16 | berempat

4.5K 619 11
                                    

Suasana canggung menyelimuti mereka berempat. Bukan, bukan Jeno dan Ryujin yang canggung. Hawa yang dibawa Jeffrey dan Rose adalah penyebabnya.

"Kok papa sama tante Rose bisa bareng?". Tanya Ryujin berusaha memecah keheningan.

Rose terlihat gelagapan. Wanita itu bingung harus menjawab apa.

"Tadi kita gak sengaja ketemu". Jawab jeffrey singkat. Pria itu menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

"Ehm ini kalian yang nyiapin semuanya?". Tanya jeffrey saat melihat makanan dan minuman sudah tertata rapih di atas tikar. Ryujin dan Jeno menggangguk.

"Lagian papa lama banget telfonannya?". Ucap ryujin kesal.

Jeffrey pun tersenyum menarik pipi ryujin gemas.

"Ihhh sakit tau pak jeff"

"Gak sopan kamu". Ucap jeffrey dan mereka berdua pun tertawa. Jeno dan Rose tersenyum kecil. Hati jeffrey pun menghangat saat melihat keduanya tersenyum. Terutama Rose. Memang niat awal jeffrey menjahili ryujin karena ingin mencairkan suasana canggung diantara mereka.

"Jadi udah kenalan nih?"

Sontak jeffrey dan rose saling berpandangan. Sementara ryujin dengan jahil menaikan kedua alisnya.

"U-udah kok". Jawab rose pelan sambil menunduk.

"Mata mama kenapa sembab? kaya abis nangis?". Tanya jeno yang sadar dengan gelagat aneh mamanya.

"Ah tadi di jalan kelilipan trus langsung mama kucek, jadinya begini".

Jeno mengangguk. Sebenarnya anak laki-laki itu tau ada sesuatu yang ditutupi.

Selama kegiatan piknik berlangsung, hanya ryujin yang dari tadi berisik dengan celotehannya. Sesekali jeffrey menimpali celotehan putrinya itu. Sementara jeno yang niat awalnya ingin ikut berbincang pun ia urungkan karena gelagat aneh mamanya yang tiba-tiba saja diam membatu. Ditambah jeno yang sangat peka terhadap jeffrey yang sedari tadi tengah memperhatikan dirinya dan juga mamanya secara terang-terangan. Sebenarnya ada apasih?.

Dua jam berlalu akhrinya mereka berempat bergegas pulang. Jeffrey yang berinisiatif mengantar jeno dan rose pulang walau awalnya rose menolak.

"ayo dong tante, ryujin jadi gaenak hati nih. Kan yang ngajak piknik kita, masa tante gak pulang bareng kita juga? yah yahh". Akhirnya rose pun tersenyum dan mengangguk. Mau gimana lagi, ini permintaan putrinya...

"Eh jeno di depan aja, biar ryujin yang duduk dibelakang". Ucap jeffrey saat melihat jeno yang hendak membuka pintu penumpang. Jeno pun mengangguk dan langsung pindah ke kursi depan. Sedari tadi rose paham dengan perasaan jeffrey. Jeffrey sepertinya rindu dengan anak laki-lakinya, rose juga sama. Ingin selalu di dekat ryujin. Rose tau kalau jeffrey juga mengerti perasaannya.

Di perjalanan, jeffrey melihat ke kaca spion belakang. Ryujin yang tengah tertidur dengan kepala yang bersandar di kaca mobil. Sementara rose diam-diam membetulkan posisi tidur ryujin agar gadis itu tidur dengan nyaman. Tanpa sadar, jeffrey tersenyum simpul. Pemandangan hangat seperti ini yang ia rindukan sejak dulu. Rose yang merasa di perhatikan pun langsung menatap kaca spion dan benar saja jeffrey tangah tersenyum sambil memandanginya. Keduanya sama-sama saling pandang sampai rose yang lebih dahulu memutuskan kontak mata. Jeffrey pun sontak berdehem pelan.

"Jeno udah yakin mau jadi dokter?". Tanya jeffrey memecah keheningan.

Jeno pun mengangguk ragu. Dirinya bingung dengan pertanyaan tiba-tiba dari jeffrey.

"Kok ragu gitu sih?"

"Jadi dokter harus nyiapin uang yang banyak, jeno ga mau nyusahin mama"

"Mungkin bisa ikut program beasiswa?". Lanjut jeno.

Jaehyun mengangguk. Dia paham situasi anaknya.

"Masalah biaya mah gausah dipikirin? emangnya kamu udah ijin sama mama kamu?". Jaehyun menatap rose dari kaca spion.

"Mama selalu dukung apa yang jeno mau selama itu baik".

"Buat biaya kamu gausah khawatir, yang penting rajin belajar dan doain mama aja biar lebih semangat cari uangnya". ucap Rose.

Dada jeffrey dibuat sesak saat mendengar ucapan rose barusan. Jeffrey merasa kalau dirinya sudah menjadi suami sekaligus ayah yang gagal. Pria itu bertekad untuk membicarakan ini dengan rose. Setidaknya kalau rose tidak mau menerima dirinya, wanita itu bisa menerima gajinya untuk kehidupan rose dan jeno, anaknya.

*****

Sesampainya di rumah, rose langsung masuk ke kamarnya. Dia langsung merebahkan dirinya di atas kasur. Wanita itu terlalu lelah. Lelah dengan hidupnya. Dia masih tidak menyangka bertemu dengan pria masa lalunya. Dan ia lebih tidak menyangka dengan fakta yang baru ia dapatkan. Anak gadis yang selalu berjalan-jalan di pikirannya akhir-akhir ini ternyata adalah anak kandungnya.

Ryujin memang memiliki banyak kemiripan dengan dirinya maupun jeffrey. Ketimbang jeno yang lebih dominan mewariskan wajah dan sifat ayahnya, ryujin cenderung setengah-setengah. Dan sayangnya rose baru menyadarinya sekarang.

Rose ingin egois. Bagaimana pun juga ryujin adalah anaknya. Ia ingin sekali ryujin selalu ada di dekatnya. Ia ingin kedua anaknya selalu ada di sampingnya. Namun, rose masih belum bisa menerima jeffrey untuk kembali masuk ke dalam kehidupannya. Walau sebenarnya rose juga merindukan pria itu.

Sementara di tempat lain, jeffrey tampak menyibukan diri dengan berkas-berkasnya. Namun sayang, pikiran pria itu masih tertuju pada kejadian tadi siang. Dia merindukan rose, teramat sangat. Dia sangat merindukan istrinya. Jeffrey sangat senang karena akhrinya ia bertemu dengan istrinya setelah sekian lama. Bahkan dirinya sempat memeluk rose dengan erat. Tapi disisi lain dia juga sedih saat mengetahui keadaan rose dan juga anaknya. Hidup pas-pasan bahkan rose harus banting tulang demi anaknya. Jeffrey sedih. Tapi ia juga bersyukur kalau ternyata selama ini dia sangat dekat dengan anak laki-lakinya begitu juga dengan rose yang selalu dekat dengan ryujin. Hati jeffrey menghangat mengingat bagimana putrinya itu bercerita tentang tante cantik mamanya jeno yang selalu baik sama dia.

Jeffrey mengambil satu lembar foto usang. Foto amatir yang dulu dia ambil di rumah sakit. Foto jeno dan ryujin saat pertama kali hadir di dunia. Jeffrey benci. Dia benci mengingat masa kelamnya itu.

EPIPHANYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang