Episode Dua Puluh

1.6K 84 2
                                    

Happy Reading 🤗
***

Vickry mengusap wajahnya dengan gusar, beberapa kali dia melafalkan istighfar karena bagaimana pun juga lelaki itu sudah merasa bersalah karena masih mencintai istri orang.

Aisyah sudah menjadi milik orang lain? Tentu saja, dia masih ingat sekali saat wanita itu pamit undur diri dari hidupnya.

Betapa sakit hatinya Vickry saat itu, tapi dengan susah payah lelaki itu melenyapkan perasaannya. Hingga pada akhirnya dia memperbanyak aktivitas dengan tujuan untuk melupakan segala hal yang terjadi dalam hidupnya.

"Apa yang sudah aku lakukan? Kenapa harus seperti ini?" tanyanya pada diri sendiri.

Di hari ini pikirannya berkecamuk, dia tidak tahu harus bagaimana menghadapi segala hal yang terjadi dalam hidupnya.

Terdengar suara ketukan pintu, dia terperanjat dari posisinya. Segera membenahkan dirinya dengan benar. Posisi peci yang dikenakannya pun cepat diperbaiki.

"Ini Umi, Nak." Nyatanya Umi Salamah yang menemuinya, dia pun dengan senang hati mempersilakan wanita itu untuk segera masuk ke dalam kamarnya. Disuguhi dengan senyuman tipis juga kehangatan yang selalu saja diperlihatkan pada siapa pun saja.

Pintu kamar Vickry kini terbuka sempurna, benar saja jika ada seorang wanita paruh baya yang tengah berdiri di ambang pintu mengarahkan senyuman padanya.

"Apa Umi butuh sesuatu? Kalau ada, apa yang bisa Vickry bantu?" tanyanya dengan lembut.

Umi Salamah tersenyum saat Vickry mengatakan hal itu, dia pun terduduk di samping putranya.

"Tidak ada. Umi hanya ingin berbicara saja dengan kamu, Nak. Sudah lama sekali tidak berbincang kan?" tanya wanita paruh baya itu, menaikkan sebelah alisnya seolah tengah mempertahankan suatu hal.

Dia mengernyitkan dahinya tampak kebingungan. "Iya, Mi."

"Barusan Umi ketemu Jingga, tapi belum sempat sapa dia. Kelihatannya dia tampak sangat bersedih sekali deh. Enggak tahu juga deh." Begitu yang dikatakan Umi Salamah. Ucapan ibunya, membuat Vickry terdiam sangat lama. Dia tidak tahu apa-apa mengenai hal itu, lagipula dirinya seolah tidak peduli padanya.

"Kalau soal dia aku enggak tahu sama sekali, Mi."

Perkataan dari putranya membuat Umi Salamah mengusap puncak kepala anaknya dengan lembut.

"Jingga anaknya baik. Setelah beberapa kali ikut kajian bersama Umi dia justru jauh lebih berbeda. Adanya perubahan dalam dirinya. Umi yakin jika wanita itu memang sangat baik sekali." Wanita paruh baya itu sembari mengelus punggung tangan putranya dengan sangat lembut.

"Kenapa Umi malah membicarakannya?" tanya Vickry sembari menatap kedua bola mata putranya dengan sangat lembut.

"Apa tidak mau mencoba untuk melalui jalur ta'aruf dengannya, Nak?" tanya Umi Salamah hati-hati.

***
Jingga memberengut kesal setelah melihat si imam tarawih dengan seorang perempuan. Tampaknya keduanya terlihat sangat akrab, meski pun tidak begitu menyatukan kontak mata, tapi tetap saja dia merasa ada yang berbeda di antara keduanya.

Untuk beberapa kali Jingga berusaha menghela napasnya dengan berat, wanita itu tidak tahu apa yang terjadi pada dirinya. Entah cemburu karena melihat keduanya yang tampak asyik berbicara. Hal itu harus dipastikannya dengan segera.

"Nanti sahur mau makan apa?" tanya Sunandar yang tengah mengenakan sarung bermotif kotak-kotak itu.

"Mie instan saja, Yah. Ayah mau makan apa? Biar nanti Jingga beli dulu."

"Kalau gitu Ayah juga mie instan saja." Lelaki paruh baya itu tersenyum yang diarahkan terhadapku.

Aku pun mengangguk mengiyakan ucapannya, lalu kembali memandangi ponsel yang menampilkan postingan orang lain.

"Kamu kenapa sih, Nak? Sebentar lagi kan mau lebaran, kenapa wajahnya ditekuk terus? Apa karena belum beli baju lebaran?" ucapnya disertai dengan sedikit candaan.

Tentu saja diriku menggeleng pelan, karena alasannya memang bukanlah seperti itu. Kalau semisalkan dia mengatakan yang sejujurnya, mungkin saja Sunandar tidak bisa habis pikir terhadap putrinya.

"Bukannya begitu, Yah. Jingga galau."

Mendengar pernyataan dari Jingga, hal itu membuat Sunandar terperangah seolah tidak mengerti dengan apa yang dikatakan putrinya.

"Galau? Kenapa?" tanyanya.

"Jingga pengin lupain si imam tarawih." Begitu penuturannya, tentu saja ucapannya itu membuat Sunandar semakin tidak mengerti.

"Nak Vickry maksudnya?" tanya Sunandar memastikan.

"Iya. Kayaknya Jingga bakalan ke kota lagi aja deh, daripada di desa ngebatin terus." Begitu yang dikatakan Jingga.

"Lha kenapa? Katanya kamu mau menetap di sini karena ada Nak Vickry kan?" tanya Sunandar mencoba memastikan.

"Jingga pengin aja. Bukannya enggak boleh mikirin terus lelaki yang bukan muhrim?" tanyanya, hal itu tentu saja membuat bibir Sunandar merekah sempurna.

"Nah, sekarang kamu pinter." Lelaki itu menjawil hidung putrinya dengan gemas.

"Dari dulu juga pinter, cuman enggak tahu juga sih dulu Jingga sekeras itu pengin memiliki si imam tarawih." Wanita itu mengerucutkan bibirnya mungkin karena sebal dengan apa yang dibicarakannya.

Tidak lama kemudian, terdengar suara ketukan pintu yang membuat Jingga menoleh ke arah sang Ayah.

"Ayah, ada tamu? Malam-malam gulita seperti ini ada tamu." Aku mengembuskan napas saat itu juga.

Sunandar bangkit dari duduknya, lalu segera melangkah ke arah pintu utama. Mungkin, orang yang datang di malam hari saat ini adalah teman Sunandar. Maka dari itu, Jingga hendak pergi melangkah ke kamarnya.

"Jingganya ada, Pak Sunandar?" tanya seorang pria dengan suara bariton yang terdengar jelas.

Mendengar namanya disebut, hal itu membuatnya refleks menoleh ke arah pintu utama yang menampakkan ada seorang lelaki tengah berdiri mematung di ambang pintu berhadapan dengan ayahnya.

"Pak Haji? Dia cari aku? Kalau kayak gini udah seperti mertua yang cari menantunya deh, ups keceplosan." Wanita itu menutup mulutnya berusaha untuk bersikap tenang meski dadanya berdebar tidak karuan.

"Ada apa Pak Haji cari aku?"

***
Lha kok Jingga dicariin sama Pak Haji Arsyad ya? Ada apa?

Maaf baru bisa update huhu;(

Semoga kalian tetap setia menunggu ya.

IMAM TARAWIH (Terbit✔️)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang