Chapter : 15

10.5K 1K 171
                                    

Mau berterimakasih sama teman-teman yang kemarin sudah komentar dicerita saya. Energi banget buat ngelanjutin cerita ini.

Maaf ya ngga diedit jadi kalau nemuin typo silahkan komentar untuk nantinya bisa saya benahi. Terimakasih teman-teman pembaca

*

Ibra terkejut sampai-sampai mulutnya tak bisa berbicara, tubuh pria itu bergetar dalam pelukannya. Perasaan Marah, benci, Iba, kasian semua seperti teraduk saat mendengar isak tangis pria itu. Ibra mengelus punggung Fatih secara teratur berharap dia lebih tenang dan tangisnya mereda.

Setengah Jam lalu, Fatih bergelung di Selimut yang sama dengan Ibra seperti biasa. Melonjak naik untuk menjemput mimpi tidurnya, namun fatih tak pernah bisa tertidur dengan nyenyak akhir-akhir ini. Kejadian waktu itu cukup menguras tenaga dan mengusik harga dirinya. Fatih seperti menyesali apa yang ia lakukan termasuk mengikuti mata kuliah dengan banyak SKS ini. KKN adalah syarat wajib untuknya meraih gelar, karena itu ia harus bertahan. Lagipula Beberapa hari lagi fatih dan rombongan posko akan bertolak meninggalkan tempat jahanam menurutnya kini.

Fatih awalnya tak mau bercerita, ia setia bungkam, diam adalah senjata. tapi setiap kali dirinya mengingat, sakitnya terasa menggelinding kian besar bak bola salju. hatinya selalu perih tiap kilatan kenangan tentang malam itu terputar kembali diotaknya. Fatih ingin kabur lari sejauh-jauhnya namun sekali lagi tanggung jawab mengekangnya. Ada senyum orang tua yang harus ia jaga, ada budi yang harus ia balas.

Ia pernah mendengar dari dosen mata kuliah 'Psikologi Dasar' tentang bercerita membuat perasaan lega. Fatih mengamalkan hal itu, satu-satunya teman yang begitu dekat dan bisa dirinya
percaya diposko ini hanyalah Ibra. Butuh keberanian lebih ketika fatih memutuskan untuk bercerita, dia bukan tipe manusia pendiam dan ketika mulutnya terbungkam semua begitu melelahkan. Fatih capek dan ingin berbagi, tapi pada siapa? Tak mungkin ia bercerita hal demikian pada ayah bundanya, terlalu riskan. Fatih juga punya rasa malu, orang tuanya akan larut dalam kesedihan dan Fatih tak mau itu terjadi.

Lagipula dirinya adalah lelaki, kesalahan tersebut tak akan berdampak pada tubuh dan pandangan orang lain selama ia bungkam. Dia bukan wanita yang harus merengek dan minta pertanggungjawaban setelah digagahi. Fatih hanya merasa dirinya tak lagi utuh setelah pria jahanam itu menyemburkan cairan hangat dalam tubuhnya, memikirkanya saja fatih mual.

" Elu ngga ngehakimin gue kan bra?, Disini gue cuma punya elu " tangis fatih berangsur-angsur mereda. Berapa kali pria itu harus mengucapkan hal serupa, Ibra capek menjelaskan.

" Fat, udah gue bilang gue ngga bakal ngehakimin elu. Elu temen gue! Jadi jangan ngomong yang engga-engga " balas Ibra menenangkan fatih dalam pelukannya. Mahasiswa itu sedikit tersentil dengan pernyataan jujur Fatih padanya malam ini, apa yang dialami sahabatnya adalah aib yang harus dijaga bahkan dikubur selamanya, namun fatih percaya pada Ibra. Ia bercerita dan berkeluh kesah pada ranjang yang sama.
Orang dengan mental lemah tak mungkin demikian, Ibra kagum juga kasihan serta marah besar semuanya teraduk dalam benaknya sampai-sampai ia tak tahu mana yang lebih dominan.

Bocah itu bangsat, Ibra makin tak suka. Namun jika diruntut dari kejadian demi kejadian bukankah Ibra ikut andil dengan galaunya kondisi Aryo sehingga bocah itu nekat menyicipi lembah manis milik Fatih? Ibra jadi terdiam ia beberapa kali meminta maaf. Tangis keduanya pecah malam itu, namun mereka menangis dalam diam seolah tahu bagaimana cara berbicara dalam hati.

" Bukan salah lu " Semuanya jelas bagi Fatih, namun Mahasiswa pendidikan itu masih saja meminta maaf. Fatih bungkam mengeratkan pelukannya
Setidaknya ibra tahu kalau dia adalah orang yang memikul kepercayaan Fatih —Sahabat barunya.

KKNTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang