Acasia: Purnama

8 7 8
                                    

"Kau sudah ditandai oleh makhluk itu, sama seperti kami. Dia menargetkan dirimu sebagai tumbalnya. Tidak ada jalan keluar sekarang, semuanya hanya bisa diam menunggu kematian."

_______

Bisa-bisanya ada manusia seperti mereka yang memilih untuk pasrah menunggu kematian seperti ini.

Aku tidak habis pikir. "Tidak ada yang bisa kita lakukan, kita sudah diperangkap," ungkap Tamara. Ia diam sejenak, kemudian melanjutkan, "satu-satunya yang bisa dilakukan hanya menggunakan waktu semaksimal mungkin, sebelum bulan purnama."

"Purnama? Maksudmu?" tanyaku. Agaknya, ada begitu banyak yang belum aku ketahui. Serta, ada banyak hal yang mereka ketahui namun mereka pilih untuk menyembunyikannya dariku.

"Oke, karena kamu sudah jadi bagian dari kami. Jadi tidak masalah untuk menjelaskan ini," ucap Lian.

"Tunggu Lian, kau yakin menjelaskan semuanya? Percuma tahu, melihat tingkah cewek ini, jelas dia akan segera bertindak gegabah dan mati." Kali ini Rion yang berucap. Dia duduk di tangan sofa, bersebelahan dengan Kat yang di sampingku hingga dapat dengan jelas aku lihat garis wajahnya yang menampilkan begitu banyak ketidaksukaan.

Aku diam menunggu.

"Sia sudah jadi bagian dari kita, dia teman kita, tidak seharusnya kita menyembunyikan apalagi menjatuhkan kak Sia," ucap Kat. Anak satu ini tangannya tidak bisa diam, ia menggenggam tanganku.

"Benar kata Kat, siapa tahu kita mendapatkan titik terang untuk membebaskan diri dari sini," ucap Era juga.

"Sulit untuk dijelaskan tapi kita akan mencoba. Lagi pula, apa yang akan Sia pilih setelah ini adalah urusannya." Serta yang terakhir ini berucap adalah Lian.

"Terserah." Rion berdecih kesal. Aku tidak mengerti mengapa cowok satu itu memperlihatkan ketidaksukaannya padaku secara terang-terangan begitu, padahal jika tidak terlalu diperlihatkan aku pun sudah menyadarinya. Aku membiarkannya, tidak ingin menambah masalah.

"Sia, akan aku jelaskan semua yang terjadi. Dengarkan dengan baik, oke?" ucap Tamara. Aku mengangguk, toh memang ini yang aku mau. Aku ingin tahu semuanya.

Kemudian Tamara menjelaskan. Dia bilang, ia dan Era adalah salah satu yang paling lama berada di sini, entah berapa lama Tamara sudah lupa pastinya. Yang pasti, mereka jauh lebih dulu merasakan betapa menderitanya terkurung di sana.

Setiap purnama pasti akan ada yang kehilangan nyawanya dengan cara yang mengenaskan dan sebelum benar-benar purnama ada saja satu calon tumbal tambahan yang ditandai oleh 'dia' dan bulan ini adalah aku. Serta malam purnama nanti akan ada yang diambil oleh makhluk itu sebagai tumbalnya.

Poin pentingnya: Setiap bulan purnama, mereka yang jumlah tandanya paling sedikit akan diambil nyawanya.

"Setiap melanggar akan kehilangan satu tanda, jika kehilangan semua tanda yang ada maka akan mati menjadi tumbal saat itu juga," ucapku mengulang ucapan Tamara yang menjelaskan. "Jadi, apa saja yang bisa membuat tanda ini menghilang?" tanyaku.

"Yang kami tahu sampai saat ini hanyalah, dilarang untuk keluar dari desa ini, membocorkan informasi tentang Bay Leaf pada orang luar, dan karena salah satu larangan adalah dilarang mencari tahu rahasia Bay Leaf maka keluar dari tempat ini adalah mustahil," jawab Lian padaku.

Aku bergeming. Jadi ini alasan Rion begitu keras kepalanya bilang tak ada cara untuk keluar dari tempat ini. Tapi aku tidak mau, aku ingin keluar. Aku yakin pasti ada cara untuk keluar.

"Kalau ada yang bisa menghilangkan tanda ini, apa artinya ada juga yang bisa menambahkannya?" Kalau misalnya ada, berarti masih ada harapan untuk bisa keluar.

"Cara mendapatkan tanda kembali, satu-satunya cara yang kami ketahui hanyalah membunuh salah satu dari kita untuk merampas nyawanya." Kali ini Era yang menjawab.

Mendengarnya, sontak membuat tanganku mengepal kuat. Aku tidak mempedulikan Kat yang tengah menggenggam tanganku menyadarinya atau tidak. Apa aku harus membunuh untuk keluar dari tempat ini? Aku tidak bisa, mana mungkin aku bisa membunuh. Aku larut dalam lamunanku, kenapa aku harus terjebak di sini.

"Aku yakin, pasti bisa keluar dari tempat ini," ucapku sadar tak sadar.

Tamara menghembuskan napas lelah, ia bangkit dari duduknya dan menatap ke luar jendela dengan tatapan nanar. "Di sini kami sudah melihat begitu banyak ketakutan dan kematian, kau yang baru saja masuk ke dalam tempat ini tidak akan mengerti."

"Tapi pasti ada cara untuk keluar, kan?" Aku tidak mau di sini, aku ingin pulang.

"Terlalu berisiko, tidak akan cukup dengan jumlah nyawa yang diberikan ini untuk mendapatkan semua informasi untuk mematahkan kutukan tumbal ini," jawab Era membantah.

Aku menggeleng, aku tidak setuju. "Jika belum mencoba mana bisa tahu!"

"MEREKA SEMUA MATI!"

Tamara yang berteriak ini berhasil membuat semuanya diam seketika. Terutama aku. Aku menatap Tamara dengan lirih, ia nampak ingin melanjutkan ucapannya oleh karena itu kali ini aku tidak membalasnya. "Sudah banyak yang mencoba, tapi mereka semua mati. Mereka tidak bertahan, semuanya mati sia-sia," lanjut Tamara.

Hening sejenak, entah apa yang mereka tunggu. Ah, mungkin respon ku?

Aku menghembuskan napas. "Akan ku buktikan," final ku. Tanpa menunggu respon lain segera aku menjauh dari sana, percuma meneruskan perdebatan ini karena akan sama saja. Mereka akan terus bilang jika apa yang aku ingin lakukan percuma, begitupun diriku menganggap mereka begitu mudah menyerah.

"Kalau kau berniat membunuh kami, kami tidak akan tinggal diam Sia!" Serta ini adalah seruan mereka dengan aku yang menutup pintu kamar. Aku tidak sempat membedakan suara siapa itu milik siapa, ah, aku juga tidak peduli sih.

Malam kemudian datang. Biasanya malam dengan langit berhias purnama di atas sana akan begitu menenangkan, tapi kali ini aku ketakutan.

Apa yang mereka katakan benar? Itu berarti akan ada yang mati malam ini bukan? Aku takut ... aku takut apa yang mereka katakan benar. Aku takut, malam ini adalah malam terakhirku menikmati kehidupan---walau nyatanya 1x24 jam ini aku tidak menikmatinya, walau sejak mimpi buruk itu menyeret ku ke sini aku seolah tak berhenti bermimpi buruk.

Aku tidak bisa tidur. Keluar kamar aku tidak berani. Yang bisa kulakukan hanya gelisah dan kembali ketakutan. Ah, aku ingin pulang dan memeluk mom. Ingin minta perlindungan dad dan bersembunyi di balik mereka. Aku ingin bersama mereka, aku takut di sini.

Bisakah takdir diubah?

Aku serius, aku berharap ini semua tidak pernah terjadi. Ah, sia-sia. Jika aku pasrah maka sia-sialah semuanya. Semua perjuanganku selama ini, selama dua puluh satu tahun masa hidupku. Aku tidak mau, aku harus keluar!

Selama ini, purnama selalu nampak indah untuk dilihat. Tapi kali ini, terlalu menyesakkan, mengerikan. Oke, mari anggap malam ini tidak begitu mengerikan. Mari abaikan, percaya dirilah jika kamu tidak mati malam ini Sia. Aku harus bertahan, tidak peduli bahkan jika makhluk itu datang malam ini untuk membunuhku.

Aku akan keluar dari tempat ini hidup-hidup, aku yakin pasti bisa bahkan tanpa melibatkan nyawa yang aku miliki.







Note: sejauh ini, bagaimana cerita Bay Leaf menurut kalian?

Bay LeafTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang