➖ His Jealousy

2.7K 203 2
                                    

Pagi-pagi banget, waktu Ata masih setengah sadar, Kafka yang seharian kemarin nggak ngabarin karena super sibuk tiba-tiba nelpon dan minta dia buat ngosongin kegiatan dari sore sampai malem. Kafka berniat ngajak Ata nongkrong bareng sama Mas Candra dan Mas Karel, juga pacar-pacar mereka. Biar makin akrab, katanya.

Ketemu dan nongkrong bareng dua temen baik Kafka itu bukan yang pertama kali buat Ata. Tapi, nggak bisa dibilang sering juga.

Seenggaknya, bisa akrab sama Mas Karel yang topik obrolannya rada absurd udah bisa disebut prestasi. Karena, kayak yang Mas Candra bilang, nggak gampang buat akrab sama Mas Karel.

Sore ini, Ata sebenernya udah siap dijemput Kafka. Bahkan dari sejam yang lalu. Tapi, Mas Dio, ketum Persma yang kerjaannya gangguin awak pers tiap Sabtu dan Minggu sore, tiba-tiba nelpon Ata dan minta bantuan buat nyortir surat masuk-keluar selama sebulan terakhir.

Masalahnya, Ata bukan sekretaris Persma. Tapi wakil Mas Dio itu demen banget ngilang. Ditelpon, nggak diangkat. Dichat, nggak dibaca. Akhirnya Ata yang sore ini—sialnya—milih buat ngangkat telpon dari Mas Dio, terpaksa ngampiri cowok itu ke sekre.

Saking asyiknya ngobrol sama Mas Dio, yang tumben-tumbenan bisa diajak ngobrol sambil ketawa-ketawa, Ata lupa ngecek HPnya yang udah banyak panggilan nggak kejawab dan chat dari Kafka.

Mereka telat satu jam dan Kafka manyun sepanjang jalan. Kafka yang doyan ngajak Ata ngomong selagi nyetir tiba-tiba berasa ngilang entah ke mana.

Tapi Ata nggak kehabisan ide. Karena kafe yang dipilih Mas Candra ini lokasinya di puncak dan pemandangannya bagus banget, Ata berhentiin Kafka yang udah mau nyusul temen-temennya di area outdoor.

"Bentar, bentar. Foto dulu, Kaf. Pemandangan di belakang kamu bagus tuh. Cocok sama kamu yang lagi cakep-cakepnya."

Kafka masih manyun. Asem banget lah mukanya. "Emang biasanya nggak?"

Ata mikir. Satu detik. Dua detik. "Cakep kok. Cuma kalau lagi manyun gara-gara cemburu, cakepnya makin kelihatan deh."

Kafka masih manyun. Paham banget kalau dia lagi digodain sama Ata. Matanya bahkan nggak lihat ke kamera HP Ata yang udah motoin Kafka dari tadi.

"Udah belum sih?" tanya Kafka, kesel.

"Senyum dulu dong. Sekali aja. Lihat kameraku yaaa."

Biasanya, Kafka langsung luluh kalau suara Ata mulai diseret-seret. Tapi sore ini nggak berlaku.

Matanya masih nggak mau lihat ke kamera HP Ata.

"Ogah," katanya lagi. "Aku mau senyum kalau yang lihat mata kamu, bukan kameramu. Biar senyum Dio kehapus dan diganti punyaku."

Spontan, Ata ketawa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Spontan, Ata ketawa. Dia ngantongin HPnya dan deketin Kafka yang masih manyun.

"Iya deh, iya. Nggak aku foto. Aku lihatin aja." Ata nyolek pipi Kafka. "Senyum dong, Kaf."

Ternyata, bikin Kafka senyum masih segampang biasanya.

***

Boyfriend ✔ #1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang