BAGIAN 03

1.4K 115 1
                                    



Assalamualaikum all

Happy reading








•••••

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.



MALAM hari jalanan kota Los Angeles masih terasa hangat, berhubung musim ini adalah musim panas. Meskipun hari yang sudah malam, tetapi hawa panas masih terasa.  Sepanjang trotoar orang-orang dengan wajah khas barat dan rambut yang kebanyakan pirang berlalu-lalang, melakukan kesibukan masing-masing di tengah macetnya jalanan kota. Beberapa toko-toko di sepanjang trotoar terlihat masih buka dan ramai pengunjung.

Setelah mengisi perutnya dan membeli beberapa kantung makanan untuk dia bawa pulang, kini Shakila berjalan menuju rumah. Menikmati perjalanan dengan berjalan kaki dan bergabung dengan para pejalan kaki yang lain. Penampilan Shakila terlihat mencolok dengan gamis panjang dan kerudung segi empat yang menutup dada, berbeda dengan orang-orang yang hanya mengenakan pakaian kasual. Rata-rata dari mereka hanya mengenakan celana pendek, baik laki-laki maupun perempuan. Meskipun begitu,  hal itu tidak membuat orang-orang fokus kepada Shakila, mereka tetap fokus pada kesibukannya masing-masing dan tidak peduli dengan penampilan Shakila yang berbeda.

Shakila tersenyum riang, momen baru seperti ini sayang sekali jika harus dilewatkan. Dia mengabadikan setiap langkahnya lewat sebuah kamera yang selalu dia bawa ke mana-mana. Memotret apa saja yang menurutnya menarik. Hobi ini memang sudah ada sejak Shakila duduk di bangku SMA. Dia sangat suka sekali memotret apa pun lalu mengeditnya menjadi seindah mungkin. Dia juga sudah memantapkan diri untuk menjadi seorang fotografer di sela-sela kesibukannya nanti berkuliah, demi memenuhi kebutuhan hidupnya selama tinggal di Amerika.

Tak terasa, tiga puluh menit telah berlalu. Meninggalkan kota yang tadinya ramai, kini tergantikan dengan jalanan yang sepi dengan beberapa bangunan rumah. Hanya tinggal beberapa belokan lagi untuk Shakila sampai ke rumahnya. Melewati sebuah gang  sepi yang lumayan besar. Kamera yang dibawanya masih dia pegang, menyorot ke berbagai tempat yang terlihat menarik.

“Sepertinya aku sudah memotret banyak.” Shakila melihat-lihat sebentar hasil potretnya, lalu tersenyum bangga dengan hasil jepretan yang dia tangkap.

“Satu kali lagi deh.”

Kamera Shakila kembali menyorot ke berbagai tempat. Mencari titik sempurna untuk mengakhiri jepretan terakhirnya. Beberapa detik terhenti ketika Shakila  melihat sesuatu yang menurutnya pas sekali momen itu untuk diabadikan. Dari balik kamera, Shakila melihat seekor kucing yang tengah makan dari hasil kucing itu mencarinya di tong sampah sebelah gang.

Shakila mengambil potret kucing itu dengan sempurna. Dia kembali melihatnya. Tersenyum haru, kucing itu terlihat sangat kelaparan sekali. Dia berjalan untuk menghampiri kucing tersebut. Mengeluarkan beberapa makanan yang tadi dibelinya, membukanya, lalu menyimpan makanan tersebut di depan kucing yang tengah makan.

“Kau pasti lapar sekali ya?” Shakila bertanya sambil mengelus-elus sayang kepala kucing.

“Meow.” Seakan mengerti kucing tersebut bersuara.

“Makan yang banyak ya. Besok belum tentu kamu bisa makan sebanyak ini.”

“Sshhh.... T-tolong.....”

Shakila terdiam ketika samar-samar mendengar suara seseorang di dalam gang.

“Sshhh....” 

“Ada orang?” Shakila bergumam dengan kening berkerut. Matanya menatap sekeliling tempat ini. Sepi, tidak ada siapa pun. Namun, selang beberapa detik, suara rintihan seseorang terdengar lagi dari dalam gang.

“T-tolong a-aku...”

Tubuh Shakila kembali menegang, sepertinya dia tidak salah dengar. Di dalam gang benar-benar ada orang. Shakila bangkit dari posisinya, berjalan masuk ke dalam gang dengan perlahan untuk memastikan apakah benar ada orang atau tidak. Pelan tapi pasti, kaki Shakila melangkah masuk ke dalam gang. Meskipun ada sedikit perasaan ragu dan takut, Shakila memaksakan untuk memeriksa ke dalam gang karena penasaran.

“Astagfirullah....”

Shakila membekap mulutnya,  refleks menjatuhkan kantong belanjaan dan kamera yang dipegangnya. Tubuhnya seketika bergetar ketika melihat seorang laki-laki tak dikenal tergeletak tak berdaya dengan luka memar di beberapa bagian wajah. Mulut laki-laki itu terus bergumam tidak jelas tetapi matanya tertutup rapat.

Perempuan itu mundur beberapa langkah, menatap sekeliling, dia tidak tahu harus melakukan apa. Dirinya benar-benar syok. Dia tidak bisa berpikir. Apa dia harus menolong laki-laki itu yang kondisinya terlihat sangat memprihatinkan atau pergi dan membiarkan laki-laki itu tergeletak begitu saja di sini.

Shakila menggeleng, dia tidak mau mengambil risiko. Segera berbalik, kakinya hendak melangkah keluar gang dan berusaha tidak memedulikan laki-laki itu. Namun, belum sempurna langkah kaki melangkah,  pergerakannya terhenti ketika telinganya mendengar kembali rintihan kesakitan laki-laki itu.

“Sshhh.... S-ssakit...”

Shakila kembali berbalik, menatap iba laki-laki yang tergelak di tanah. Jika Shakila pergi dan meninggalkan laki-laki itu, sama saja dia seperti seorang penjahat yang tidak mempunyai hati nurani. Laki-laki itu saat ini membutuhkan pertolongannya dan jelas-jelas saat ini Shakila ada di depan laki-laki itu. Apa mungkin Shakila sejahat itu membiarkannya begitu saja.
Shakila terdiam, tampak berpikir. Dulu Abi selalu mengajarkannya untuk menolong siapa pun yang membutuhkan pertolongan, dalam kondisi apa pun, jika orang itu benar-benar membutuhkan bantuan. Abi selalu mengajarkan untuk memprioritaskan orang yang membutuhkan meskipun harus mengambil risiko yang besar.

Shakila kembali melangkah mendekati laki-laki itu, lalu berjongkok. “Permisi, tuan. Apa kau baik-baik saja?”

Hening. Tidak ada sahutan.

“Ya Allah aku harus bagaimana....”
Tidak ada pilihan, ragu, tangan Shakila mulai mengambil tubuh laki-laki yang tergeletak itu. Membantunya berdiri lalu memapahnya untuk pergi dari tempat mengerikan ini.

•••••

Pukul sembilan malam, setelah berhasil membawa laki-laki yang tadi tidak sadarkan diri ke rumahnya, lalu membaringkannya di sofa ruang tengah. Shakila Mengompres beberapa luka memar di bagian wajah laki-laki itu. Telaten dan penuh hati-hati.
Mulut laki-laki itu sedari tadi tidak berhenti bergumam tetapi matanya masih tertutup rapat. Dia seakan berbicara di alam bawah sadarnya. Shakila memperhatikan lamat-lamat wajah laki-laki itu.  Wajah khas barat, alis hitam tebal, hidung mancung, bibir tipis, dagu yang terbelah dua dan rambut  berwarna coklat alami. Wajahnya terlihat masih muda.

Beberapa saat, Shakila cukup terpesona dengan ketampanan laki-laki itu. Meskipun ada beberapa luka memar, tetapi hal itu sama sekali tidak mengurangi kadar ketampanannya. Laki-laki itu, terlihat sempurna.
Shakila terhanyut ke dalam pesonanya, sampai tidak sadar jika dia sudah memandang wajah laki-laki itu cukup lama.

“Astagfirullah, kamu enggak boleh kayak gini, Sha. Ya Allah maafkan hamba yang telah lalai karena memandang lawan jenis secara berlebihan.” Shakila tersadar dari lamunannya, berkali-kali kalimat istigfar dia ucapkan dalam hati karena telah berbuat lalai.
Allah tidak pernah melarang hambanya untuk mengagumi ketampanan atau kecantikan seseorang, itu artinya Allah telah menciptakan manusia sesempurna mungkin. Tetapi yang tidak boleh dilakukan adalah mengaguminya secara berlebihan bahkan sampai memandang terlalu lama apalagi sampai mengkhayal yang tidak-tidak seperti yang dilakukan Shakila barusan.

Shakila tampak berpikir, sebenarnya siapa laki-laki ini dan apa penyebab yang membuatnya menjadi seperti ini. Apa mungkin laki-laki ini terlibat perkelahian atau korban kekerasan fisik. Apa keputusan Shakila membawa laki-laki ini ke rumahnya salah atau benar. Dia sendiri juga tidak tahu harus membawanya ke mana selain rumah. Mungkin untuk beberapa saat Shakila akan menampung laki-laki itu di rumahnya sampai keadaannya membaik.

“Sebenarnya kau ini siapa, tuan?”
Shakila bermonolog, terdiam sejenak, kemudian dia mulai membereskan kompresan dan obat-obatan yang berserakan di atas meja. Menyimpannya ke dalam lemari.

Shakila mengambil selimut, lalu menyelimuti tubuh laki-laki itu agar tidak kedinginan. Setelah selesai dan memastikan laki-laki itu nyaman, Shakila bergegas masuk ke dalam kamar untuk beristirahat. Besok pagi, ia sudah mulai berkuliah dan memulai kegiatan lainnya.

•••••

TBC

After  Meet ( Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang