Tarik napas ... tahan, dan terakhir hembuskan. Aku terus mengulangnya hingga degup jantung yang mendobrak-dobrak dadaku menurun, tenang sedikit demi sedikit.
Aku gemetar ketakutan, ketika kedua kalinya berkeliling di jalanan desa Murrain sekitar Bay Leaf sampai gereja sana. Entah mengapa aku merasa seperti ada yang mengikuti, aku jadi was-was, apa dia makhluk yang menjebak ku di sini atau yang lain?
Bukan tanpa alasan aku berkeliling begini. Hal ini sebab aku sedang berusaha mendapatkan info tentang desa ini dan tentunya makhluk itu. Aku sengaja berkeliling siapa tahu menemukan sesuatu walau rasanya mustahil.
Namun bukannya menemukan sesuatu aku malah merasa diikuti sesuatu. Ah, kenapa malah ada yang mengikuti, aku takut sesuatu itu akan mencelakai ku. Makanya aku abai---pura-pura tak tahu ada yang mengikuti----namun menghindar sebisanya, berusaha menjauh dari sesuatu yang terasa mengikuti.
Hingga akhirnya aku menyerah dan memilih bersembunyi, lebih tepatnya kembali ke penginapan dengan jantungku yang masih bertahan dengan degupnya yang terasa begitu mengobrak-abrik.
Di jalanan sini semuanya terasa kelam. Apalagi dengan perpaduan warna oranye yang khas dari musim gugur membuat semuanya terasa mistis. Ah padahal musim gugur hampir usai mengingat ini sudah akhir Oktober, eh apa karena sudah dekat Halloween ya? Apa itu alasan gerbang antara dunia manusia dan makhluk tak kasat mata jadi bisa dilewati begitu saja? Aku menggeleng, ini terlalu mengerikan untuk sebuah tipuan atau permen.
Daun maple juga hampir luruh sepenuhnya dari pepohonan tapi tidak tahu bagaimana warna oranye masih dominan di tempat ini, seolah inilah warna dasar dari dunia ini.
Rasa haus membawaku memasuki bagian dapur, aku duduk di bangkunya sembari menanggalkan syal yang kupakai.
"Aku ingin segera pergi dari sini." Aku menghembuskan napas penat, pencarian ku hari ini tidak mendapatkan hasil apapun, hanya lelah dan sempat ketakutan.
"Nampaknya kau sudah mulai lelah, heh," sinis Rion padaku. Iya, dia ada di sana bahkan sebelum aku tiba.
Aku melengos. Hanya karena nada yang kugunakan ketika bicara begitu letih nan lesu serta gerak-gerik ku agak lemas bukan berarti aku lelah. Aku hanya mengusir stres saja.
"Terkadang apa yang kau lihat bukanlah kebenarannya, tahu," aku menanggapi sembari mengalirkan air ke dalam gelas.
"Heh, apa hubungannya?"
"Aku yang sedang lemas begini bisa saja sudah mendapatkan cara untuk keluar, kan."
Rion seketika mendecak, dari tempatku duduk---dengan dia di wastafel membasuh apel---maniknya merotasi. Sejenak bunyi air yang menyentuh apel dan mengalir ke bawah menjadi satu-satunya suara di antara kami hingga akhirnya dia menanggapi dengan remeh.
"Jelas sangat mustahil," ucap Rion.
"Terserah," jawabku tak peduli pada responnya.
Kemudian aku minun, kali ini suara tegukanku menjadi suara yang paling aku dengar. Kemudian suara air dari wastafel berhenti dan Rion membawa apel-apel nya ke meja di depanku.
"Mau?" tawarnya. Aku menggeleng.
Sejujurnya aku agak heran mengapa mereka masih bisa makan dan minum sepert biasanya. Padahal aku, jujur saja aku terus menerus memaksakan diri untuk makan dengan motivasi hidup untuk keluar dari tempat ini. Aku harus punya tenaga untuk keluar. Tapi lihat mereka semua, seperti psikopat. Sangat acuh tak acuh.
____
Aku menekuk kakiku dan menenggelamkan wajahku di sana. Atas semua yang terjadi, kini posisi ini---posisi yang kadang aku gunakan untuk fokus berfikir---kugunakan.
Pertama, aku berfikir jika di gereja sana pasti ada sesuatu yang bisa menjawab rahasia. Tapi kuncinya tidak ada, kira-kira siapa yang menyimpan kunci itu? Ah masalahnya aku tidak tahu siapapun selain kami yang berada di Bay Leaf ini, bahkan perempuan yang pertama kali aku temui di sini itu sudah tidak pernah terlihat lagi.
Aku juga belum sempat menanyai mereka yang terjebak di sini. Rasanya menanyai cara keluar kepada orang yang tidak berniat keluar dari tempat ini terasa aneh, aku jadi malas menanyakannya.
"Aku ingin keluar dari tempat ini ...," lirihku lesu.
Aku masih terdiam dalam posisi ini, namun dengan pikiran yang kosong. Sial, aku tidak dapat memikirkan cara keluar lain saat ini. Di seluruh desa, hanya gereja itu yang paling berkemungkinan besar memiliki jawabannya, memiliki informasi tentang makhluk itu dan Bay Leaf.
Lalu di rumah penginapan Bay Leaf, apa ada?
Di loteng? Apa rumah ini memiliki loteng? Sepertinya aku akan bertanya pada Tamara atau yang lain nanti.
Selain loteng, apa lagi? Ruang bawah tanah? Iya, biasanya seperti itu bukan? Aku sering melewati sebuah pintu yang tidak pernah dibuka, kata Tamara di sana bukan hal penting, yang berarti ada sesuatu di sana bukan? Oke, setelah bertanya tentang keberadaan loteng aku akan coba masuk ke sana nanti.
______
Aku melompat dari jendela dapur dan mendarat aman di belakang bangunan rumah Bay Leaf, entah mengapa rasanya aku sangat ingin ke sini apalagi setelah terpikirkan tentang loteng dan ruang bawah tanah.
Di belakang rumah Bay Leaf ini ada semacam gudang, nampaknya berisi peralatan berkebun dan barang tak terpakai. Gudang bisa juga jadi tempat yang menguak misteri bukan? Di sana ada banyak barang-barang lama yang berkemungkinan.
Namun sepertinya aku salah. Tidak ada hal apapun di sana, ruangan gudang itu kecil lebih kecil dari bilik kamar, mungkin ukurannya sebesar toilet dengan dipenuhi peralatan berkebun seperti cangkul, garpu rumput, gunting rumput dan kawanannya.
Nol besar, aku mendesah kecewa. Padahal biasanya ide yang muncul seketika begini adalah yang paling benar di antara pikiran yang lebih terperinci. Tapi ya sudah. Aku hanya mendapat kekecewaan, jadi sekarang tujuanku hanya pada loteng dan ruang bawah tanah.
Aku lantas segera kembali, sebelum itu, cahaya senja yang kemerahan membuatku mendongak menatap langit. Ah, senja dengan semburan merah memang cantik tapi ia selalu saja membuatku sesak dan tak nyaman.
Aku juga pernah mendengar dari temanku jika suasana senja dengan semburan merah ini memiliki pertanda tak baik. Warnah merahnya mengingatkan pada hal buruk dan darah, yah ini benar-benar tidak nyaman apalagi saat ini aku dalam keadaan begini di sini.
Baru saja masuk lewat pintu depan, aku refleks berteriak kencang. Ah, bisa-bisanya! Jantungku kali ini jauh lebih kencang detaknya daripada sebelumnya.
Pemandangan tubuh yang tergeletak tak bernyawa lagi-lagi ada di sana, hal itu berhasil membuatku lemas luar biasa. Pelan aku terduduk karenanya, aroma darah bahkan mulai tercium tidak mengenakkan. Bisa-bisanya! Siapa yang melakukan ini?
Lian di sana, sudah tidak bernyawa. Ah, ini baru beberapa hari setelah Katja meninggal tapi kenapa--
Bisa-bisanya, apa seseorang membunuhnya?
KAMU SEDANG MEMBACA
Bay Leaf
Mystery / ThrillerTittle: Bay Leaf Theme: Misteri Genre: Horor, thriller, drama Blurb: Sia pikir Bay Leaf adalah penginapan pada umumnya, namun nyatanya pikirannya salah. Setiap langkah yang ia pilih setelahnya hanya membawa Sia pada kematian karena sudah menjadi tum...