Memoar(2)

3 4 1
                                    

Aku akan ikut cara kalian," ucap Era setelah entah berapa kali Kota menanyai keikutsertaan Era bersama mereka.

Kota tersenyum lega, ia menepuk-nepuk pundak Era. "Pilihan yang bagus," ucapnya.

Dengan begitulah Era kini bisa ada di antara mereka. Era disambut dengan hangat, namun Era tahu ia belum diterima. Pasti, kapan saja mereka bisa menusuknya dari belakang. Mereka masih dengan mudah berpaling darinya jika menemukan pergerakan dari rencananya.

"Aku tahu Era masih belum bisa mempercayai kami, jadi ada hal yang ingin kau tahu atau yang kau inginkan dari kami agar kau percaya, Era?" tanya salah satu dari mereka, dia Albert, yang paling berkuasa, yang aura kepemimpinannya kuat. Era bisa tahu dialah yang paling berpengaruh di antara yang lainnya, jadi Era akan memikirkan cara paling tepat untuk melenyapkan yang satu ini.

Apa yang dapat membuat Era percaya pada mereka? Sejatinya Era sudah mati rasa, tidak akan pernah dia mau percaya pada ketiga orang itu. Tapi, yang harus ia lakukan adalah membuat mereka percaya pada Era. Itu yang penting agar Era dapat dengan mudah melangkah.

"Aku hanya ingin tahu, apa yang harus aku lakukan agar tetap bertahan hidup di sini," jawab Era.

Ambisi untuk bertahan, bukan untuk keluar. Karena menurut mereka yang ada di sekelilingnya ini, keluar adalah hal yang mustahil. Kira-kira apa dengan begini mereka bisa mempercayai Era?

Yah, Era hanya berharap mereka adalah orang bodoh. Jadi tak perlu lagi dirinya menyiasati dengan jalan yang rumit agar terjebak.

"Jauhi larangan, hidup dengan damai dan ketika ada orang baru yang di tandai dekat purnama datang maka bunuh, selesai. Kau akan aman sampai purnama berikutnya," jawab Albert.

"Apa larangannya?"

"Jangan cari tahu apapun tentang makhluk itu dan jangan pergi keluar dari desa ini," jawabnya lagi.

Era mengangguk, ia diam sebentar memikirkan sesuatu. Tentang hal yang sudah dia dapatkan dari buku yang ada di bawah tanah, berarti jika tandanya habis maka ia akan menjadi tumbal untuk makhluk itu, begitu bukan?

"Makhluk itu menyukai darah, energi makhluk itu akan menguat ketika purnama, ia akan memburu makanannya saat itu. Jadi, kita tak perlu membunuh yang lain untuk mengeliminasi yang kita pilih setiap bulan." Kali ini bukan Albert, bukan juga Kota. Namun yang satunya, namanya Lucas. Sekali lihat dan dengar bagaimana ia berucap, ia yang paling pintar, sepertinya, menjebak yang satu ini jauh lebih sulit.

"Kalian yang menargetkan Ela waktu purnama kemarin, bukan?" tanya Era. Meskipun Era sudah tahu tapi tetap saja ia ingin mendengarnya langsung. Dengan begitu kebenciannya akan terpupuk sempurna, ambisi Era untuk membunuh mereka ini lebih kuat.

"Aku tidak membunuhnya, aku hanya menumbalkan nya, untuk bertahan hidup!" jawab Albert. Mendengar jawabannya, Kota meringis, pasti cewek satu ini sadar jawabannya itu dapat membuat Era berpaling dari mereka.

"Era, kami hanya mencoba bertahan hidup, maaf jika itu membuatmu terluka, tapi percayalah kami tidak akan melakukan hal yang sama lagi padamu," ucap Kota.

Era mengangguk, ia tahu itu. Bahkan biar jawabannya halus pun tak akan ada bedanya. "Aku tahu, terima kasih sudah mengajakku menjadi bagian dari kalian," ucap Era. Sesungguhnya Era tidak peduli, selama ia bisa mematangkan rencana balas dendamnya itu jauh lebih baik. Toh, setelah ini Era akan membunuh mereka.

Ah, ambisinya agaknya kelewatan.

Seminggu lebih berlalu, hitungan mundur menuju purnama selanjutnya selalu Era ingat dan tak ia lewatkan.

Rencananya sudah matang, Era kini sudah siap untuk membunuh mereka semua sebelum ada orang baru yang datang menggantikan Ela.

Menurut Era, mereka memanglah orang bodoh terutama Albert di waktu mabuk. Setelah beberapa hari terakhir memperhatikan kegiatan mereka semua dan mengorek informasinya. Akhirnya rencana Era sudah matang.

Kota di jam sore ini selalu melakukan kegiatannya di kamar mandi, sedangkan Albert ia di kamarnya mabuk-mabukan. Entah bagaimana caranya ada alkohol ditempat seperti ini, Era tak habis pikir tapi itu mungkin sama seperti segala makanan dan minuman biasa yang selalu tersedia untuk mereka.

Kunci kamar mandi, kunci kamar Albert dan alat pembakar siap. Yap, Era akan membakar semuanya. Bagaimana dengan Lucas? Era sudah menyiapkan racun untuk membunuhnya bahkan tanpa Lucas sadari racun itu sudah mengalir dalam tubuhnya.

Ctak!

Api menyala. Sore dengan nuansa oranye dari biasan cahaya mentari yang sebentar lagi akan terbenam membuat suasana berdarah akan terlihat mengerikan. Bisa dibayangkan ketika kobaran si jago merah beradu keindahan dengan biasan senja yang menyembur indah. Penuh rasa sakit dan mengerikan.

Kemudian, api dengan mudah menyala di antara cairan-cairan alkohol yang tumpah ruah di seluruh kamar Albert. Tapi Albert sempat mengajaknya untuk minum itu, Era hanya mengikuti namun diam-diam membuang dan menyebar alkohol ke seluruh kamar.

Bangunan Bay Leaf yang dari kayu membuat semuanya dengan mudah termakan api. Apalagi Era tahu pasti tadi Albert sudah mabuk parah dan tak akan sadarkan diri dalam waktu dekat. Kemudian ruang kamar Albert yang bersebelahan dengan kamar mandi yang digunakan Kota dengan mudahnya api merayap ke sana.

Kota yang menyadari adanya api langsung berusaha keluar, namun Era sudah menguncinya dan ia meyakini gadis itu tidak akan bisa keluar apalagi di dalam kamar mandi ada beberapa barang yang mudah meledak.

Suara kayu yang dimakan api, suara teriakan minta tolong dari Kota dan ronta an Albert di dalam sana hanya menjadi angin lalu. Era menuli kan pendengarannya, segera ia harus mengeliminasi satu orang lagi, yaitu Lucas.

Sebuah pisau ada di tangan Era ketika Lucas tiba-tiba menariknya. Sebuah pukulan Lucas layangkan menuju rahang Era dengan mentah-mentah. Era belum membalas, Era belum bereaksi.

"Kau berencana membunuh kami semua, heh?" tebaknya dengan tanya di akhir berharap Era menjawabnya.

Manik mata Era gelap, laki-laki itu diam dengan smirk hingga kemudian dia menusukkan pisaunya tepat di jantung Lucas. Bagus sekali sekarang Lucas tak begitu sehat, Era tahu itu karena racun yang ia berikan sedikit demi sedikit untuknya selama ini.

Lucas melemah dan Era menendang Lucas hingga ambruk. Bagus, akhirnya semua yang ingin ia lakukan pada tiga orang itu terlaksana sudah. Kemudian Era meninggalkan rumah Bay Leaf, entah apa yang akan terjadi pada rumah itu setelah ia bakar begini.

Menaiki menara di seberang rumah Bay Leaf, Era terdiam di sana sebentar. Sejenak ia merasa sesuatu di lehernya terasa dingin sebelum kemudian rasanya berubah menjadi luar biasa sakit. Waktu itu Era tidak tahu mengapa bisa begitu. Namun usai ia sering membunuh yang lainnya di purnama berikut dan berikutnya. Akhirnya Era tahu, alasan lehernya akan terasa sakit adalah ketika jumlah tanda nyawanya bertambah.

Nyawa yang ia dapat dari hasil membunuh calon tumbal lainnya.



Bay LeafTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang