Chapter : 23

9.5K 877 224
                                    

Yang masih ngga paham dengan struktur tulisan cerita ini. Garis miring itu artinya flashback ya!

Dan mohon maaf kalau ada typo atau kalimat yang ngga enak dibaca. Males ngedit!

" kita udahan aja ya mas! "

Seno seperti langit sedang marah, gelegar suara petir terdengar seru hingga sanggup memecahkan gendang telinganya. Kata-kata omong kosong dari pria dihadapannya sempat membuatnya linglung, mengerjap penuh penyangkalan. Lurah desa itu sudah menumpukan banyak harap pada kekasihnya, ia sudah berkelakar akan memperjuangkan Ibra. Lagipula kenapa begitu tiba-tiba? Apa ia membuat kesalahan malam ini?

" Jangan bercanda! " Seno menenangkan gejolak pikirannya. Jelas, ia mendengar apa yang barusan diutarakan oleh sang kekasih, namun dirinya berusaha mengelak.

Ibra merunduk, pria itu terlihat gugup. Tangannya saling menaut satu sama lain, jari jempolnya mengusap gusar jari telunjuknya sendiri. " Aku serius. Lagipula aku capek " ujarnya merendahkan nada.

Seno ingin marah namun sebisa mungkin mengendalikan emosinya. " Kenapa? " Tanyanya.

" Aku Capek mas " Ibra tak lagi merunduk, ditatapnya iris kelam tersebut meskipun perasaan gelisah sungguh dominan, nyatanya ia mampu melawan. Demi dirinya, demi kebaikan semuanya.

" Kalo ngasih alesan itu yang jelas! " Seno memang tak membentak namun nada-nadanya terkesan ditekan dalam setiap penggunaan diksi yang ia pilih. membuat perasaan Ibra sedikit terintimidasi.

" Memang kurang jelas gimana? Apa yang mau diharapin dari hubungan kita ini? Apa? Coba aku tanya? " Ibra mencoba tetep tegar, tapi ia kalah. Matanya sudah berkaca-kaca sejak dari awal, eluh matanya tumpah. Satu tetes menyusuri pipi tembamnya. " Ngga ada seminggu, aku bakal balik. Kita juga ngga bakal ketemu lagi karena aku udah selesai KKN. Lalu apa yang mau dipertahankan dari hubungan ini? "

" Jangan mengada-ada. Aku tahu kamu bakal pulang, tapi aku masih bisa bolak-balik nemuin kamu timbang ke kota aja. Aku sanggup! " Keduanya sudah terbakar perasaan marah oleh rasa sayang mereka sendiri.

" kamu egois ya ! "

" Ya! Aku egois " Seno sudah menaikkan nada suaranya. Ibra tercekat sejenak. " Aku bakal perjuangin kamu apapun yang terjadi. Jadi ngga usah ngomong konyol lagi kek gini "

Entah kenapa apa yang barusan dikatakan oleh Seno seperti lelucon miris bagi Ibra. Bagaimana pria itu memulai memperjuangkan cinta mereka? Bagaimana ada ruang untuk mereka bersama? Secara nalar Ibra tak sanggup menggapai ia hanya menertawai keadaan, menertawakan perasaannya sendiri yang sudah begitu dalam jatuh pada pria dengan intensitas kemustahilan bersamanya terlalu tinggi. Ibra memang benar-benar tertawa hambar.

" Kamu yang konyol! Mau ninggalin wargamu? "

" IYA! " Jawab Seno tegas dan Lugas. Ibra cukup terhenyak mendengar pria itu begitu mantap memilih dirinya. Seno menghela nafas berat menggenggam tangan Ibra penuh sayang. Sebisa mungkin meredam emosi yang kadung meletup-letup. Sesekali pria itu mengelus permukaan punggung tangannya menghantarkan kehangatan ditengah udara dingin malam ini.

" Kamu lagi marah, aku juga. Kita lagi ngga sehat buat diskusi. Kamu balik aja keposko. Kita bicarain ini nanti kalau sama-sama udah jernih " Ibra ingin sekali berbicara namun mulutnya seolah terbungkam. Seno melepaskan genggamannya lalu dari dalam sakunya menyelipkan satu buah gelang berwarna hitam dengan ornamen berbentuk abstrak ketangannya. " Aku tadinya mau kasih ini kekamu Tapi suasananya kurang enak. Sia-sia tadi aku berlatih. " Kepala Desa itu terkekeh suram " Tolong terima ini! Aku tau moment-nya ngga pas, aku cuma ingin kamu tahu kalau aku ngga main-main sama perasaanku. "

KKNTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang