Chapter : 20

8.7K 762 343
                                    

Ini bakal drama banget sih dan ngeselin

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ini bakal drama banget sih dan ngeselin.

Seorang perempuan membawa sebuah nampan berisi air sirup jeruk dan beberapa kue kecil yang ditaruh pada meja ruang tamu. Matanya mengamati gerak-gerik pria yang sedari tadi mengulas senyum entah apa yang begitu menarik bagi sosoknya.
Irma menghela nafas sebelum mengambil tempat duduk sedikit berjauhan dengan pria itu.

" Maaf mengganggu waktunya mbak " pria itu kembali mengulas senyum, Irma benci. " Gini mbak, aku mewakili temen-temen KKN mau meminta bantuan sama mbak Irma soal proker kami yang terakhir " lanjutnya penuh semangat. Bidan desa itu berusaha seprofesional mungkin, karena dia tau untuk tidak melibatkan perasaan dalam setiap pekerjaannya.

" Bantuan apa? " Balasnya dengan nada seperti biasa. Ibra makin mengulas senyum sementara Irma jauh dalam lubuk hatinya membenci sikap itu. Dia pikir seolah Ibra tengah meremehkan keberadaannya.

" Jadi gini mbak, rencananya kami mau ngadain semacam pengobatan gratis buat lansia semacam check up gitu. tapi mbak Irma ngga perlu khawatir karena kami ngga sepenuhnya melimpahkan tanggungjawab ini sama mbak. Kita juga mengundang dokter yang mumpuni kog "

Tanpa alasan apapun bidan itu meradang, ada denyut sakit tak kasat mata mendengarkan tutur kata mahasiswa itu. Bukan tutur katanya, tapi lebih kepada sosoknya. Sejak awal bidan yang kerap dipanggil 'mbak irma' oleh kebanyakan anak-anak posko itu sudah dalam keadaan mood yang tidak baik dengan kehadiran Ibra dikediamannya.

Irma marah, terlebih tatapannya ia anggap seolah meremehkan sang bidan padahal Ibra tak berlebihan ketika mengatakan maksudnya tadi.

" Jadi maksudmu saya ngga mumpuni menangani hal ini gitu? "

Ibra sedikit terhenyak dalam kebingungan dengan respon yang jauh dari ekpektasinya. Bukan demikian maksud dari pria itu sebenarnya.

" Bukan begitu mbak, kami meminta bantuan dokter karena takut nanti mbak irma tidak cukup efisien menangani semua pasien " jelasnya.

" Denger ya kamu. Aku disini udah beberapa tahun lebih jauh sebelum kamu datang, mampu tidaknya aku sendiri tahu kemampuanku. Kamu ngga usah menggurui apalagi sampai berspekulasi demikian. Kalau kamu ngga suka sama kinerjaku ya ngga usah minta bantuan. Lagian berapa banyak sih lansia didesa sini? Aku tanya sama kamu? "

Ibra makin terhenyak dan ketar-ketir dengan respon berlebihan yang diberikan sang bidan. Pria itu tidak bodoh, ia tahu kalau ada kebencian mengakar ketika sang bidan memarahinya. Tapi untuk alasan apa, mahasiswa itu masih meraba.

" Kalau mbak irma ngga perlu bantuan nanti biar saya omongin sama teman-teman. Yang penting mbak bisa kan bantu kami? "

Irma sendiri bingung kenapa dia kecolongan akal dan meradang tanpa sebab. Perempuan itu tahu akar permasalahanya, kenapa dirinya begitu memanas meskipun Ibra tak mengatakan apapun yang melukai hatinya. Keberadaan pria itu saja bagi bidan sudah menjadi hal yang patut disalahkan mulai dari pertama kali ia tahu fakta hubungannya dengan Seno terganggu oleh Ibra.

KKNTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang