Episode Tiga Puluh Delapan

1.5K 87 10
                                    

Happy Reading, jangan lupa follow yaw

***
Bukan keputusan seperti ini yang diharapkannya, Jingga justru selalu berharap pernikahan impian bersama sang imam tarawih.

Lelaki yang ditemuinya di masjid saat bulan ramadhan, tepatnya menjadi imam pada waktu tarawih.

Kedua matanya tampak berkaca-kaca, sangat sulit sekali untuk menyampaikan beberapa patah kata terhadap dirinya sendiri yang saat ini tengah memantulkan sosoknya di depan cermin.

Wanita itu bahkan tidak tahu harus menyikapi segala persoalan yang terjadi bagaimana, karena lika-liku kehidupannya seringkali membuatnya keliru.

"Jingga." Suara itu berasal dari luar, tepatnya depan pintu kamarnya.

Ternyata Sunandar yang sudah menunggunya di depan pintu, dia membawakan sepiring nasi goreng dan air putih.

Pintu kamarnya kini terbuka, lagipula Sunandar tidak akan menunggu sampai sang putri membukanya, karena Jingga terlalu banyak memikirkan keputusan yang menurutnya sangat berat.

"Nak, kamu belum makan. Ayah buatin nasi goreng buat kamu. Bukannya dari dulu kamu kepengin banget makan masakan Ayah ya? Nih, sekarang Ayah buatin." Sudut bibirnya tertarik ke atas membentuk senyuman yang merekah.

Sunandar terus berusaha menghibur putrinya agar dia tidak terus larut dalam permasalahan yang terjadi dalam hidupnya. Pria itu setidaknya memberikannya semangat untuk menjalani hari-harinya yang cukup menyakitkan.

Kedua mata putrinya tampak berkaca-kaca, dia seolah tidak tahan lagi membiarkan bulir bening itu terus menumpuk di pelupuk matanya. Akan tetapi, Jingga berusaha memperlihatkan seulas senyumannya yang tak manis begitu mengarah pada sang Ayah.

"Ayah buatin Jingga nasi goreng?" tanyanya lirih.

Sebagai jawaban, pria paruh baya itu pun mengangguk membenarkan. Dia mencoba untuk mendekati putrinya, terduduk di sampingnya. Sunandar memperlihatkan sepiring nasi goreng yang tampaknya masih mengepul.

Tanpa diminta, Sunandar mengarahkan satu sendok nasi goreng buatannya ke arah Jingga. Dia memang berniat untuk menyuapinya, karena sewaktu putrinya masih kecil tanpa sosok Ibu, dan dirinya tidak pernah memberikan perlakuan manis seperti saat ini, dia justru lebih memilih membayar orang lain yang mengurusi anaknya, daripada harus diurusi oleh dirinya.

Akan tetapi, pemikiran seperti itu justru kini sudah dibuangnya jauh-jauh. Dia hanya berpikir, jika putrinya adalah harta satu-satunya yang dimilikinya saat ini. Bahkan, dia berjanji tidak akan pernah menyakiti atau bahkan membiarkan putrinya disakiti.

Mengingat perlakuan Vickry terhadap putrinya yang masih saja mengingat masa lalunya, secara tidak langsung ustaz muda itu sudah membuat hati Jingga tersakiti.

"Ayah buatin ini special buat kamu, Nak." Senyuman manisnya mengembang sempurna terlihat di raut wajahnya.

Sunandar berusaha untuk tidak menampakkan rasa kekesalannya terhadap sang calon menantunya.

Satu sendok nasi goreng pun masuk ke dalam mulut putrinya. Hening, Jingga menikmatinya dengan senang.

"Ayah tidak rela melihat kamu seperti ini, Nak." Sunandar mengatakannya dengan sangat lirih nyaris tidak terdengar.

Hal itu tentu saja membuat putrinya menggeleng cepat, dia berusaha untuk tidak membiarkan ayahnya berpikiran hal-hal yang tak seharusnya dikatakan lagi.

"Putri Ayah baik-baik aja kok." Suaranya terdengar serak, karena mungkin dia terlalu sering menangis.

Jemari kekar Sunandar meraih tangan putrinya, lalu dia menggenggamnya dengan sangat kuat seolah enggan untuk dilepaskan.

IMAM TARAWIH (Terbit✔️)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang