin kamu dia mah." Rina menasehati Kanaya dan menghentikan acara makannya.
"Mama kaya anak muda aja." Fajar menimpali.
"Emang masih muda!" seru wanita paruh baya itu.
Kanaya tertawa pelan melihat interaksi kedua manusia di hadapannya, dan lanjut menikmati acara makannya yang tertunda.
Sedangkan seorang gadis yang hanya bisa mendengarkan tanpa bergabung itu sibuk memainkan sendok dan garpu, ternyata seperti ini ya obrolan dimeja makan bersama orang tua? Seharusnya Kanaya saja yang menjadi anak mereka, sangat terlihat harmonis tanpa adanya kerenggangan. Mungkin waktu melahirkan, Rani dan Rina salah mengambil bayi. Karena ia dan Kanaya lahir di waktu yang sama, seperti bayi kembar tapi beda rahim. Namanya pun dibuat hampir sama, berharap sifatnya juga sama, tetapi tentu saja berbeda.
Kanaya melihat sekilas jam tangannya yang sudah menunjukkan hampir pukul tujuh, ia lantas melihat ponselnya dan mengetikkan sesuatu di layar itu, memberikan balasan kepada Reynald yang sudah menunggunya di depan.
Kanaya beranjak setelah meminum segelas air putih. "Om, tan. Naya berangkat sekolah dulu, udah ditungguin Rey di depan."
"Kenapa gak suruh masuk aja si Reynald?" tanya Rina.
"Buru-buru tan katanya."
Fajar menyahut, "yaudah cepat berangkat, nanti telat."
Kanaya mengangguk dan segera memakai tas nya, lalu berjalan keluar rumah.
Berdiri dari duduknya dan membawa piring serta gelas menuju ke dapur, langkah Kanara sontak terhenti saat suara ayahnya terdengar menginterupsi.
KAMU SEDANG MEMBACA
KANARA [COMPLETED]
أدب المراهقين[Lihat sebelum hilang] [Hargai sebelum pergi] [Belum revisi] "Pernah gak sih suka sama temen sendiri?" _____ [ S E L E S A I ] Pada akhirnya, benar kata orang 'laki-laki dan perempuan tidak mungkin menjalin persahabatan, pasti salah satu diantaranya...