Acasia: Ruang bawah tanah

5 3 3
                                    

"Di rumah ini ada loteng?"

Gadis ini menggeleng. "Tidak ada, tapi ada ruang bawah tanah. Aku sarankan kamu jangan ke sana, terlalu berbahaya."

Kepada Tamara aku bertanya. Sehari setelah kejadian itu, aku teringat jika harus mencari cara untuk keluar dan lepas dari tempat ini.

Kalau dipikir-pikir, apa ini memang disengaja makhluk itu agar aku jadi tidak tenang dan teralihkan?

"Jika Lian dibunuh oleh salah satu dari kita, pasti ada yang tandanya bertambah, bukan?" tanya Rion.

Benar juga, aku mengangguk menyetujui.

"Jadi, bagaimana?" tanya Tamara.

Aku segera menanggalkan syal yang kupakai, memperlihatkan tanda milikku yang masih ada tiga. "Aku tidak melakukan apapun, tanda ku jumlahnya tidak berkurang apalagi bertambah," ucapku.

"Jadi bukan kau, ya ... bagaimana dengan Era dan Tamara?" tanya Rion. Ia juga memperlihatkan tandanya, masih sama belum berubah. Nyatanya begitu juga dengan Tamara dan Era, tidak ada dari kami yang jumlahnya berubah. Berarti siapa yang membunuh Lian kalau begitu?

Ah, ini bukan yang harus aku pedulikan sekarang. Yang penting aku harus keluar, tidak boleh untuk diriku terlalu memikirkannya, aku harus keluar dulu. Tujuan utamaku adalah keluar dari tempat ini.

Ruang bawah tanah rumah Bay Leaf adalah sebuah ruangan gelap yang gelap. Meskipun lampu yang ada di bawah sana sudah dinyalakan semua, nyatanya nyalanya begitu redup.

Rak-rak setinggi dua meter terletak di tengah ruang dengan rapi seperti rak pada market, isinya bukanlah sesuatu yang penting, hanya beberapa barang bekas yang tak ada niatan sedikitpun untukku ke sana meneliti dan menyebutkannya satu persatu.

Atensi dengan mudah tertuju pada sebuah meja kayu. Di sana ada sebuah buku dengan lilin yang menyala si sisinya. Tunggu, lilin?

Jika ada lilin, berarti ada seseorang yang masuk ke dalam sini selain aku. Tapi bukannya kata Tamara di sini terlalu berbahaya, aku saja masuk ke dalam sini dengan sembunyi-sembunyi, mencari  kunci yang pas di balik pintu dengan sembunyi-sembunyi juga.

Jika di lihat dari lilin yang ada di meja ini, lilin ini cukup lama dinyalakan. Terbukti dari lelehannya yang cukup banyak dan batangnya yang pendek, lebih dari setengah sudah meleleh.

"Siapa yang masuk ruang bawah tanah selain aku?" gumam ku bertanya.

Aku meneliti pada sebuah buku yang ada di samping lilin. Sebuah buku dengan sampul kulit berwarna hijau lumut lusuh, di atas sampulnya tertulis Hulduflook.

Buku ini mencurigakan, aku yakin seseorang baru saja membacanya karena ini penting. Lantas aku segera membuka lembar pertama, halaman pembuka, bukan sesuatu yang penting.

Lanjut halaman kedua, isinya adalah sejarah rumah Bay Leaf. Halaman ketiga, keempat dan kelima juga masih membahasnya. Menyadari letaknya tak mungkin berada di awal-awal halaman buku lantas aku membaca dengan cepat halaman-halaman selanjutnya hingga ...

... Ia hidup, tidak juga mati.

Makhluk itu berbentuk bayangan.

Ia meniru tubuh pemilik bayangan atau mereka yang pernah ditandai olehnya ... Ia hanya bergerak malam hari jika tanpa raga.

Jika tidak ada bulan ia akan, menghilang.

Kira-kira, itulah poin-poin penting yang mesti aku ingat pasti secara garis besarnya. Hingga kemudian aku merasa leherku terasa sakit, awalnya hanya rasa menyengat kecil yang kemudian semakin lama semakin sakit. Aku menahannya, aku tahu itu adalah sebab aku yang melanggar larangan ini.

"Siapa yang menyuruhmu mencari tahu sesuatu tentangku? Tidak boleh! Info yang kau dapat kali ini harus dibayar dengan bayaran yang setimpal.

Acasia Burnett, nyawamu kuambil satu!"

__________

Aku terbangun kembali di kamarku dengan tanda yang tersisa dua.

Aku juga langsung menulis ulang kata-kata yang tadi aku temukan sebelum melupakannya. Ini sebuah antisipasi meskipun aku cukup pandai mengingat sesuatu.

Untuk hari ini mungkin hanya ini dulu yang bisa aku dapatkan. Apalagi aku cuma punya satu kesempatan lagi atau aku akan mati dengan mengenaskan. Aku tidak mau itu, mau ditaruh di mana mukaku jika aku yang begitu keras kepala ingin keluar malah gagal dan mati duluan.

Kemudian rasanya aku ingin keluar kamar, malam sudah datang entah berapa lama aku tak sadarkan diri yang jelas sebelumnya waktu aku masuk ruang bawah tanah langit masih siang, tapi kini sudah gelap sekali ditambah hujan. Aku ingin melihat jam di ruang depan, itu satu-satunya petunjuk waktu yang bisa dipercaya di sini.

"Oh, Sia? Mau turun juga, bareng yuk?" ajak Tamara. Aku yang baru membuka pintu kamar malah bertemu dengannya di sini.

Aku menyetujuinya jadinya kami turun bersama, tak ada pembicaraan kami hanya turun bersamaan hingga--

"Rion ... dia ..."

Napas ku tertahan, hujan meski tak masuk barang udaranya ke dalam ruangan ini namun suaranya menghipnotis, rintikkan hujan terdengar menghipnotis, membuat dingin seolah datang merayap. Melewati hingga relung kalbu. Padahal tadi hujan tak lebih hanya ada di luar, tapi kenapa sekarang hawanya begitu lembab dan menyesakkan.

Rion sudah tidak ada.

Baru kemarin kami saling beradu, berada dalam ketegangan. Tapi kali ini, hanya aku yang tegang. Sedangkan Rion dia hanya raga tanpa fungsi tubuh yang menghidupkan.

Kali ini aku dan Tamara yang pertama kali menemukan Rion tak bernyawa. Aku lantas memanggil Era, saat seperti ini kami harus berkumpul karena tidak ada yang tahu siapa yang merupakan pelakunya diantara kami.

Aku tidak menyangka akan ada yang mati lagi dalam waktu secepat ini.

"Ada apa--" Era berucap tertahan ketika melihat Rion di sana. Sama seperti reaksiku dan Tamara yang syok tak percaya, Era juga begitu ia seketika membeku tidak menyangka.

Kemudian, kami harus memberikan Rion tempat yang layak. Sama seperti Kat dan Lian.

Sekarang, pembunuhnya ada di antara dua orang itu. Siapa? Membayangkan aku bersama dengan para pembunuh membuatku sadar jika aku berada dalam bahaya yang nampaknya lebih bahaya dari tanda ikatan tumbal.

Apa aku harus menyelesaikan hal ini dulu, apa aku harus menemukan siapa pembunuhnya dulu agar aku merasa aman dan dapat dengan mudah mencari cara untuk keluar?

Tapi, siapapun pembunuhnya aku harus bisa membela diri. Aku akan berusaha agar tidak terbunuh. Astaga, demi apa ini membuatku jauh tidak tenang dibandingkan pertama kali aku terjebak---terperangkap, terikat---oleh tempat.

Bay Leaf. Semakin tenggelam ke dalamnya kenapa semakin menyesakkan.
Tempat ini penuh misteri, kurasa bayaran dari keluar dari tempat ini jauh lebih banyak dari apa yang ku perkirakan.

Sekarang, bagaimana ini? Apa aku bisa keluar dari tempat ini? Atau justru aku akan dikejar oleh pembunuh gila yang aku tak tahu pasti alasannya melakukan hal itu?

Aku harus apa?

Bay LeafTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang