Batu yang mereka perlukan untuk ritual sudah ada, begitupun dengan kesiapan Era dan Sia untuk itu.
Kemudian sekarang tinggal menunggu dan memikirkan hal lain terkait ritualnya. Termasuk hambatan yang sekiranya akan terjadi.Era memfokuskan diri untuk memperhatikan sekitaran rumah Bay Leaf tentang apakah semuanya baik-baik saja. Memperhatikan adanya kejanggalan atau justru gerak-gerik yang tidak seharusnya ada.
Sia meletakkan sebotol air di samping Era, mereka ada di puncak menara taman desa Murrain, dengan Sia yang baru saja menyusul. "Ada yang aneh?" tanya Sia, Era menggeleng.
"Masih aman, aku tidak mengerti cara pikir mereka. Padahal sudah jelas mereka pasti sudah tahu kalau kita kabur," ucap Era.
Sia mengerjap, setuju pada ucapan Era namun ikut memikirkannya juga. Kenapa mereka bersikap aneh? Padahal sebelumnya mereka hanya raga buatan makhluk itu tanpa jiwa yang menjalani semuanya dengan tenang.
"Mereka yang sulit dimengerti membuatku sulit meraba apa yang akan dilakukan mereka nantinya," ucap Era lagi.
"Warga desa itu cuman raga tanpa jiwa, Jadi kalau disakiti tidak masalah kan?" tanya Sia.
Era tidak langsung menjawab, dia terdiam mencoba mengingat semua interaksi penghuni desa Murrain sebelum ia dan Sia mencoba berontak dan ketika sekarang. Di mana mereka bahkan disekap, yang entah apa tujuannya. Yah, sebegitu sulitnya penduduk desa ini dimengerti.
"Jadi maksudmu, kalau sampai mereka berniat menangkap kita lagi kau berniat melawan mereka?" tanya Era.
"Iyep!" jawab Sia mantap. Sejenak diam kemudian Sia menghembuskan napasnya dengan lemas.
"Sekarang kita hanya perlu menunggu, ya?" tanya Sia.
"Ya--"
"Tunggu! Coba lihat itu!" potong cepat Sia. Ia menunjuk ke suatu arah, yang masih satu jalan dari rumah penginapan Bay Leaf.
Ada beberapa orang di sana, para penduduk desa, bergerombol seperti sedang merencanakan sesuatu.
"Kurasa kita perlu maju, kita perlu tahu apa yang mereka rencanakan," ucap Sia. Melirik Era sebentar Sia kembali melanjutkan, "kau tetap di sini, biar aku yang ke sana."
Era menggeleng. "Bahaya," katanya.
"Tapi tidak ada cara lain, kau harus tetap di sini menjaga batu itu," ungkap Sia pada Era.
Era kembali menggeleng. " Batu itu tidak akan hilang jika kita menyimpannya di sini," ucap Era. "Percaya padaku dan ayo cepat turun, kita harus mengikuti mereka sebelum kehilangan jejaknya."
Belum sempat mencerna semua yang diucapkan Era, Sia hanya bisa menyusul cowok itu yang sudah turun dengan cepat kemudian mengekor di belakangnya yang mengikuti gerombolan orang yang kini berjalan di jalanan dan mulai masuk ke salah satu ladang milik penghuni desa.
Era dan Sia mengikuti diam-diam, mengingat mulai memasuki ladang gandum, mereka berdua berkamuflase di antara rumput-rumput liar yang menguning.
Mereka berhenti di jarak kurang dari sepuluh meter ketika gerombolan penduduk desa yang lebih dulu berhenti.
Memperhatikan dari jarak itu, semuanya terlihat jelas dan keduanya berharap tidak ada seorangpun yang menyadari adanya mereka di sana.
Era dan Sia terkejut ketika gerombolan itu ternyata turun ke bawah, di mana ada sebuah lubang yang menuntun menuju ke suatu tempat.
Ketika mereka semua sudah masuk dan tutup yang berselimut tanah dan rerumputan diletakkan kembali ke asalnya maka saat itulah Era dan Sia mendekat. Tidak begitu dekat dengan mereka masih berusaha sekecil mungkin tidak mengeluarkan suara apapun.
Meninggalkan tempat itu, Sia dan Era kembali ke menara seberang rumah Bay Leaf. Di perjalanan kembali tadi keduanya berniat akan ke sana lagi ketika para penghuni desa ya g tadi sudah meninggalkan tempat itu.
"Apa sungguhan sebelum kita berniat melakukan ritual mereka tidak bersikap begitu?" tanya Sia.
"Aku tidak terlalu memperhatikan tapi memang tidak pernah seperti ini, dari dulu aku selalu menghabiskan waktu di menara ini tapi tidak pernah melihat mereka bersikap aneh." Jawaban Era membuat Sia mendesah kasar, cewek itu memukul dinding menara dengan kesal. Tidak begitu berpengaruh sebab dinding yang terbuat dari batu.
"Sepertinya mereka benar-benar berniat menggagalkan kita untuk keluar," ucap Sia menduga.
Era menyetujuinya, jelas sekali dari gerak-gerik itu. Misteri yang ada di tempat ini jadi makin banyak yang terungkap walau yang tidak terungkap jauh lebih banyak.
Sangat lama mereka menunggu sembari berbincang kecil di atas bangunan menara itu hingga para penduduk desa yang tadi mereka intai telah keluar. Beruntung menara ini aman dan sangat pas untuk mereka mengintai semuanya, letaknya strategis dan tidak ada bangunan lain yang menandinginya. Semuanya terlihat jelas dari atas menara itu.
Hingga tiba waktu mereka berdua menyelinap ke ladang milik salah satu penduduk. Langit sudah gelap, bahkan bulan di atas sana nampak kuning melengkung indah. Sang sabit sudah mengambil waktu bertugas, berarti malam sudah lumayan lama beroperasi.
Dengan modal penerangan itu keduanya sampai di titik lokasi, tidak ada siapapun, hanya ada sunyi tanpa adanya suara binatang malam. Benar-benar asli, sebuah malam yang sepi.
Era dan Sia lantas membuka tutup yang menutupi jalan masuknya. Setelah terbuka, gelapnya di bawah sana membuat Sia merinding, seolah-olah itu adalah lobang tanpa dasar.
"Tenang saja, aku duluan," ucap Era. Sia mengangguk menurut.
Sudah turun dan masih saja hanya gelap yang ada. Bahkan kini wangi yang tak sedap menyeruak masuk dalam indera penciuman, membuat Sia maupun Era refleks menutup hidup masing-masing.
Langkah pelan dan hati mereka lantunkan sembari berpegangan pada tembok yang terasa jelas debunya. Jujur saja Sia jadi ingin segera keluar, di sana benar-benar menegangkan baginya, membuat tak nyaman.
Tempat itu seperti lorong, Sia pikir mereka hanya akan menemukan ruangan kecil seperti bunker bawah tanah biasa, tidak menyangka malah lorong yang lumayan panjang.
Hingga mereka menemukan sebuah obor menyala bertengger di dinding ujung dekat sebuah pintu di sana. Sia melega, Era juga. Selain menemukan tujuan akhir mereka juga mendapat penerangan.
Mereka bergegas mendekatinya, berdiam sebentar sebelum mengintip lewat celah besar pintu kayu tua di sana dan melihat sesuatu yang tak pernah mereka sangka akan ada.
Sia menggeleng. Ia ingin meragukan penglihatannya, lantas ia melihat Era di sampingnya, melihat raut syok Era yang masih terpaku.
Cowok itu dengan cepat ingin membuka pintu itu namun segera Sia tahan. Ia memeluk Era dari depan sembari mendorong cowok itu agar mundur, menjauh dari pintu itu.
"Itu tidak mungkin mereka, mereka mati karena kau yang membunuhnya. Jangan lengah dulu!" seru Sia, berteriak di samping telinga Era.
Era nampak berusaha berontak, Sia menggeleng, masih mencoba menahan Era yang berniat masuk ke tempat itu.
"Jangan dulu, kita tidak tahu apa yang akan terjadi di dalam sana!" seru Sia meminta Era tidak gegabah.
Era menggeleng. Dia terpaku menatap seseorang di ruang seberang yang sudah lama tidak ia lihat adanya.
"Ela, saudariku ada di dalam juga!
Bersama Kat, Lian, Rion dan Tamara, tapi tidak seperti yang lain, dia sadarkan diri ...."
KAMU SEDANG MEMBACA
Bay Leaf
Mystery / ThrillerTittle: Bay Leaf Theme: Misteri Genre: Horor, thriller, drama Blurb: Sia pikir Bay Leaf adalah penginapan pada umumnya, namun nyatanya pikirannya salah. Setiap langkah yang ia pilih setelahnya hanya membawa Sia pada kematian karena sudah menjadi tum...