3. Garis Takdir Allah

85 15 4
                                    

Laa Tahla! Jangan mengeluh.

Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kemampuan—Al-Baqarah:286

***

"Nggak. Saya nggak akan terima kontrak itu".

"Kenapa? Lo nggak mau jadi penulis? Kita bahkan bisa langsung membesarkan nama lo. Lo hanya perlu bikin karya terbaik. Jadi, apa yang perlu dikhawatirkan?".

"Menjadi seorang penulis novel memang impian saya. Bahkan saat inipun saya masih berharap untuk itu. Tapi jika dengan cara yang ngga jelas gini, saya nggak mau. Memangnya Bang Jordan ini pernah baca karya saya? Pernah tau tulisan saya? Nggak, kan? Bang, sesuatu yang didapatkan dengan mudah, maka akan hilang dengan mudah. Dan saya nggak mau itu terjadi. Cukup pekerjaan saya saat ini saja yang akan hilang, jangan sampai impian tertinggi saya ikut tertimbun".

Di dalam mobil, sembari memegang roda kemudi, Jordan terkekeh mengulas percakapan panjangnya dengan Kalila—si keras kepala

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Di dalam mobil, sembari memegang roda kemudi, Jordan terkekeh mengulas percakapan panjangnya dengan Kalila—si keras kepala. Ia benar-benar tak bisa berkutik dibuat gadis itu. Jual mahal atau apa? Bagaimana kontrak fantastis itu ditolaknya mentah-mentah? Jika ditawarkan pada orang lain, tentu saja diterima.

Kendati demikian, sikap gigih dan tegas gadis mungil itu membuat Jordan semakin penasaran. Ia lantas keluar dari mobil, berjalan cepat menyusuri jalanan ramai kendaraan yang dilewati Kalila sebagai arah pulang. Sesekali pria rupawan itu berlari kecil untuk mengejar Kalila yang sepertinya belum jauh. Terlebih hari sudah mulai gelap, tak baik untuk perempuan jalan sendirian.

Rambut rapi Jordan dengan gaya curtain hair itu terus beterbangan, membuat keningnya nampak mengilat. Napasnya sedikit tersengal mengejar gadis berhijab hitam itu. Namun usahanya tak membohongi hasil. Tepat di depan sebuah mushola JPO, ia menemukan Kalila memasukinya. Benar, ini sudah waktunya sholat maghrib. Itu semua membuat Jordan semakin tertegun. Gadis itu benar-benar menjaga kewajibannya. Pun ia ikut serta dalam sholat jamaah tersebut.

Jujur, Jordan bukanlah tipe laki-laki yang biasa sholat tepat waktu. Pekerjaan yang padat, membuatnya sering mengakhirkan sholat. Ia masih jauh dari kata sholeh. Tapi dengan kejadian seperti ini membuat hatinya bergetar dan merindukan ketenangan sholat tepat waktu dan berjamaah.

Usai sholat, si tampan nan rupawan itu menunggu Kalila keluar dari masjid. Mata sipitnya kini beriak saat menemukannya. Tapi ada yang berbeda, Kalila membiarkan blouse hitam itu nampak, serta menggantungkan blazer di tangan.

Tak sampai disitu, Jordan kembali dibuat kagum dengan sikap dermawan Kalila. Ia memberikan entah berapa dari uangnya untuk seorang kakek tua dipinggir jalan. Di zaman ini, ternyata masih ada perempuan baik. Semua itu jauh dari sosok Kalila kelihatannya. Konyol dan keras kepala. Tangan kanan melakukan kebaikan sementara tangan kirinya tak pernah tau.

Jordan terus mengikuti langkah Kalila dengan gaya khas tersendiri, menenggerkan kedua tangan ke dalam saku celana. Menyusuri jembatan penyeberangan orang Bundaran Senayan atau yang akrab disebut JPO Bunsen. Sebuah jembatan penyeberangan yang baru diresmikan Gubernur Anies Baswedan belakangan ini. Lantainya berlapis kayu komposit dengan warna coklat sehingga kaki kuat berpijak.

Ingin Pulang (Colher E Garfo)| Dowoon, Sejeong, SehunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang