Chapter : 17

9.3K 871 78
                                    

Banyak typo dan tulisan yang belibet bacanya karena belum diedit! Kalau nemu silahkan komentar ya!

Yang mengejutkan dari semua rentetan kejadian akhir-akhir ini adalah Pria itu tiba-tiba dengan tak masuk akal menanyakan perasaanya. Sumpah demi apapun, Ibra tak ada terbesit sedikitpun membayangkan akan ada moment dimana keduanya duduk canggung seperti ini. Maksudnya beberapa hari ini hubungan mereka memang telah membaik, keduanya tak lagi benar-benar bertengkar untuk alasan yang sepele bahkan mereka sering tugas keluar bersama, tapi yang tak bisa dinalar oleh Ibra adalah Arka dengan tegas mengatakan Jika dirinya jatuh hati pada pria itu. Arka mengatakannya dengan lugas meskipun dituntun berbagai diksi basa-basi, Mahasiswa itu linglung menelaah setiap perkataan sang kordes.

Tak ada yang ia mengerti selain kalimat " gue suka sama elu bukan sebagai seorang teman tapi lebih " dan kegamblangan tiap kosakata tersebut membawa Ibra pada kenangan dibalik perasaan Arka. Selama ini perhatian Arka dianggap Ibra sebagai bentuk pertanggungjawaban seorang pemimpin kepada bawahannya dalam tanda kutip. Dia tak pernah berpikir sedikitpun tentang Arka yang menaruh harap padanya. Ia nyaman seperti ini tak ada batasan keduanya untuk saling dekat, untuk saling memberi kabar dan berteman. Secara tersirat Ibra tak ingin diganggu oleh hubungan mengikat dengan Mahasiswa teknik itu.

" Gue suka sama lu bukan sebagai temen tapi lebih "

Pandangan pria manis itu terpaku, Arka lancar sekali mengungkapkan hal tersebut seolah pernyataan cintanya adalah wajar, Ibra masih diam tak tahu harus berbicara apa. Sang Kordes menghela nafas lalu tersenyum pandangannya tak benar-benar mengarah ke pria berkulit putih itu. " Lu ngga perlu ngasih gue jawaban. Karena gue tahu apa yang bakal lu omongin ". Balik lagi, Arka tidak bodoh. Sedari awal keberadaanya tak punya arti apapun dimata sang pujaan. Dunia Ibra sudah berporos pada satu Pria yakni Lurah Desa. Arka tahu semua hal dari bagaimana pria itu menatap binar sang lurah, bagaimana pria itu terasa salah tingkah karena sentuhan kecil, bagaimana pria itu berbicara dengan banyak senyum kontras dan gamblang sekali.

" Lebih baik seperti ini, kita jadi orang lain. Kalau lu tanya kenapa bisa? Gue juga ngga ngerti sama diri gue sendiri. Sebelumnya gue ngerasa baik-baik saja dan ngga ada masalah sama orientasi gue. Tapi bersama lu, keknya gue jadi banyak berubah " Arka tersenyum kecut.

" Gue bawa pengaruh buruk ya "

Arka memutar bola matanya terasa ajaib jawaban pria itu " Elu tahu maksud gue bukan itu " ucapnya menimpali.

Tak ada yang berbicara, angin senja itu terasa keras sekali. Patahan dahan dan ranting yang bergesek seolah sedang menertawakan mereka.

" Maaf " hanya itu yang bisa Ibra lontarkan.

" Ngga perlu minta maaf sama hal yang bukan salah elu " Jawab Arka.

Ibra mendongak mencari manik jati milik Mahasiswa teknik didepannya. Meskipun canggung tapi dia harus menjelaskan, Jujur Ibra tak mau merusak pertemanan yang jatuh bangun mereka rajut, selama ini tak ada romantisme dalam hubungan pertemanan mereka, semua pendekatan lewat banyak pertengkaran dan Ibra tak ingin keduanya melewati itu lagi. Arka baik, Pria itu bisa mendapatkan hal yang lebih daripada seorang Ibra yang banyak celah.
" Ka, lu bisa dapetin yang lebih baik dan tentunya seorang wanita. Mumpung belum terjun terlalu dalam, elu baik, elu juga ganteng, pinter lagi. Semua orang suka sama elu "

" Elu engga " Arka menyela, nadanya sarkastik sekali tapi pria itu terkekeh menghibur diri.

" Gue ngomong gini juga buat kebaikan lu, ka. Buat masadepan lu. Gue ngga mau— "

Arka mendecih " apa yang baik buat gue, gue sendiri yang nentuin bra. Gue tahu gue suka sama elu tapi soal hidup gue, lu ngga ada berhak untuk itu "
Entah kenapa Arka seperti ada sesuatu dalam dirinya yang marah, emosinya tak terdeskripsikan

KKNTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang