Bagian 41

1K 32 22
                                    

Happy reading all








•••••

Ceklek

Pintu rumah yang terbuat dari kayu itu terbuka kala seseorang membukanya secara perlahan. Dan beruntungnya pintu itu  tidak dikunci sehingga dengan leluasa orang yang membuka pintu barusan bisa masuk ke dalam dengan leluasa. Matanya menatap sekeliling rumah. Hening dan gelap. Itu yang dirasakannya setelah masuk.

Tidak seperti kemarin-kemarin yang datang sambil membuat kerusuhan.  Kali ini kaki jenjangnya berjalan lesu mengitari setiap sudut ruangan. Mengingat setiap momen indah yang pernah menghiasi rumah ini. Duduk di sofa ruang tamu, mengingat bagaimana dulu saat pertama kali sang tuan rumah begitu membenci kehadirannya di sini. Di ambang pintu, selalu ada kejutan darinya yang tak terduga ketika sang tuan rumah kembali. Dapur menjadi tempat favorit saat dirinya dan pemilik rumah selalu menghabiskan waktu memasak bersama dibarengi hiburan kecil. Pintu kamar, selalu menjadi yang paling favorit karena sang tuan rumah yang berada di dalam kamar selalu melantunkan hafalan ayat suci Al-Qur'an yang membuat hatinya damai terlepas dari semua masalah yang terjadi hari ini.  

Pria itu, membuka pintu kamar tersebut. Lagi dan lagi, hanya keheningan yang menyambutnya. Pria itu menatap lekat setiap sudut ruangan. Berjalan menuju ranjang. Sampai matanya tidak sengaja melihat kertas yang jatuh dari meja ke bawah kakinya karena embusan angin yang tiba-tiba masuk melalui celah-celah rumah.

Laki-laki itu berjongkok lalu mengambil secarik kertas tersebut. Sebuah surat. Dengan ragu tangannya yang bergetar sedikit terangkat dan mulai membaca isi surat itu.

Untuk Seseorang pemilik biru mata kelam.

Aku tahu setiap kali aku melihat mata biru itu. Tuhan ku akan marah. Tapi tak apa lah, biarkan itu menjadi urusanku. Karena aku sendiri tidak bisa mengelak, jika menatap mata biru itu selalu menjadi candu untukku. Mata biru itu terdapat kegelapan yang selalu ingin aku Selami.

Ainsley. Aku jatuh cinta kepada mu. Aku mencintai semua yang ada pada dirimu. Aku mencintai semua kekurangan mu. Kamu tahu? aku begitu mencintaimu, melebihi cintaku kepada Tuhan. Aku selalu berharap kebersamaan kita bisa menjadi pelengkap kekurangan mu. Pertemuan kita adalah sebuah anugerah terindah yang pernah aku lalui.

Aku tidak tahu soal keputusan yang telah aku ambil malam ini  benar atau salah. Tapi maaf. Mungkin caraku untuk menyelesaikan masalah terlalu kekanak-kanakan. Ainsley, aku pamit. Izinkan aku pergi untuk menyembuhkan luka yang telah kamu buat di hatiku. Dan terima kasih, karena luka ini juga aku mendapat pelajaran hidup yang membuat ku langsung tertampar.

Ainsley. Kamu adalah orang yang memberiku cinta sekaligus luka di waktu bersama. Jatuh cinta berulang kali padamu dan memberimu kesempatan akan kesalahan mu adalah keputusan ku. Aku tidak pernah menyesal soal keputusan yang telah aku ambil walaupun semua itu berujung mengecewakan.

Darimu aku belajar banyak hal. Darimu aku belajar bahwa cinta itu bukan perihal tentang kita saja. Tapi cinta itu tentang dua hati. Tentang keyakinan, pengkhianatan,kejujuran dan perjuangan. Nyatanya semua itu tidak semudah yang aku bayangkan.

Ainsley, aku pergi bukan berarti aku tak cinta lagi. Meski perasaan kecewa itu besar. Aku akan tetap mencintaimu, entah itu sampai satu tahun ke depan, dua tahun bahkan seratus tahun kemudian. Aku akan tetap mencintaimu, Ainsley.

Berbahagialah di sini, dengan ada atau tidaknya aku. Aku harap kamu bisa belajar dari kesalahan yang kamu perbuat. Di sini, aku akan menunggumu dengan versi terbaik kita. Ayo bertemu di titik terbaik menurut takdir.

Aku tegaskan sekali lagi. Aku, mencintai mu, Ainsley.

Ainsley menjatuhkan surat yang ditulis oleh Shakila. Dadanya kembali merasakan sesak yang luar biasa. Ternyata semua ini bukan mimpi. Semuanya benar-benar telah usai. Shakila-nya telah pergi. Benar-benar pergi, dan tak akan kembali.

"Kalau kau mencintaiku kenapa kau meninggalkanku Shakila...." Lirih Ainsley. Pria itu bersandar pada kasur dengan air mata yang sudah jatuh.

Rasanya baru kemarin Ainsley melihat Shakila. Rasanya baru kemarin Ainsley merasakan hangatnya tangan Shakila yang untuk pertama kali mengobati lukanya. Rasanya baru kemarin pertengkaran-pertengkaran lucu itu terjadi. Rasanya... baru kemarin Ainsley bahagia saat bersama Shakila.

Dan sekarang semuanya telah berakhir. Benar-benar berakhir. Jika boleh, Ainsley ingin meminta kepada Tuhan untuk mengulang semua waktu-waktu indah yang pernah ia lalui bersama Shakila. Tapi apa mungkin Tuhan mau mengabulkan permintaannya?

"Shakila, Seperti ucapan mu. Jika memang perpisahan kita adalah pertemuan yang tertunda. Aku berjanji, entah itu satu tahun ke depan, dua tahun bahkan seratus tahun kemudian aku akan selalu mencintaimu dengan versi terbaikku. Aku mencintaimu Shakila. Akan ku pastikan kamu akan menjadi cinta pertama dan terakhir untukku."

Ainsley mengusap air matanya. Lalu kembali bangkit dari duduknya. Sekali lagi, Ainsley menatap sendu rumah sederhana yang pernah memiliki kehangatan di dalamnya. Dia kemudian melangkah pergi keluar dengan penuh kehampaan. Rasa kehilangan itu begitu menyakitkan.

Kehilangan pasti akan selalu terjadi. Kehilangan bukan selamanya tentang pergi dan meninggalkan. Terkadang, kita harus merasakan kehilangan terlebih dahulu untuk menyadari setiap detik momen yang dilalui itu berharga. Kehilangan mengajarkan kita untuk tidak menyia-nyiakan masa.
Karena jika kita sudah berada di fase kehilangan. Hanya sebuah kenangan yang dilalui kemarin yang akan selalu terulang dipikiran. Dan itu tidak akan bisa terulang kembali.

•••••

After  Meet ( Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang