Episode Lima

1.9K 96 2
                                    

Follow dulu yuk akun author biar makin semangat, jangan lupavote dan komen sebanyak-banyaknya ya.

Happy Reading🤗
****

"Ayah, aku mau pergi ke pasar dulu ya sama Nurani."

Jingga sudah mempersiapkan dirinya, dia memang masih mengenakan celana panjang sebagai stelan bawah bajunya. Jujur saja, terlalu lama tinggal di kota membuat gaya hidupnya pun berbeda dari Nurani apalagi anaknya Pak Kades. Wanita itu memang tidak mempunyai satu pun gamis panjang yang longgar. Meski ada satu dress panjang, itu pun lekuk tubuhnya terlihat karena modelnya yang memang sengaja ketat. Mengenakan pakaian seperti itu rasanya percuma.

"Mau beli bahan-bahan buat buka puasa nanti ya, Neng?" tanya Sunandar, dia tengah mengenakan sarung yang kini dililit berawal dari bagian pinggangnya.

"Bukan, Yah. Tapi apa sekalian aja ya belanja di sana?" tanyanya.

"Emangnya niat kamu ke pasar mau beli apa di sana?" tanya ayahnya, dia mendudukkan dirinya di kursi.

"Mau beli baju gamis yang gede-gede, Yah." Jingga memperagakan baju kebesaran dengan kedua tangannya.

Sunandar tampak heran dengan putrinya, seingatnya dia selalu enggan mengenakan busana muslim. Akan tetapi, ramadhan kali ini dia banyak berubah.

"Tumben kamu kepengin beli baju kayak gitu. Biasanya juga celana levis sama baju blouse kan atau kemeja?" Sunandar memang tahu bagaimana putrinya. Dari bayi sampai sekarang dia yang selalu menyiapkan segala kebutuhan untuk Jingga sehingga dia tahu banyak apa yang diinginkan dan tidak diinginkan olehnya.

Dalam batinnya, Jingga berkata, "pengin dapatin imam tarawih, Yah."

Akan tetapi, ingatannya berputar dengan ucapan Vickry saat kajian. Jika aurat yang dipertontonkan bagi perempuan belum bersuami, maka semua dosanya ditanggung ayahnya. Dia tidak mau jika sang Ayah mendapatkan siksaan hanya karena kesalahan dirinya sendiri.

"Jingga ingin menjadi lebih baik dari sebelumnya, Yah." Dari pengucapannya dia sangat lirih nyaris tidak terdengar.

Hal itu membuat Sunandar terharu karena akhir-akhir ini ada perubahan dalam diri putrinya. Dia sangat bersyukur, mengingat pergaulannya yang sangat jauh dari ajaran agama, tapi setelah mengikuti salat tarawih meski pada awalnya karena dipaksa sang Ayah karena selama berada di kampung halaman dia tidak pernah melaksanakan ibadah, lalu putrinya juga mengikuti kajian seusai subuh. Ramadhan tahun ini membuat Sunandar bahagia, karena putrinya sudah banyak berubah.

"Ayah dengarnya senang lho, Nak. Apalagi kalau memang kamu ingin menetap di sini. Ayah harap jangan ke kota kembali. Lagipula Ayah juga di sini kesepian sendirian, sudah semakin tua juga. Emangnya kamu masih mau tinggalkan Ayah, Nak?" Jingga menatap sang Ayah dengan nanar.

Bukan karena soal materi yang menyebabkannya senang bekerja seolah mencintai dunia, tapi karena dirinya hanya ingin menyibukkan diri dengan banyak hal. Jingga seorang perempuan yang begitu ceria, tidak pernah sekali pun ayahnya melihat putrinya menitikkan air mata. Hanya saja dia mempunyai kisah kelam yang begitu abadi, kekal dalam bayangannya.

Sewaktu kecil, ayahnya membenci dia hingga tidak jarang memarahinya, meski hal sepele. Hanya saja, Sunandar tidak pernah sekali pun memberanikan diri untuk memukulnya, setiap kali pergerakannya hendak menyakiti putrinya, saat itu juga dirinya menangis lalu mendekap Jingga dengan penuh kehangatan.

Emosinya terkadang sulit untuk dikontrolnya, tapi dia tidak mau menyakiti hati putrinya. Semua yang dilakukannya itu bukan berarti dia membenci Jingga sepenuhnya, tapi semua itu karena emosi yang selama ini dipendam.

IMAM TARAWIH (Terbit✔️)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang