Episode Tiga Belas

1.5K 95 3
                                    

Happy Reading 🤗

***

Masjid depan rumah Pak Haji tengah mengadakan keberkahan berbagi ta'jil, Jingga yang kala itu sedang cari perhatian ikut andil untuk membantu Umi Salamah mempersiapkan makanan yang nanti akan dibagikan bersama.

Memang, bukan hanya Umi saja yang mempersiapkannya karena beberapa orang yang merupakan tetangga deka turut diundang untuk membantunya.

Kalau soal Jingga, dia mengajukan dirinya terlebih dulu. Awal mulanya dia bertemu dengan Umi Salamah di sebuah tempat penjual umbi, mereka tentunya mendahului dengan saling sapa.

"Eh, Umi. Assalamualaikum." Kali ini Jingga mencoba untuk belajar membiasakan mengucapkan salam kepada siapa pun setiap kali membuka pembicaraan. Memang, tidak diwajibkan. Hanya saja dia ingin belajar untuk menjadi orang yang lebih baik dari sebelumnya. Mungkin, semuanya juga membutuhkan proses tidak langsung ada dampaknya. Dia hanya mengikuti dari jalan yang mudah saja, seperti salah satu contohnya mengucapkan salam juga menyapa dengan perlakuan yang baik dan sopan.

"Waalaikumsalam, Nak Jingga." Seperti biasanya dia mengembangkan senyuman.

Meski Jingga pernah merasa berkecil hati dan bertekad mundur untuk memenangkan hatinya, tapi pada akhirnya pula wanita itu memikirkannya kembali. Namanya juga cinta, tentu saja tidak akan pernah luput dari pengorbanan dan kesabaran.

"Umi banyak umbinya banyak banget. Untuk stok ya, Mi?" tanyaku membuatnya semakin mengembangkan senyumannya.

"Bukan, Nak Jingga. Umi akan membagikan ta'jil di hari ini pada setiap orang yang lewat di jalan depan masjid. Kebetulan masjid dekat rumahnya Abi Arsyad kan berada di samping jalan, makanya Umi berniat untuk membuat kolak." Hal itu membuat Jingga membuka mulutnya saking terpukau dengan keluarga si imam tarawih.

Andai saja dia menjadi anggota dari keluarga itu juga, mungkin saja Jingga sudah sangat sejahtera karena dia bisa merasakan ketenangan dalam diri mereka masing-masing. Selain rajin beribadah, nyatanya tidak pernah melupakan untuk bersedekah. Memberi kepada orang yang begitu membutuhkan.

"Berarti sepulang ini Umi akan segera menyiapkannya?" tanya Jingga memastikan.

Umi Salamah pun mengangguk mengiyakan membenarkan pertanyaan dari wanita di depannya. Hal itu membuat Jingga berkesempatan untuk menjalankan rencananya menuju lampu hijau dari pihak si imam tarawih.

"Bagaimana kalau Jingga membantu Umi dalam mempersiapkannya?" tanyanya berhati-hati. Hal itu membuat wanita yang mengenakan gamis panjang menjuntai tampaknya terdiam. "Itu pun kalau semisalkan Umi tidak keberatan dengan keberadaan Jingga. Kalau memang keberatan juga enggak apa-apa kok, Mi."

Bibirnya melengkung membentuk senyuman yang membuat siapa saja kagum padanya karena sosok Umi Salamah tidak pernah memudarkan senyumannya meski dalam keadaan apa pun.

"Boleh. Umi justru sangat senang jika ada banyak orang yang ingin membantu dalam hal kebaikan." Umi Salamah mengusap puncak kepala Jingga dengan lembut dan penuh cinta.

Hal itu membuat Jingga semakin keegeran. Dipikirnya, kondisi seperti ini sangat menguntungkannya untuk mendekatkan diri pada keluarga mereka.

***
Seperti yang sudah dikatakan Umi Salamah jika di siang hari dia akan mempersiapkan beberapa macam hal untuk acara pembagian ta'jil.

Dengan niat yang penuh Jingga melangkahkan kedua kakinya dengan semangat menuju ke rumah Pak Haji Arsyad yang selalu disapa Abi oleh keluarganya, kalau pun semisal nanti Jingga masuk ke dalam keluarga mereka dan tercatat di deretan Kartu Keluarga mungkin saja dia juga akan memanggilnya dengan sapaan yang lebih akrab terdengar.

Di rumahnya sudah ada banyak orang yang tengah membersihkan umbi juga beberapa macam bumbu lainnya.

"Assalamualaikum, semuanya." Wanita itu lebih dulu menyapa beberapa orang yang berada di sana. Bahkan dia juga melambaikan tangannya, dan hal itu hanya direspon dengan anggukan pelan.

"Sini, Nak Jingga." Umi Salamah memanggilnya, melambaikan tangannya agar wanita itu segera menghampirinya.

Tampaknya wanita paruh baya itu tengah membersihkan umbi yang masih tersimpan di dalam karung besar. Jingga baru saja hendak membantunya, tapi Umi justru segera menghentikannya.

"Aku bantu, Mi."

"Biarkan sama Umi dan ibu-ibu yang lainnya saja. Bagaimana jika kamu berkumpul dengan yang lainnya di bagian belakang halaman rumah, Nak? Kami juga mempersiapkan untuk makan bersama."

Jingga melongok ke arah belakang halaman beberapa saat, kebetulan pintunya memang dibuka meski hanya terlihat sebagian saja menampakkan pemandangan rerumputan hijau yang terlihat begitu terawat. Kedua matanya mengedarkan pandangan seolah tengah mencari seseorang. Benar saja, netranya begitu tajam dia terpaku pada seseorang yang tengah menyalakan api di depan kayu bakar. Nyatanya mereka masih menggunakan cara tradisional, mungkin agar lebih mempercepat pembuatannya.

Keberadaan Vickry membuat Jingga mengangguk setuju. Mengikuti saran dari Umi Salamah untuk membantu beberapa orang yang tengah mempersiapkan makanan untuk berbuka.

Jingga pun segera menghampiri mereka, tapi baru saja masuk ke dalam nyatanya Vickry tengah bersampingan dengan seorang wanita yang mengenakan gamis abaya berwarna abu tua.

Mereka memang berjarak hanya saja Jingga merasa jika dadanya terasa sesak begitu melihat keduanya saling berpandangan. Namun, kontak matanya kembali terputus yang diawali Vickry.

"Katanya kalau dua orang yang bukan muhrim itu artinya kedua orang tersebut masih haram. Tapi, kok bisa-bisanya saling pandang?" Pertanyaan Jingga membuat Vickry juga Diana menoleh ke arahnya.

Tentunya Vickry segera menundukkan pandangan, dan mengalihkannya pada panci yang masih berada di atas tungku api membara.

"Aww." Lelaki itu segera memandangi tangannya yang merasa kepanasan.

"Sakitnya biasa saja dibandingkan dengan rasa sakitku. Panasnya pula sementara berbeda dengan rasa panas yang kurasa." Jingga menatap Vickry dengan sinis, lalu dia segera menghampiri beberapa orang yang tengah mengulek sambal sangat pedas.

***
Maaf baru update ya. Karena aku lagi banyak tugas huhu, tapi tetap nyempatin waktu buat nulis kok kalau memang senggang. Besok insyaallah up lagi hehe.

Apa ada yang mau ikut gabung di grup WA Cloveriean? Khusus pembaca ceritaku aja, ada?

IMAM TARAWIH (Terbit✔️)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang