19. Dear, Us

50 11 1
                                    

Hola! Kembali lagi bersama Kalila dan dua cogan! Jangan lupa ajak temen2 yang lain buat gabung ke kisah ini, ya. Biar makin rame dan author makin semangat!

Oh, ya kali ini cukup panjang. So... ENJOY!
.
.
.
HAPPY READING!
.
.

Selalu ada perjuangan berat bagi kita yang ingin berubah.

***

Rayden masih belum beranjak dari tempatnya. Ia masih berdiri disana. Tak peduli rintikan hujan yang perlahan semakin menderas, menghujani tubuh atletisnya yang berbalutkan pakaian serba hitam.

Berdiri tegap di depan sebuah pusara. Air mata Rayden terus berjatuhan. Matanya menatap lurus pada sebuah makan yang berada di depannya. Memegangi dada, memberikan pukulan kecil disana saat rasa nyeri itu semakin menyiksa.

Sedikit membungkuk, satu tangannya mengusap batu nisan itu perlahan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sedikit membungkuk, satu tangannya mengusap batu nisan itu perlahan. Dalam tetesan air matanya, ia tersenyum.

"Pa.. Rayden kangen papa".

Ia membungkuk lagi bersamaan dengan air matanya yang terus berjatuhan. Merapikan bunga-bunga yang memang baru ditaburinya. Setiap kembali ke Indonesia, Rayden selalu menyempatkan diri mengunjungi makam ayahnya. Melepas rindu, meski dunia sudah berbeda.

"Pa.. maafin Rayden" Tangisan itu semakin kuat. Air mata tumpah ruah, bersatu dengan hujan yang sudah semakin deras "Rayden nggak seharusnya berteriak di depan mama. Tapi Rayden nggak kuat. Maaf karena Rayden melanggar janji" Isakannya menyeruak, ia bebas menangis seolah hujan telah menutupi kerapuhannya. Berserak tersesat entah kemana.

"Nak, meskipun mama seperti itu, jangan pernah meninggikan suaramu di depannya. Jangan pernah membangkang. Jadilah anak papa yang sholih, yang mencintai mama apa adanya".

Pesan-pesan sang ayah membuat Rayden semakin terjerembab oleh rasa salah. Menyesal adalah ketersesatan manusia dalam hidupnya. Sesak itu tak bisa terbantahkan. Jerit kesakitan dengan bayangan penuh rasa bersalah selama ini tertimbun, kini tak lagi mampu bersembunyi. Dibalik celah dahan dan ranting sekalipun.

Lalu, matanya beralih ke sebuah pusara di seberang sana. Masih dalam tangis, Rayden menarik napas sejenak "O-om.. Maafin Rayden untuk selama ini. M-maaf Rayden belum bisa menjaga Kalila dengan baik, sedangkan om menjaga papa dengan sangat baik. Rayden nggak tau diri. Maaf".

Detik-detik itu berlalu penuh nestapa. Rayden kembali tak berdaya. Tersedu-sedan membayang semua kesalahannya yang sudah berlebih. Membiarkan tubuhnya basah. Menyatu dengan hujan.

Tiba-tiba satu hal menghentikan jeritannya. Rayden merasakan hujan tak lagi menghantamnya. Lelaki tampan itu terdiam, mencari jawaban. Lantas mendongak dan menemukan sebuah payung hitam di atasnya. Rayden meluaskan pandangan untuk memastikan. Air mata dan bekas hujan itu mengganggu penglihatan.

"Hujannya deres banget. Ayo, kak!".

Rayden terpaku dalam kekagetan, mendapati Yasmin tiba-tiba datang. Ia melihat mata yang bersinar, meski langit abu membentang gelap. Perempuan di belakang Yasmin.

Ingin Pulang (Colher E Garfo)| Dowoon, Sejeong, SehunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang