➖ Jealous

2.2K 234 19
                                    

Makin hari, makin sering Ata keluar-masuk apartemen Kafka. Tapi dia masih nggak terbiasa juga buat asal nyelonong selama Kafka ada di sana. Jadi dia selalu nekan bel tiap dateng meskipun udah punya card key dan tau password apartemen ini.

Ata harus nekan bel dua kali—hal yang jarang, sebelum pintu dibuka. Sayangnya, bukan Kafka yang bukain pintu. Tapi cewek. Cantik banget. Ata berasa lihat Kak Irina jilid dua. Cantiknya mirip. Yang ini, versi lebih muda dan playful aja. Lebih cantik daripada fotonya—yang pernah Kafka tunjukin ke Ata.

"Oh, temennya Kafka?"

Cewek itu natap Ata heran. Ata lebih heran lagi karena cewek itu nggak ngenalin padahal foto Ata bolak-balik dipajang Kafka di IG story, yang nggak mungkin nggak dilihat cewek itu.

"Pacarnya."

Cewek itu kaget, lalu ngasih Ata senyum lebar yang cantik banget. "Gemma," katanya sambil ngulurin tangan yang terpaksa Ata jabat—singkat. "Kafka masih mandi. Masuk, yuk!"

Ata hampir melongo karena Gemma kelihatan akrab banget sama apartemen Kafka.

"Kafka sering cerita soal kamu tiap aku dan dia ketemu, aku juga beberapa kali lihat fotomu di IG-nya Kafka, tapi aku malah nggak kenalin." Gemma nutup pintu di belakang Ata dan jalan ke ruang makan—ngajak Ata sekalian. Dia senyum lagi ke Ata sebelum ngeluarin seliter jus jambu dalam botol kaca dari kulkas dan ngambil dua gelas dari kabinet. "Karena ternyata aslinya jauh lebih lucu."

Ata masih nggak ngerti apa yang lagi dihadapi.

Gemma juga kelihatan tau semua barang-barang di dapur Kafka, karena dia ngambil gelas dari lemari tanpa salah buka kayak Ata dulu. Dan, dari mana sekotak jus jambu itu? Ata janji, setelah Gemma nggak ada lagi di apartemen Kafka, dia bakal buang jus itu ke wastafel. Lalu, apa katanya tadi? Lucu? Penghinaan! Dia pikir Ata nggak paham cara halus buat bilang 'nggak cantik' yang diganti pakai pujian 'lucu'.

"Thanks." Ata duduk di depan Gemma yang santai banget duduk di kursi bar. Dia terpaksa minum jus jambu yang ternyata rasanya premium, nggak kayak dari minimarket atau warung jus di depan kampusnya—yang seringnya encer dan dominan rasa susu daripada rasa jambu. Aduh, dia jadi nggak tega buang-buang minuman enak begini. "Dari kapan di sini?"

"Baru, kok. Kafka nggak bilang kalau pacarnya bakal dateng." Gemma mungkin emang terlahir cantik dari setiap sudut dan setiap yang dia lakuin, karena minum aja gayanya cantik banget.

Ata senyum kalem, meskipun dia mulai sebel. "Kafka nggak perlu bilang siapa-siapa kalau pacarnya bakal dateng, karena dia selalu ngelakuin itu kalau temennya yang bakal dateng."

Gemma ketawa pelan. Ketawanya juga cantik.

Meskipun Ata udah sok berani ngadepin ini cewek, lama-lama dia insecure juga.

Ata jadi makin heran, kenapa sih Kafka nggak kepincut sama cewek cantik satu ini? Ibarat kucing persia, Kafka harusnya lebih milih makanan kucing premium ketimbang ikan teri. Ata jelas golongan ikan terinya.

Beruntung Kafka dateng di waktu yang tepat, alias sebelum Ata malu-maluin diri sendiri dengan nyindir Gemma lagi.

Cowok itu kaget, tapi berusaha tenang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Cowok itu kaget, tapi berusaha tenang.

"Baru dateng, Sayang?" Kafka ngecup pipi Ata sebelum duduk di sampingnya.

Ata ngangguk. Kafka langsung inisiatif ngasih tau kenapa Gemma ada di apartemennya sore ini. Nganterin birthday gift, katanya. Lalu mereka ngobrol sebentar. Tapi Kafka yang pulang kerja biasanya nggak tahan kalau nggak langsung mandi, kecuali harus ngurusin Ata yang sakit atau tiba-tiba diajak kakak-kakaknya keluar dan nggak dikasih waktu siap-siap. Jadi dia biarin Gemma di apartemennya selagi dia mandi.

Kafka yang abis mandi selalu lebih ganteng dan cerah. Sekarang, cowoknya kelihatan masuk akal kalau disandingin sama Gemma yang juga stunning. Ata ngerasa kerdil.

"Aku balik, ya, Kaf." Gemma berdiri, lalu naruh gelas bekasnya ke kitchen sink. "Kamu ditunggu Mami. Kalau ke rumah bakal dibuatin macem-macem—selain jus jambu andalannya."

Oh, jadi jus jambu premium ini dari maminya Gemma.

Kafka ngangguk sambil berdiri. Gemma lalu meluk Kafka singkat dan ngecup pipinya. Ata pening lihat pemandangan itu.

"Next time?"

Kafka diam sebentar karena pertanyaan dari Gemma itu. "Lihat nanti, Gem. Nggak bisa sering-sering karena—"

"Karena harus izin pacarmu?" Gemma ketawa renyah dan noleh ke Ata. "Taa, sekarang Kafka jarang mau keluar tanpa izinmu dan itu bikin aku sama dia makin jarang ketemu. So, do you mind if I want to meet Kafka next time?"

Ata terpaksa ngangguk. "Silakan."

"Tuh, udah dapet izin dari pacarmu."Gemma natap Kafka lagi, sekarang sambil nepuk-nepuk pelan pipi Kafka—nyaris ngelus. "See you next time, Kaf."

Karena Gemma minta dianterin sampai basemen, Ata harus nunggu kayak orang bego di apartemen Kafka. Udah sepuluh menit, tapi pacarnya belum balik juga. Lama-lama Ata emosi.

Baru aja Ata ngambil totebagnya di sofa, pintu apartemen Kafka dibuka dari luar. Kafka masuk dengan raut bersalah.

"Sorry," katanya pelan.

Ata ngerasa makin kerdil dan nggak nemuin cara buat ngusir insecurenya. "Kalau kamu mau minta maaf soal masukin Gemma ke apartemenmu, nggak usah. Aku nggak punya hak apa-apa buat ngelarang."

"Duduk dulu, ya?" Kafka jalan ke arahnya.

"Aku nggak mau lama-lama di tempat yang sekarang bukan buat keluarga sama pacarmu doang."

Kafka diam sebentar, lalu ngangguk. "Kita ke rumah aja, yuk? Aku kosongin dulu tempat ini dua hari. Besok aku minta semua ruangan disemprot disinfektan, biar steril."

Ata melongo. "Apa sih?!"

Bisa-bisanya Kafka nyeletuk random begini padahal Ata kira mereka lagi serius!

"Kamu nggak mau di sini. Gimana lagi kalau nggak disteril, kan?"

Ata nggak habis pikir sama kerandoman Kafka yang kadang nggak tau situasi dan kondisi. "Emangnya Gemma bawa penyakit?" Ata jadi pengen ketawa, tapi juga masih pengen ngambek. "Jangan ngaco, deh, kamu!"

"Dia bawa virus yang bikin kamu insecure, overthinking, dan banding-bandingin diri sendiri sama Gemma. Banyak temen-temenku bilang, aku bego banget karena ngelewatin bidadari kayak Gemma. Mereka belum tau aja aku punya bidadari yang lebih segalanya daripada Gemma." Ata pusing sama gombalan recehnya Kafka. "Yuk? Pergi sekarang?"

"Kaf, please, aku nggak bercanda."

"Emangnya aku kelihatan bercanda?" Dia nunjuk mukanya sendiri. Emang sih, Kafka nggak senyum-senyum jail, tapi Ata tetap ragu.

Ata cemberut waktu Kafka beranjak maju. "Jangan deket-deket. Males."

"Karena aku abis dipeluk Gemma?"

Ata melototin Kafka sebel. "Dicium juga, lho. Jangan ngilang-ngilangin."

Kafka ngangguk paham. "Oke, aku cuci muka lagi sama ganti baju dulu. Tunggu, Sayang." Sebelum Kafka masuk ke kamarnya, dia manggil Ata. Ata terpaksa noleh. "Kamu udah seribu kali lipat lebih cantik daripada Gemma, tapi bakal sepuluh ribu kali lipat lebih cantik daripada dia kalau kamu percaya diri."

***

Boyfriend ✔ #1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang