Episode Empat Belas

1.4K 88 4
                                    

Happy Reading 🤗

***
Setelah melalui beberapa proses tahapan dalam pembuatan kolak untuk ta'jil juga makanan yang hendak disajikan saat berbuka. Berbagi ta'jil sembari berbuka itu memang sangat menyenangkan begitu penuturan dari Umi Salamah.

Keberadaan Diana yang jaraknya tidak begitu jauh dengan sosok Vickry membuat Jingga mendengus kesal. Dia tidak bisa menahan kecemburuannya itu, sehingga dengan tekad yang kuat perempuan itu mendekati mereka.

"Astaghfirullah malah berduaan." Jingga menggeleng pelan, sedari tadi dia membawa centong nasi hingga sampai sekarang belum terpakai.

Vickry pun segera bangkit dari duduknya begitu api yang sedari tadi diusahakannya untuk menyala sudah membara lagi.

"Bukannya berduaan, hanya saja kami saling membantu di saat kesulitan dalam mengerjakan sesuatunya." Suara itu berasal dari Diana, senyumannya tidak pernah pudar dari raut wajahnya. Anak Pak Kades itu selalu menebarkan pesonanya dengan seulas senyum yang manis.

Jingga memutar bola matanya dengan jengah, telinganya seolah tertutup rapat tidak menerima jawaban darinya. Dia hanya ingin berbincang dengan Vickry seorang, tapi begitu dia mengingat ucapan Umi Salamah jika dia harus menjadi seseorang yang lebih baik lagi jika memang ingin mendapatkan orang yang sangat baik menurut versinya sendiri, maka dia harus berubah.

Karena lelaki yang baik teruntuk perempuan baik, begitu pula sebaiknya.

Jingga berbalik ke arah Umi Salamah yang masih setia memotong umbi. Tampaknya wanita paruh baya itu terkejut karena kembali mendapati perempuan manis yang kini berada di hadapannya. Menyambar pisau, lalu membersihkan kulit umbi yang masih melekat.

"Biar sama Umi aja, Sayang. Kamu kan bantuin yang lain siapkan untuk berbuka."

Wanita itu merasa tidak tahan jika harus berada di antara mereka, dia berpikir lebih baik sama calon mertua. Jika tidak bisa mendekati anaknya, maka dekati orang tuanya. Misalkan ibunya, biar kelak diberikan lampu hijau.

Pada akhirnya pun Jingga kembali lagi ke tempat Vickry juga Diana dan beberapa orang yang lainnya.

"Kalau gitu kamu sama Jingga saja ya. Aku pamit keluar aja." Sepertinya Vickry merasa tidak enak hati jika harus membiarkan dirinya berada di sana. Dia tahu bagaimana perasaan keduanya, ada maksud lain padanya.

Maka dari itu, Vickry mencoba untuk menjauh dari keduanya. Dia hanya tidak ingin memberikan harapan yang semu karena perasaan kepada sesama manusia sama saja memilih kecewa. Dia sudah merasakannya, mempunyai rasa terhadap seorang wanita hingga pada akhirnya perasaan itu tidak terbalas. Bukan, tidak seperti itu. Lebih tepatnya, cintanya ditinggalkan begitu saja karena dia memilih yang lain. Vickry tidak pernah menyalahkan. Semua ini sudah menjadi garis takdirnya, dia memang bukan jodohnya.

"Lha enggak bisa gitu dong. Kamu pergi gitu aja karena ada aku kan?" tanya Jingga saat itu juga.

Bisa-bisanya dia seberani itu bertanya pada sosok Vickry. Tentu saja ustadz muda itu menggeleng pelan, dia tidak setuju dengan perkataannya Jingga.

"Kalau emang enggak terus kenapa pergi? Udah deh diam saja di sini." Jingga terus saja mencoba menahannya agar dia tetap berada di sana.

Namun, Vickry tidak menuruti apa yang sudah dipinta oleh gadis itu. Dia benar-benar hendak pergi begitu saja, bertepatan saat itu juga Jingga mengaduh begitu panci yang dipegang nyatanya masih panas.

Niatnya hendak membantu mereka untuk mempersiapkan nasinya, karena masih ada satu kali lagi untuk membuat nasi.

Hal itu pun membuat Vickry menoleh mendapati sosok Jingga yang tengah meniupkan telapak tangannya yang nyaris melepuh karena terkena panci panas yang pastinya masih suhunya belum kembali ke normal.

"Kenapa?" tanya Vickry, nada suaranya sangat datar seperti biasanya.

Jingga segera menunjukkan jarinya yang nyaris melepuh karena salah sendiri juga sebenarnya terlalu ceroboh. Putrinya Pak Kades yang juga mempunyai rasa pada sosok Vickry meremas centong nasi yang sedari tadi ada dalam genggamannya.

"Mau diam aja? Enggak mau ngobatin aku gitu?" tanya Jingga kesal. Dia segera bangkit keluar dari lingkup halaman belakang segera keluar rumahnya Pak haji.

Wanita itu menangis dalam diam sembari memandangi tangannya yang tampak memerah. Kalau semisalkan didiamkan terus, mungkin dampaknya akan terjadi pembengkakan di bagian tersebut.

Jingga menitikkan air mata pun bukan karena dia merasakan sakit dan perih yang mendera di bagian tangannya, tapi karena wanita itu tidak bisa menahan rasa sakit yang semakin hari makin terasa karena mencintai seseorang sendirian.

Sebuah kotak yang memiliki simbol kesehatan di atasnya berada di hadapan Jingga. Dia mengernyitkan dahinya kebingungan, dikarenakan penasaran siapa orang yang sudah memberinya kotak obat, kepalanya menengadah memandangi seseorang yang berada di sampingnya.

"Ngapain kamu di sini?" tanya Jingga ketus.

"Bukannya kamu mau aku obatin?" tanyanya, nadanya lempeng sekali. Padahal, jalan tol saja tidak begitu lurus, pasti selalu ada beloknya. Kalau ustadz muda itu beda lagi, seperti wajahnya saja datar kalau bertemu dengan Jingga beda lagi kalau berada di depan para jama'ah, senyumnya saja selalu menggoda jadi kepengin mengajaknya berumah tangga.

"Kalau ini aku rasa enggak perlu," ucap Jingga sembari menunjukkan tangannya. "Karena yang diperlukan itu di bagian ini." Wanita itu memegangi dadanya, dia seolah tengah memberitahu jika di sana ada luka menganga yang terasa sangat nyeri.

"Sudahi mengejar orang yang memang tidak mengharapkanmu, Jingga, dan berhenti menangisi orang yang tidak sama sekali melihatmu." Kalimat yang Vickry ucapan di hari itu sangat mengena di hati yang paling dalam bagi Jingga.

***

Maaf baru update karena Minggu kemarin cerita ini diplagiat sama orang. Makanya, sekarang aku udah enggak mau lagi update full di sosmed. Cuman di wattpad aja kali ya.

Gegara lama update ya karena itu kejadian kemarin. Udah aku tegur juga orangnya. Sakit hati parah!
Iya dong, cerita dapat mikir sendiri diambil orang semuanya pula. Dia salin seenaknya😭

IMAM TARAWIH (Terbit✔️)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang