KKN : After ( 2 )

2.8K 228 61
                                    

Hello man teman.
Mau ngasih tahu ke kalian aja. Kalau aku buat cerita ini memang bukan buat buku baru. Belum ada kepikiran untuk kesana juga. Jadi epilog ini cuma cerita ringan perjalanan Ibra dan Bobby ke acara tunangan mereka.

Kalau kalian berekspektasi bakal ada drama. Jangan deh ngga akan ada! Ya intinya epilogue KKN : After cuma nyeritain kebucinan Bobby sama Ibra doang. Perchapternya juga ngga akan banyak-banyak, dan mungkin diksi yang kupilih untuk epilog ini dari penulisan sebelumnya bakal kerasa berbeda.

Tahu banget kalian banyak yang ngga suka bobby sama Ibra bersama karena di cerita KKN sebelumnya karakter Bobby bahkan cuma sekelebat lewat. Maklum banget kog. Tapi kadang hidup tuh gitu, yang deket siapa yang dapet siapa. Hehehe

Kritik dan saran tetep aku tampung ya!
Banyak banget yang dm marah kenapa ngga sama seno atau Arka. Percaya deh, mereka udah nemu kebahagiaan masing-masing kog. Seno dan putrinya— vallen. Arka dan istrinya— Neneng. Begitu pula Ibra dengan Bobby.



Ibra sebenarnya bukan type orang yang Perfectionist, selama itu bukanlah hal yang mengganggu dan masih tetap memuaskan preferensinya, pria itu akan baik baik saja dengan hasil apapun. Tapi tidak untuk baju penting lamarannya. Entah kenapa Ibra repot sendiri dan banyak sekali permintaan. Tentang bahan kain, tentang potongan kainnya, tentang model kerah bajunya, semuanya penuh perhitungan dan harus dalam kondisi sebaik-baiknya, Ibra tidak tahu apa yang membuatnya demikian tapi pria itu ingin tampil menawan dengan segala imaginasinya akan sebuah perhelatan sekali seumur hidup yang ia impikan selama ini.

Bersanding dengan bobby bukankah wajar memantaskan diri sebaik mungkin. Termasuk dengan bagaimana pria manis itu akan bergaya didepan seluruh kerabat dan kolega penting sang tunangan.

Bobby hanya mengangguk setiap kali Ibra menawarkan opsi yang tidak terdapat pilihan disana. Meskipun Bobby mengatakan pilihannya pun pada akhirnya Ibralah yang menentukan.

" Cuttingnya emang yang sebelah agak panjang gitu ya mbak? " Tanya pria manis disana antusias.

" Iya. Nantikan ini mau ditekuk biar jahitannya lebih rapi " Jelas wanita disampingnya, tangannya masih sibuk merapikan kain yang setengah tertekuk.

Sementara Ibra hanya membulatkan bibir paham. " Bagus mbak. Aku suka! Tapi boleh minta tolong ngga mbak? Aku mau nambah signature nama aku sama Bobby di bagian kerahnya "

" Maksudnya semacam kancing model custom gitu? "

Ibra menjetikan tangannya menggelegar tanda tak ada yang salah dengan prediksi mbak Ika— sang designer
" Yup bener banget "

" Makin lama dong yang. Masih nunggu barangnya dipesen " Bukan mbak ika yang berbicara melainkan Pria satunya lagi yang tengah asyik duduk menyilangkan sebelah kakinya sembari meregangkan tangan serileks mungkin.

" Ya nggapapa. Biar cakep banget gitu loh aku pas hari H. Iya ngga mbak? " Balas Ibra meminta pembelaan, sementara wanita disampingnya hanya tertawa ringan.

" Jangan cakep-cakep nanti aku banyak saingan "

" Bacot banget ya pak mulutnya. Mending diem aja udah disitu ongkang-ongkang doang yang tenang " Nahkan kena semprot. Ibra memutus pandangan untuk sang kekasih, kain didepannya jauh lebih menyenangkan saat ini. " Tapi bisa kan mbak? Keburu ngga sih? "

" Keburu kog kalau designnya udah bisa dikirim hari ini. Soalnya yang pusing itukan finishing sama bakal design kamu nantinya gimana "

" Ada katalognya? "

" Bentar aku cari dulu, soalnya baru kamu nih yang seperfect ini buat nyiapin baju lamaran. Orang lain mana ngerti design kancing segala— " Imbuh mbak ika yang diselingi gurauan.

Mereka berdua menghabiskan hampir 3 jam dibutik mbak ika hanya untuk mendiskusikan sebuah pakaian. Bukan berdua, lebih tepatnya Ibra yang begitu wara wiri dengan berbagai argumen tentang bagaimana membuat pakaiannya terlihat menarik sesuai keinginan pria itu. Sementara Bobby hanya menunggu duduk diatas sofa tak begitu banyak memberikan kontribusi tanggapan apapun. Lagipula, Bobby memang tak paham dengan dunia fashion selama ini outfitnya sudah disediakan oleh mamanya dan para pelayan yang bekerja.

Keduanya sudah berada didalam mobil dan bersiap untuk makan siang.

" Mau makan siang apa? " Tanya Bobby seusai menaik seatbelt yang menggantung ketat didadanya.

" Terserah kamu aja mas " Balas Ibra.
Bobby yang mendengar panggilan tersebut membulatkan mata bingung. Entah kenapa hatinya berdesir hebat. Jantungnya kalang kabut mendengar seutas panggilan asing tersebut.

" Mas? " Bobby sampai menanyakan panggilan untuk siapa itu tertuju sangking bingungnya.

" Apaan sih, sok kaget. " Ibra mendengus jengkel meskipun jauh dilubuk hatinya merasa gemas dengan respon konyol yang diberikan oleh sang kekasih.

" Lah tumben amat manggilnya mas, biasanya juga ibob "

" Yaudah panggil ibob aja " Ibra mencebik. Tak tahu kenapa juga dia harus memanggil Ibobnya dengan sebutan mas. Ia hanya merasa ingin ada cinta dan kemesraan dalam setiap ia memanggil pria itu.
Lagipula mereka berada ditahun yang sama meskipun secara harfiah Bobby lebih tua beberapa bulan dibandingkan dengan Ibra tapi tetap saja panggilan " Mas " terdengar aneh.

" Jangan dong. Udah terlanjur mas ya udah mulai sekarang panggil mas aja "

" Dih maksa " Balas Ibra tersenyum.

" Ya nggapapa dong yang " Bobby terkekeh menetap pada sang empu dengan sumringah. Matanya tak henti-hentinya menggoda Ibra.

" Apasi jelek ngga usah diliatin gitu. Tau kog aku ganteng banget makanya kamu klepek-klepek iya kan " Si manis menatap balik menantang. Alisnya menukik naik turun seakan meminta persetujuan atas kalimat yang barusan ia gaungkan.

" Iya ganteng banget " Dan dengan satu gerakan kilat. Bobby melesak mengambil satu kecupan pada bibir Ibra. Hanya menempel dengan durasi sepersekian detik membuat sang empu membelalakan mata kaget. Ibra belum siap namun sama sekali tidak protes. Sinar matanya berbinar, pipinya merekah merona bak rebusa tomat cherry. Aduh mas jantungku lama-lama tidak sehat kalau diserang seperti ini!

Dan darisini untuk seterusnya Ibra bertahan untuk terus membiasakan nama panggilan itu melekat pada sepanjang perjalanan asmara mereka.

" Mas Bobby, ayo bangun! "
" Mas Bobby, ayo makan! "
" Mas Bobby, lampu kamar mandi mati nih. Benerin! "
" Mas Bobby, Galonnya berat. Angkatin! "
" Mas Bobby, I Love You "

Untuk kalimat pernyataan terakhir sepertinya Ibra masih berpikir ulang untuk mengatakannya. Karena tau sendiri, itu sama aja membangkitkan singa yang sedang tertidur. Satu I love You sama dengan satu hari jalan mengangkang.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 18 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

KKNTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang