Minggu yang cerah, diiringi kicauan burung yang bertengger di dahan pohon. Shakila tengah menyiram bunga di halaman depan rumah. Bunga yang sempat dia tanam beberapa hari yang lalu.
Cuaca hari ini tidak sepanas saat pertama kali Shakila berada di sini. Udara pagi terasa hangat, cahaya matahari masuk ke halaman rumah melalui celah-celah pohon rimbun yang ada di sampingnya.
Suasana di perumahan Shakila, tidak begitu ramai. Hanya ada beberapa orang yang tengah berolahraga dan lari pagi. Membuat suasana terasa sunyi dan damai. Tetapi, baru sebentar kedamaian itu tercipta, Shakila melihat keributan di depan rumah Elena.
"Kumohon pergilah, Mom. Kau hanya merusak suasana hatiku." Elena berkata sambil terus mengusir wanita paruh baya yang tak lain adalah ibunya sendiri.
"Kau tidak seharusnya mengusirku seperti itu, Elena. Aku ibumu." Ibu Elena berkata dengan tatapan kecewa.
Shakila masih terdiam, memperhatikan. Selang yang dia gunakan untuk menyiram tanaman masih mengalir. Dia hanya melihat pertengkaran anak dan ibu itu. Belum berniat untuk menghampiri.
"Aku tidak pernah menganggap mu ibu ku setelah apa yang telah kau lakukan kepada ayahku." Elena berteriak, menatap marah wajah ibunya.
"ELENA!" Bentak wanita paruh baya itu.
"APA?!" Elena tak kalah keras membentak balik ibunya.
Ibu Elena memejamkan mata. Satu tetes cairan bening langsung keluar begitu saja dari matanya. Ibu mana yang tidak sakit hati mendengar bentakan yang keluar dari mulut anaknya sendiri.
"Ayah mu pergi karena dia melakukan kesalahan. Kau harus mengerti itu, Nak." Ibu Elena berkata dengan suara pelan, mencoba memberi pengertian kepada Elena. Tangannya terulur, hendak mengelus lengan Elena, namun dengan cepat Elena menepisnya.
Elena berkacak pinggang, masih menatap benci ibunya. Sejurus kemudian dia mengusap gusar wajahnya. Dia menunjuk wajah ibunya. "Seharusnya kau mau memaafkan, ayah. Bukan malah mengusirnya. Kau sudah membuatku tumbuh tanpa sosok ayah, Ma!"
"Ayah mu pria brengsek, Elena!" Ibu Elena berteriak.
"Kau bahkan lebih brengsek dari ayah ku!" Elena mendorong ibunya tanpa perasaan, membuat wanita paruh baya itu tersungkur ke tanah.
Elena tak mempedulikan itu, sama sekali tidak merasa bersalah.
Bola mata Shakila membulat. Ini di luar dugaannya. Shakila tidak berpikir Elena akan berbuat kasar seperti itu kepada ibunya sendiri. Buru-buru Shakila berlari dan menghampiri ibu Elena yang masih terduduk di tanah, lalu membantunya berdiri. Bahu wanita paruh baya itu bergetar, menangis.
Shakila mengusap pelan punggung ibu Elena, menenangkan sebentar. Lalu, menatap marah ke arah Elena.
"Kau benar-benar sudah keterlaluan, Elena. Dia ibumu, tidak seharusnya kau melakukan itu kepada ibu mu sendiri." Shakila berkata marah. Tidak habis pikir dengan apa yang telah dilakukan Elena.
"Dia, bukan ibuku." Tunjuk Elena kepada ibunya.
"Ibu mana yang tega memisahkan anaknya dengan ayah kandungnya sendiri. Dia bahkan terlalu buruk untuk menjadi seorang ibu!" Elena berkata tanpa perasaan. Tidak peduli jika ucapannya barusan benar-benar telah melukai seorang wanita yang telah mengandungnya selama sembilan bulan.
Elena terdiam sebentar, kemudian masuk ke dalam rumah. Menguncinya. Dia menghiraukan teriakan ibunya dari luar.
"ELENA, BUKA PINTUNYA! IBU BELUM SELESAI BICARA!" ibu Elena menggedor pintu. Elena sama sekali tak menyahut. Di dalam rumah, Elena menutup kedua telinganya rapat-rapat, meringkuk di atas kasur.
KAMU SEDANG MEMBACA
After Meet ( Selesai)
General FictionIni adalah kisah cinta tentang dua insan yang memiliki latar belakang yang sangat bertolak belakang. Bukan hanya sekedar kisah cinta. Ini juga tentang bagaimana lika-liku kehidupan yang dijalani oleh Shakila, seorang gadis muslimah asal Indonesia y...