➖ Morning with Vivi

1.5K 182 6
                                    

Sejak Kafka kerja, Vivi nggak lagi tinggal di apartemennya. Anjing itu dititipin di rumah orang tuanya. Kadang ke Kak Winda kalau dia lagi senggang, atau ke Kak Jessy yang punya jadwal kerja paling fleksibel daripada saudara-saudaranya.

Karena capek bolak-balik kalau harus bawa Vivi ke apartemennya Minggu pagi dan harus nganter Minggu malem, rencananya Kafka ngajak main Vivi seharian. Jelas, ngajak Ata. Dia nggak boleh ketinggalan—katanya Kafka.

Selagi Kafka ngajak Vivi muterin alun-alun sambil jogging, Ata udah belok duluan ke pedagang kaki lima yang berjajar di pinggir alun-alun. Hari ini mendung dan Ata sebenernya pengen goleran di kasur setelah ngabisin malam minggu dengan ngerjain tugas metode penelitian yang bikin dia hampir mual. Deadlinenya Senin dan dia nggak punya waktu mikir lagi—setelah dua minggu dikasih waktu, tapi masih kurang. Mau nggak mau, meskipun sulitnya ngalahin ngertiin Vivi dan suasana hatinya yang berubah tiap menit, Ata kerjain itu tugas sampai hampir pagi.

Kafka nggak maksa dan udah berniat nganterin sarapan doang, tapi dia kangen Vivi—dan pacarnya terutama. Jadi Ata maksa dirinya sendiri beranjak dari kasur, cuci muka, gosok gigi, pakai celana olahraga dan hoodie, lalu ikut Kafka ke alun-alun. Kafka jemput Ata pagi-pagi banget waktu dia bilang mau ikut.

"Katanya tadi mau beli nasi? Kok cemilan pedes-pedes gini? Lupa kalau kemarin abis diare?"

Ata nyengir. Dia baru aja ngabisin batagor dan lagi nusuk pentol berlumuran sambel yang udah dibakar. Di tas plastik dekat kakinya yang bersila, ada dua gelas es teh dan sebungkus makaroni jeruk purut.

"Makan nasinya, kan, sama kamu."

Kafka geleng-geleng. Sebelum diomelin, dia ngulurin wadah pentolnya ke Kafka. "Ini bagi dua sama kamu. Aku beli satu doang soalnya antriiiii banget."

Kafka jongkok di depan Ata dan buka mulut, tanda minta disuapin. Sambil ngunyah, sambil cium-ciumin Vivi yang ada di depannya. Ata nggak tau gimana bisa dua hal itu dilakuin barengan. Kebiasaan Kafka yang bikin Ata pengen nyubit, tapi sekarang tangannya lagi megang tusuk pentol dan tangan satu lagi buka bungkus sedotan es teh.

"Taa, makannya Vivi mana?"

Sambil masih buka bungkus sedotan es teh, Ata noleh ke Kafka. "Lho, bukannya kamu yang mau bawa?"

"Aku tadi minta bantuanmu soalnya ribet sama talinya Vivi."

Ata nyengir lagi.

"Nggak kamu bawa?" tanya Kafka, padahal dia jelas tau jawabannya dari cengiran Ata.

"Aku ambilin, deh. Ngabisin ini dulu." Ata nunjuk pentolnya yang masih banyak.

"Nggak usah. Aku aja yang ngambil, kamu jagain Vivi di sini."

Tapi Kafka belum beranjak karena masih nerima suapan pentol dari Ata. Nggak mau kehilangan momen lucu yang sekarang udah jarang banget kelihatan, Ata buru-buru buka kamera HPnya.

 Nggak mau kehilangan momen lucu yang sekarang udah jarang banget kelihatan, Ata buru-buru buka kamera HPnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kafka natap Ata tepat setelah dia ngefoto cowok itu. "Kita nganter Vivi ke tempatnya Jeric dulu, ya? Baru beli sarapan."

"Kak Winda di sana?"

Kafka ngangguk. "Abis sarapan, kita jemput lagi. Aku anterin kamu ke kos buat mandi, terus kita jalan lagi."

"Bolak-balik, dong! Nggak sekalian aja? Kamu anterin aku mandi dulu, baru jemput Vivi. Sarapannya di deket kosku. Udah banyak yang buka di sana."

"Vivi nggak bakal betah di tempatnya Jeric. Anjingnya Jeric baru pulang dari klinik, mereka bisa berantem kalau lama-lama berduaan. Lagian, sama aja, Taa. Nganterin kamu mandi dulu, juga bolak-balik ke tempatnya Jeric."

Ata cemberut. "Macetnya, lho, Kaf. Pikirin, deh. Kalau sekalian, kan, bisa mangkas waktu."

"Tempatnya Jeric sama kosmu nggak jauh." Nggak jauh, tapi juga nggak deket dan berlawanan arah. Makanya dia pengen Kafka nggak buang-buang waktu di jalan.

Ata makin cemberut. "Ya udah, aku ke kos naik ojek, kamu langsung ke tempatnya Kak Jeric."

Kafka senyum-senyum gemes. "Nggak usah cemburu. Aku adil ke kamu sama Vivi. Kan lagi nggak pakai yang Ferrari, nggak bakal bikin kamu minder."

"Nggak cemburu. Kamu nggak efisien."

Kafka ketawa pelan. "Sekali-sekali, nggak masalah."

Tuh, kan. Ata udah bisa nebak kalau Kafka nggak bakal ngelepasin Vivi gitu aja, tapi sekarang dia juga nggak mau ngelepasin Ata gitu aja.

"Kalau lagi sama aku, kenapa harus naik ojek, sih?"

Ata sengaja nggak jawab.

"Kita cari tempat sarapan yang Pet-Friendly, ya?" Kafka nanya lagi.

Ata masih diam. Suaranya kalah kalau udah berhubungan sama kepentingan Vivi dan percuma dia ngabisin tenaga buat ngerebut itu.

"Katanya nggak cemburu." Kafka masih nggak nyerah juga.

"Emang nggak cemburu," jawab Ata. "Aku ngasih opsi paling enak buat kamu sama Vivi."

"Nggak enak di kamu."

"Kan, aku yang mau pulang sendiri."

Kafka senyum, lalu nyubit pipi Ata pelan. "Vivi sekarang ngalah dulu. Mommynya cemberut terus. Aku minta Vivi dikandangin dulu nanti."

"Aku nggak nyuruh kamu milih aku, Kaf." Soalnya Ata tau, Kafka nggak suka dikasih pilihan yang bikin dia nggak bisa milih Vivi. "Aku udah biasa naik ojek."

"Tapi sekarang aku maunya milih kamu."

Iya, deh. Iya. Suka-suka kamu aja, Kaf.

***

Boyfriend ✔ #1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang