Episode Dua Puluh Sembilan

1.4K 83 7
                                    

Happy Reading 🥰 Follow ya, jangan lupa vote dan komen.

***
Aisyah berkunjung ke rumahnya Jingga, nyatanya perempuan pemilik mata teduh itu begitu nekat menemui calon istri dari lelaki yang pernah diharapkannya.

Kedatangan Aisyah itu tanpa diduga oleh Aisyah yang sedari tadi tengah menyirami tanamannya. Meski pun sudah beberapa hari lalu adalah hari raya, tapi dia tidak pernah melupakan tanaman di depan pekarangan rumahnya. Bagi Jingga, mereka tidak hanya membutuhkan cairan, tapi juga kasih sayang.

"Eh, Mbak?" ucap Jingga menyapa lebih dulu. Dahinya juga bahkan mengernyit, dia seolah tidak paham dengan kedatangannya yang secara tiba-tiba bahkan wanita di depannya pula tahu letak rumahnya. Dari mana dia tahu?

"Boleh saya bicara sama kamu?" tanyanya, lengkungan senyumannya tidak pudar dari raut wajahnya.

Jingga pikir dia masih berada di Rumah Sakit, karena selepas hari raya dia juga tidak lagi bertanya soal Aisyah pada Ustadz Vickry atau pula Umi Salamah.

Dia terlalu sakit hati jika harus membicarakan tentang Aisyah, maka dari itu Jingga pun memutuskan untuk tidak mengurusi segala hal tentang mereka. Wanita itu hanya membutuhkan ketenangan saja untuk saat ini. Akan tetapi, di hari ini dia bertemu dengan perempuan tersebut.

"Ayo duduk dulu, Mbak." Mana mungkin Jingga mengusirnya begitu saja, pada akhirnya pun dia mempersilakannya untuk duduk di sebuah kursi yang terbuat dari bale.

Di depan rumahnya Sunandar memang menyediakan dua kursi dari bale beserta dengan meja terbuat dari bahan yang sama.

"Jingga kira Mbak Aisyah belum pulang." Wajahnya cerah, seolah tidak ada apa-apa. Wanita itu berusaha untuk menenangkan dirinya meski pun terkadang ingatannya kembali pada hubungan calon suami dan perempuan di depannya. Rasanya begitu sangat sakit sekali.

"Alhamdulillah sudah, Jingga. Terima kasih banyak ya kamu sudah banyak membantuku."

Seulas senyuman tampak terlihat dari raut wajah Jingga. Dia berusaha untuk tetap tersenyum, meski rasanya begitu sulit.

"Sama-sama, Mbak. Sudah kewajiban kita juga sebagai sesama manusia harus saling membantu. Iya kan?" ucap Jingga yang diakhiri dengan kekehan pelan.

"Aku tahu rumahmu dari Vickry. Dia memberitahunya saat mengantarku pulang." Aisyah seolah tahu apa yang tengah dipikirkan Jingga mengetahui pengetahuannya letak rumahnya hingga dia datang untuk menemuinya.

Jingga menghela napas pelan begitu menanggapi ucapan dari Aisyah. Mendengar namanya saja berpengaruh pada tubuh Jingga yang kini seolah menegang di tempat. Wanita itu tidak tahu kenapa penyebabnya, mungkin karena ucapannya yang secara tiba-tiba saat dirinya tengah memikirkan beberapa persoalan.

"Ya, tentu saja dia tahu rumahku karena kami bertetangga." Dengan napas yang berat aku mencoba mengembuskan napas pelan. Hal ini memang sangat menyakitkan untuknya, tapi bagaimana pun juga Jingga harus bisa menenangkan dirinya meski hanya beberapa saat saja.

Entah kenapa rasanya ada hawa panas yang seolah membakar hatinya. Jingga sepertinya memang cemburu, entahlah. Tidak tahu harus mengatakan apa, yang jelas dia merasa tidak suka saat wanita di depannya berkata demikian.

Aisyah tersenyum, menyunggingkan bibirnya. "Ada waktu untuk aku bertanya banyak sama kamu, Jingga"

Tidak mungkin jika Jingga menolak, pada akhirnya pun dia mengangguk mengiyakan apa yang dipinta olehnya.

"Tentang apa, Mbak?" tanya Jingga akhirnya.

***
Vickry sedari tadi memandangi kebun milik ayahnya yang berdekatan dengan kepemilikan Sunandar.

IMAM TARAWIH (Terbit✔️)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang