Sudut pandang lain

6 6 0
                                    

Ia tidak hidup, tidak juga mati.

Meniru tubuh pemilik bayangan adalah yang ia lakukan.

Bergerak di saat malam hari jika tanpa raga, hanya mengikuti bayangan yang ada.

Ia akan memasuki raga tanpa jiwa.

Coba lihat bayangan di bawah mu, itu mungkin dia.

______

Abu, oranye atau ... apapun itu.

Acasia sudah tidak dapat membedakan warna apa yang ada di sekitarnya. Seluruh dunia berubah.

Sekiranya itulah juga yang Era lihat selama ini, selama dia terjebak di tempat tersebut. Rumah penginapan Bay Leaf terasa hitam, begitu gelap. Sedangkan desa Murrain terasa kelam, sangat dingin tanpa adanya hawa keberadaan.

Di menara seberang bangunan rumah penginapan Bay Leaf, Era menatap seluruh penjuru desa, melihat lalu-lalang penduduk desa Murrain yang nyatanya bukanlah hanya sekedar manusia. Namun, Era juga tengah mencari keberadaan seseorang di sana.

Sia, Era mencari Sia. Gadis itu tadi baru saja melihatnya membunuh Tamara. Sebenarnya bukan itu yang membuatnya khawatir, karena Era tahu betul meskipun tanpa kata dan melihat Tamara sudah kehilangan nyawa maka Sia sudah tahu pasti bahwa dialah pembunuhnya.

Era menghela napas, kemudian ia berniat untuk turun namun di saat itulah dia melihat Sia. Tidak, tidak benar-benar melihat karena Era hanya melihat sebuah siluet yang bergerak dari dalam rumah Bay Leaf.

"Benar juga, dia pasti akan ke tempat itu," ucap Era.

Seberusaha apapun Sia melarikan diri dari Era, gadis itu tak bisa ke mana-mana. Karena dia terikat suatu tempat yang menyimpan informasi tentang makhluk itu, di rumah Bay Leaf.

Garis bibir Era tertarik ke atas lantas ia segera menyusul ke tempat Sia tanpa menunda-nunda lagi.

Ruangan luas dengan pencahayaan minim serta rak yang tersusun dalam ruangan ini membuat Era dengan mudah masuk tanpa disadari Sia. Belum lagi sebab hawa keberadaan Era sangat tipis, ia dengan mudah menahan tangan Sia yang hendak membuka buku yang ada di hadapannya. Serta mungkin dengan Sia yang kini berada dalam pengaruh goncangan yang hebat usai mengetahui Tamara telah terbunuh dan Era yang bisa kapan saja membunuhnya membuat Sia tak menyadari keberadaan cowok itu.

Tentang bagaimana cara cowok itu masuk ke dalam ruang bawah tanah yang sudah dikunci oleh Sia, sudah sejak lama Era punya kunci lainnya. Era jugalah yang menyalakan lilin sebelumnya, ketika Sia masuk ke ruang bawah tanah pertama kali.

Usai segala tanya yang Sia utarakan, Era biarkan gadis itu bebas.  Menurutnya, Sia tak akan bisa ke mana-mana. Sejauh apapun gadis itu melarikan diri dia hanya bisa berputar-putar, desa Murrain terhalang tembok kasat mata, tak bisa untuk Sia kabur sejauh-jauhnya yang dia mau.

Lagi pula, Era tahu pasti Sia tak bisa melawannya. Gadis itu masih baru di tempat ini, masih banyak hal yang tidak ia ketahui tentang makhluk di rumah Bay Leaf dan jelas gadis itu memerlukannya, Sia tidak punya pilihan lain selain mengikutinya, dengan Era yang menjanjikan kebebasan gadis itu tak berkutik. Ini juga alasan Era memilih Sia untuk diselamatkan selain tekad luar biasa gadis itu sejauh ini. Jika yang lain yang ia biarkan hidup, entah ia akan bagaimana, mungkin mereka akan dengan senang hati menyerang Era.

Sudah cukup lama Era menunggu waktu ini, waktu menuju kebebasannya. Ya, laki-laki satu ini sudah tau cara untuk keluar dari tempat ini. Beberapa hari terakhir usai ia membunuh Katja, Era menyadari ia sudah mendapatkan hampir semua informasi yang ada di buku itu, lantas tanpa pikir panjang ia mulai menuntaskannya dengan jumlah nyawa yang tersisa. Termasuk tanda milik Lian, Rion dan terakhir Tamara.

Langkah Sia terdengar menjauh serta semakin pelan. Gadis itu kembali melarikan diri usai Era memberikan kunci ruang bawah tanah dengan Era yang diam saja.

Atensi Era kemudian terfokus pada buku yang merupakan buku milik seorang gadis yang mengetahui semua cara untuk keluar dari tempat itu. Menuju pada halaman terakhir yang berisi final dari ritual yang harus dilakukan agar bisa keluar, Era mengatur napasnya dengan khusu'. Entah mengapa dadanya kali ini terasa sesak, padahal ia selalu biasa saja entah sejak kapan tiap membuka, membalik lembar halaman dan membaca buku itu. Mungkin karena itu adalah bagian terakhir makanya Era merasa, gugup?

Tiap bait kata berusaha Era ingat dengan baik dan teliti, satu katapun tak akan ia abaikan karena semua tulisan itu merupakan informasi penting.

... Setiap apapun yang didapat dari tempat ini selalulah ada bayaran untuk itu. Termasuk ritual ini, dan harga untuk kebebasan itu adalah ....

Selesai membacanya, Era terdiam. Selain sebab isinya yang benar-benar tak Era sangka ia juga tengah menahan rasa sakit yang muncul dari tanda di lehernya yang akan segera menghilang. Jujur saja, menurut Era reaksi dari sakit ketika ia melanggar tak sesakit ketika ia mengambil nyawa teman-temannya di tempat itu.

Tapi Era masih heran. Jika melanggar ia akan kehilangan kesadaran padahal rasa sakitnya tidak begitu luar biasa. Sedangkan ketika ia membunuh teman-temannya di sana untuk merampas tanda-tanda milik mereka, rasa sakitnya akan sangat menyiksa. Leher terasa tercabik bahkan seperti ada bilah runcing dan tajam yang menusuk-nusuk lehernya, berkali-kali hingga rasanya Era ingin muntah.
Ketika itu bahkan Era sudah tak dapat mencium bau anyir yang menguar dari tusukannya pada jantung mereka yang Era bunuh.

Aneh bukan? Era sangat heran mengapa kesadarannya tak hilang setelah hal itu terjadi.

Usainya Era terbangun kembali di kamar miliknya. Entah kali ini berapa lama baru ia terbangun setelah tak sadarkan diri. Era mengusap rambut depannya ke belakang sembari mendongak menatap langit-langit yang bersinar sebuah bohlam biru keputihan.

Terdiam sejenak Era di posisi itu, sembari dalam kepalanya dipenuhi oleh berbagai macam gumpalan awan yang rasanya tak pernah hilang dari pikirannya.

"Bahkan, setelah aku mengetahui seluruh isi buku itu, aku masih merasa sesuatu dalam diriku ada yang kosong," gumamnya.

Bibir Era berkedut kesal, ia kesal sebab baru sekarang setelah sekian lama berhasil mengetahui seluruh isi buku itu. Ia juga kesal sebab bayaran yang harus ia berikan untuk ritual terakhir begitu mahal luar biasa, ia sangat kesal atas apa yang menimpanya selama ini.

Nyatanya, Era tak jauh berbeda dari seorang Acasia Burnett yang begitu ingin keluar dari tempat ini. Meskipun bedanya Era baru memiliki tekad ketika seseorang yang ia percayai malah lebih dahulu meninggalkannya setelah dikhianati oleh orang lain di tempat itu.

Oh iya, Sia itu juga mengingatkan Era pada seseorang yang dimaksudkan.

Bay LeafTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang