Memoar(3)

2 4 1
                                    

Anehnya bangunan rumah Bay Leaf berangsur-angsur membaik sendiri, dengan cepat dan seolah-olah tak pernah terjadi insiden kebakaran itu beberapa hari lalu.

"Jadi, di sini kita terjebak ya, dan akan mati?" tanya ini lolos begitu saja dengan cepat ketika Era menjelaskan tentang alasannya berada di tempat itu dengan segala kejanggalan yang ada.

"Ya, tanpa bisa keluar," jawab Era menimpali.

Tamara Bleszynski, orang pertama yang terjebak setelah semua insiden itu terjadi. Gadis itu awalnya berniat berkunjung ke sebuah desa yang berada di daerah tersebut, namun ia malah terjebak di sini.

Tentang kenyataan yang ia ketahui ini pula membuatnya syok berat, Tamara dia tidak jauh berbeda dari Era juga yang pertama kali ke tempat ini. Namun bedanya Era bersama Ela dulunya beda dengan ada beberapa orang yang lebih dulu. Sedangkan Tamara, sendirian dan hanya ada Era di tempat ini.

"Apa sungguh tidak ada cara untuk keluar dan lepas dari tempat ini?" tanya Tamara sekali lagi.

Tamara, sama seperti yang lainnya di awal pertama terjebak dia juga sangat berharap bisa keluar dari tempat itu.

"Ada, tapi ... terlalu sulit untuk dilakukan," jawab Era.

"Bagaimana caranya?" tanya Tamara.

Era bingung. Satu sisi dia sudah tidak dapat mempercayai siapapun lagi, tapi demi dianggap tak berbahaya Era harus membuat yang lainnya percaya padanya. Sekiranya agar Era bisa menggunakan mereka semua yang akan menjadi tumbal untuk ia rampas nyawanya.

Ya, Era baru tahu setelah berhasil membunuh tiga orang itu beberapa waktu lalu. Ia jadi mengetahui satu cara agar jumlah tanda nyawanya bertambah. Yaitu dengan membunuh satu orang yang memiliki tanda, dengan begitu nyawa yang membunuh akan bertambah dan ia akan dapat memakainya untuk menambah terus informasi agar bisa keluar dari rumah penginapan Bay Leaf dan desa ini, Desa Murrain.

"Ada dalam sebuah buku di ruang bawah tanah, tapi setiap membaca setengah lembar bukunya maka akan berkurang jumlah tanda lingkaran yang merupakan nyawa di leher ini," jelas Era. Ia menunjuk lehernya yang ada empat tanda.

Kenapa hanya ada empat tanda? Padahal beberapa waktu lalu Era sudah membunuh tiga orang sekaligus. Beberapa sudah ia gunakan hingga saat ini Era hanya memiliki enam tanda nyawa namun demi keamanan Era menyembunyikannya. Bersyukurlah Ela meninggalkan barang-barangnya, jadinya Era bisa menggunakannya beberapa. Sekaligus untuk kenang-kenangan.

"Hanya setengah lembar? Tapi ada berapa lembar buku itu, kau tahu atau pernah membacanya?" tanya Tamara.

"Sangat tebal, dengan jumlah tanda lingkaran yang sekarang tidak akan cukup," jawab Era.

Tamara seketika me layu, ia kehilangan harapan. Cewek itu terdiam, Era jadi tidak tahu apa yang dia pikirkan.

Era juga menjelaskan hal lainnya, tentang beberapa larangan yang ia ketahui dapat membuat tanda mereka berkurang.

Kemudian hal yang sama juga ia jelaskan pada yang lainnya yang juga terjebak. Sekian lama usainya, satu persatu dari mereka gugur, mulai tertumbal kan. Selama itu pula tak ada yang tahu Era yang memilih dengan membunuh mereka setiap menuju purnama.

Setiap bulan kesedihan akan melingkupi namun semakin lama perasaan mereka mulai tersembunyi, sedih tak lagi tentang tangis padahal luka dari kesedihan akan melihat tiap kematian selalu bertambah. Jangan lupakan tentang setiap bulan purnama mereka selalu dihantui tentang apa kali ini aku yang akan mati?

Hingga yang tersisa adalah Era, Tamara, Katja, Rion dan Lian. Saat itu, ketika ia membunuh satu orang di malam purnama, ternyata Katja melihatnya.

Jika Era tidak menyangka akan ada yang melihatnya melakukan itu. Maka Katja lebih tidak menyangka akan melihat fakta bahwa Era telah melakukan hal yang seperti itu.

Sama seperti yang dilakukan Sia di kemudian hari ketika melihat Tamara terbunuh, Katja juga lari namun cewek satu ini tak lolos, hanya saja Era memberikan waktu hingga purnama selanjutnya. Dengan Katja juga berjanji tidak akan menceritakan tentang Era yang ia lihat.

Semudah itu, Era tidak menyangka Katja benar-benar tak membeberkan hal itu pada siapapun. Namun, gerak-geriknya ketika seorang Acasia Burnett datang dan terjebak ke tempat itu sedikit membuat Era waspada.

Lantas di bulan purnama itu, Katja Selin ia hantarkan sebagai tumbal.

Acasia Burnett, awalnya Era mengira cewek ini hanya akan kukuh pada keinginannya  untuk keluar dalam waktu sehari dua hari hingga mengetahui jika apapun yang akan dia lakukan hanyalah jalan buntu. Tapi ternyata tidak, bahkan dengan terbunuhnya Lian, kemudian Rion, cewek itu justru semakin ingin keluar dari tempat itu.

Di waktu-waktu tersebut Era kemudian menemukan informasi jika dalam melakukan ritual ada beberapa hal yang harus dilakukan dan dikorbankan. Selain itu ada beberapa hal yang harus dilakukan dengan jumlah orang yang dua orang atau lebih.

Hal yang harus dikorbankan, semacam ingatan atau apapun itu yang dapat membuat kewarasan seseorang menghilang. Informasi yang didapatkan semakin lama semakin pahit. Tapi sudah sejauh itu, Era harus berfikir untuk membunuh siapa lagi dan membawa keluar siapa.

Jelaslah Tamara yang harus Era bunuh. Orang yang paling duluan, pertama kali menemui Era di tempat itu. Apalagi Era sangat jelas dicurigai Tamara, karena usai Era mengajak mereka berkumpul di ruang dapur dan mendengar alibi Sia, sudah nampak jelas. Pelaku pembunuhan Lian dan Rion hanya ada di antara Tamara dan Era.

Tamara tidak melakukannya, jadi fix sudah. Era yang melakukannya.

Saat itu Era tahu, Tamara merasa dikhianati. Jadi, Era tahu ia tak akan bisa mengajak gadis itu untuk keluar. Yang terbaik hanya Sia, dia lugu dan polos, tapi penuh ambisi. Era yakin bisa memanfaatkan ambisi cewek itu untuk keluar dari sana.

Sebelum Tamara terbunuh, Era menjelaskan semuanya, tentang isi hatinya pada Tamara. Tentang apa saja yang ia alami hingga saat ini.

"Kau tahu Era, atas apa yang kau lakukan pada kami demi tujuanmu itu, semuanya pasti ada balasannya. Entah sudah berapa banyak nyawa yang kau korbankan semua itu harus kau bayar suatu hari nanti." Satu ucapan Tamara waktu itu yang begitu Era ingat sebelum cewek itu mati di tangannya.

"Harus membayar ya ... padahal dari dulu aku hanya punya Ela, tapi dia diambil dari sisiku. Apa aku tidak boleh mendapatkan kebahagiaan dan kebebasan secara percuma?"

Padahal, rasa sakit ketika tanda nyawa itu bertambah saja sudah luar biasa menyakitkan untuk menjadi bayarannya. Tapi apa iya itu belum cukup?

Perlu berapa banyak rasa sakit lagi untuk bertahan hidup? Kira-kira perlu berapa banyak lagi beban yang harus dipikul untuk kehidupan yang lebih baik?

Apa hidup dari dulu memang semahal ini?


Bay LeafTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang