Chapter : 24

8.6K 774 105
                                    

Selamat Membaca! Jangan terlalu berekspektasi sama cerita absurd ini yaaa! Ini cerita abal-abal kog.

-

Pagi itu suasana rumah samping begitu ramai, anak-anak posko bergotong royong membawa keperluan konsumsi dan peralatan yang mereka butuhkan untuk festival dan bazar yang digelar pagi ini dibalai desa.

Seno mengikat tali sepatunya kencang, pantofel warna hitam kelam yang sudah menemani kerjanya beberapa tahun ini, pemberian dari emak ketika melenggang ke kota. Seno bergegas menenteng tas gendongnya lalu menghampiri keberadaan abah dan emak berpamitan seperti biasa. Lurah tersebut tak terkejut dengan respon yang ia dapatkan, kedua orang tuanya tak lagi berbicara seolah keberadaan Seno tak terlihat. Pria itu tetap dengan lembut menjabat tangan sang ibu dan ayah sebagai orang terkasih.

" Bah, mak! Seno kesah riyen -bah mak! Seno berangkat dulu "

Ada kesedihan mendalam ketika orang tuanya tak menjawab salamnya seperti pagi-pagi yang ia lalui sebelumnya. Seolah belati sedang menancap bertubi-tubi pada jantungnya. Rasa sakit itu menyergap begitu dalam. Seno ingin tumbang, namun nasi sudah menjadi bubur. Ia bisa apa? Selain berpasrah dan menjalani hidupnya. Dunianya hanya tersisa Ibra, semua orang seolah terasa jauh baginya.

Seno berjalan menghampiri sang kekasih yang tengah sibuk membawa kardus dalam pelukannya. Mata mereka saling bertemu, namun dengan sengaja Ibra mengalihkan pandangannya. Seno terperanjat, bagaimana dunianya akan berputar jika Ibra tak sudi lagi jadi porosnya. Rasa khawatirnya besar, perasaan diacuhkan amat terasa menyiksa.

Pria itu ingin sekali menyusul, mengajak sang kekasih untuk berbicara, menanyakan perihal kenapa ia menghindar? Soal pertengkaran malam itu, bukankah seharusnya menjelaskan bila dirinya benar tak main-main menginginkan pria manis itu? Ada begitu banyak hal yang menganggu pikiran Seno saat ini.

Dikantor balai desa pun, sosoknya tak bisa bekerja dengan maksimal. Pagi itu Seno kembali dipertemukan dengan Ibra dalam kegiatan bazar. Seno hadir dalam agenda memberikan sambutan sebagai kepala desa kepada warga yang sudah antusias berkumpul, lagi-lagi mahasiswa itu seolah tak menggubris keberadaannya. Ibra begitu sibuk menyiapkan segala sesuatu. Lurah kembali dengan hati hampa serta tatapan kecewa, Ibra sadar betul dengan ketidaksukaan Seno akan sikapnya. Namun mau bagaimana lagi? Ia harus terlatih untuk tak bergantung pada sosok pria pujaannya tersebut mulai sekarang. Dia tak sampai tega untuk memutus kebahagiaan keluarga Emak dan Abah karena perbuatannya.

Larut dalam lamunan, mahasiswa itu terperanjat ketika salah satu temannya menepuk pundak sang ketua konsumsi- Ibra. " Bra, konsumsi buat mas lurah ketinggalan diposko. jadi bagaimana? "

" Kenapa ngga diambil aja? Balik? "

Wanita itu malah terkekeh mengisyaratkan sesuatu. Matanya mengerjap penuh harap dan seketika ia paham, jika gadis itu sedang memerintahnya sebagai tumbal untuk balik ke posko.

" Lagian Mas Lurah udah balik ke balai desa. Katanya kurang enak badan. Tolong ya bra, kamu kan ketua. Ngga enak kalau nanti ada omongan seksi konsumsi ngga prepare " raut wajah temannya itu berubah sendu. Ibra mengangguk paham mengiyakan meskipun berat hati. Bukankah sudah jadi tanggung jawabnya? Memastikan semua konsumsi berjalan seperti yang sudah direncanakan.

Ibra kembali ke posko membawa kotak makan khusus dan jajanan pasar pada kotak yang lebih kecil. Dimasukanya dalam sebuah kantong kain untuk membawanya ke balai desa menemui lurah. Sesampainya disana, seluruh ruangan sepi karena para pegawai dan pejabat balai desa berkumpul di lapangan Desa tempat diselenggarakannya festival.

Seno masuk ke ruangannya setelah balik dari toilet belakang, mata Ibra menangkap sosoknya. Langkah mahasiswa itu bergerak menyusul sang lurah, Seno sedikit terkejut dengan sosok yang begitu ia rindukan. Ibra tak langsung menatap pria dewasa dihadapannya, sesekali melirik dan dengan perlahan membawa bungkusan yang ia tenteng ke meja lurah. Menyodorkan dengan lembut sembari tersenyum " Maaf mas, tadi anak-anak lalai ninggalin konsumsi. Pas diambil kamunya udah balik ". Mata mereka bertemu, Seno tak begeming diam dan menatap Ibra dengan ekspresi yang sulit dijelaskan.

KKNTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang