12. Segundo Encontro

43 11 1
                                    

Sambut yang datang. Ikhlaskan yang pergi dan lupakan yang menyakiti.

***

Pak Ali Hwang—Ayah Rayden adalah pria Korea tulen yang hijrah ke Indonesia untuk menjalani kegiatan bisnis keluarga yang cukup besar sejak akhir tahun 70an. Semakin tertarik dengan keelokan Negeri Khatulistiwa, Pak Ali yang bernamakan asli Hwang Do-Woon lantas mempelajari bahasa yang mempertemukannya dengan Puput Andriyani sebagai guru Bahasa Indonesia dan dipersuntingnya. Kemudian semakin dalam pria oriental pemilik mancung itu belajar. Ia semakin mencintai sastra dan memulai karirnya sebagai penulis di sela kesibukannya sebagai saudagar.

Awalnya hanya menulis prosa yang kemudian menjelma menjadi novel. Sampai mantap mengambil genre dongeng anak demi menghibur Rayden kecil yang sudah mendapatkan diskriminasi dalam keluarga akibat dirinya yang tak pernah bisa mengimbangi dua kakaknya.

Sang istri memiliki kecantikan luar biasa, sehingga perpaduan darah Korea dan Jakarta yang manis itu menjadikan anak-anak mereka bagai primadona. Hwang Me-Ga, Danya Audina Hwang dan Hwang Rayden Faaz.

Pada tahun 90an, Pak Ali yang juga mencintai kuda besi itu sedang menikmati waktunya bersama si bungsu dan mempertemukannya dengan Pak Gibran—Ayah Kalila, seorang petugas kepoilisan yang sempat ditanyai jalan menuju lapangan kosong oleh Pak Ali.

"Memangnya ke lapangan mau ngapain, Ko?".

Waktu itu, Pak Gibran tak tau bilamana pria sipit berkulit terang itu orang Korea. Dan bukanlah Cina.

"Mau mengajari anak saya naik motor".

Sejak saat itu, keduanya menjadi dekat. Ketika hari libur datang, Pak Gibran juga sesekali ikut bermain motor bersama. Mereka sama-sama penggemar motor.

Sempat terpisah beberapa tahun karena kesibukan masing-masing. Kedua ayah itu bertemu lagi dalam keadaan yang sudah terbalik. Pak Gibran kala itu harus menerima kenyataan pahit saat sang istri meninggal dunia setelah menggadai nyawa demi melahirkan Fauzan Jamal atau yang akrab disapa Ochan—putra bungsunya. Sementara si sulung, Kalila selalu murung dan menyendiri akibat kejadian tersebut.

Seminggu setelahnya, seseorang menempati sebuah rumah disampingnya. Dia Pak Ali beserta putra bungsunya—Rayden yang saat itu berusia 15 tahun dan tengah menggeluti karir balap motornya.

Mereka harus pindah rumah akibat perceraian Pak Ali dan Mama Puput. Keputusan tersebut akibat Pak Ali yang terkenal sebagai saudagar kaya raya itu resmi keluar dari salah satu perusahaan yang dibangun bersama rekan bisnisnya dalam dunia perbankan. Sebab Pak Ali yang sedang memperbaiki agama, merasa pekerjaan dalam dunia tersebut akan menyesatkan, meski perusahaan tersebut menjadi salah satu pemasukan terbesarnya.

Mama Puput yang kasarnya gila harta itu tak terima keputusan sang suami, apalagi pengeluaran besar-besaran sedang terjadi di keluarga saat putri-putri cantik mereka sedang mengenyam pendidikan tinggi.

Pak Ali dan Pak Gibran bersatu untuk bangkit bersama, pun serta dengan anak-anak mereka yang tumbuh semakin dekat dan mengisi satu sama lain. Persahabatan kedua ayah itu begitu mengharukan. Menjadi orang tua tunggal yang berjuang mendidik anak bersama, pun meninggalkan dunia bersama-sama.

Saat ada waktu luang, Pak Ali dan Pak Gibran sering mengisi waktu untuk datang ke sirkuit, sekedar menuangkan hobi. Suatu ketika, Kalila dan Rayden menemani Ochan bermain di rumah.

"Giliran ayah kita yang main, kasian mereka selalu sibuk mencari uang dan membesarkan kita" Tutur Rayden yang saat itu berusia 24 tahun, kebetulan ia sedang liburan dari ajang motor Asian talent cup, lalu disambut baik oleh Kalila remaja.

Tak disangka, terjadi sebuah pengeboman diduga terorisme di sirkuit tempat ayah mereka berada malam itu. Terduga pelaku bernama Anjas, seketika tewas tak lama setelah kejadian akibat kabur dan tertabrak kereta.

Ingin Pulang (Colher E Garfo)| Dowoon, Sejeong, SehunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang