Acasia: Era Brooklyn

5 5 1
                                    

Era Brooklyn.

Sejak pertama bertemu dengan cowok itu di rumah penginapan Bay Leaf ini, sifatnya sudah jelas misterius. Selain itu auranya juga terasa berbeda dari yang lain sangat abu-abu.

Saat aku mengajak semuanya untuk keluar, Tamara, Rion dengan terang-terangan menentang dengan keras. Lian lebih memilih untuk memberiku ruang, namun dia tidak mau terlibat, begitupun dengan Katja. Tapi Era, kurasa dia hanya mengikuti alur. Selain itu, dia juga pernah bilang begini, "baguslah kau mau melakukannya sendiri, karena ga ada yang bisa dipercaya selain diri sendiri." Seolah dia bilang jika dia dan yang lainnya, termasuk aku tidak pernah ia anggap, hanya diri sendiri yang ia anggap, sesuatu pernah terjadi padanya sehingga dia tidak mau mempercayai siapapun lagi. Sepertinya.

Awalnya aku berfikir, Rion lah yang melakukannya mengingat cowok satu itu pernah berbisik begini padaku: "Ini baru permulaan, kau akan melihat lebih banyak mimpi buruk lagi, Sia." Ketika aku bertanya tentang tanda lingkaran hitam.

Tamara bisa juga, dia yang awalnya begitu kokoh mempertahankan pemikirannya tentang mustahil bisa keluar dan memilih untuk menunggu ajal malah dengan cepat setuju ketika aku sekali lagi mengajaknya, ketika aku mengatakan tentang keajaiban bisa saja terjadi. Apa mungkin seseorang akan dengan mudah meruntuhkan egonya ketika berada di ambang kematian? Ah, bisa saja sih. Yang satu ini mungkin namun tetap saja aku tidak bisa dengan mudah mempercayai Tamara waktu itu. Dan lagi, ketika Rion meninggal, Tamara pasti tahu siapa pembunuhnya waktu itu. Tapi kenapa dia diam saja dan akhirnya dia mati juga. Andai saja dia berusaha meyakinkanku jika Era adalah pembunuhnya maka ada kemungkinan dia selamat.

Tapi sampai akhir dia tak mengatakannya membuatku berfikir sendirian.

Aku ragu dan takut. Aku takut termakan jebakan di sini, jebakan mereka. Apalagi karena aku sudah menekankan pada diri sendiri untuk melakukan semuanya sendirian setelah mendapatkan penolakan keras mereka ketika ku ajak bekerja sama.

Saat Lian pertama kali ditemukan tak bernyawa. Meskipun Tamara dan Rion punya kemungkinan membunuhnya namun Era, cowok itulah yang paling mungkin dilihat dari semua reaksinya yang begitu santai dalam menanggapinya. Tapi kenapa semua itu baru aku sadari setelah hanya tersisa aku di sini, kenapa aku baru bisa menyimpulkan semuanya setelah aku menjadi target selanjutnya. Sudah terlewat terlambat untuk menyadarinya, aku merutuki diri.

_________

"Jangan melawan ku," titah Era.

Aku diam, hanya mengikuti apa yang diminta namun tetap memikirkan cara untuk lepas dari cowok ini. Tapi cengkeraman tangannya padaku sangat kuat, aku menunggu momentum dia melemahkan cengkeramannya namun masih belum ada.

"Kenapa kau membunuh Tamara dan yang lainnya?"

"Kau ada bukti aku juga yang membunuh yang lain?" tanyanya. Astaga, dia sengaja menjawab pertanyaan ku dengan tanya membuat semuanya semakin berputar-putar.

"Memangnya ada alasan Tamara melakukan pembunuhan? Seorang pembunuh tidak akan mudah terbunuh hanya karena hal sepele." Aku pernah mendengar dalam sebuah buku yang aku baca begini, seorang yang pernah membunuh akan kehilangan sesuatu dalam dirinya. Di antara Kat, Lian, Rion, Tamara dan cowok ini yang aku temui di sini sejak pertama kali, hanya Era yang paling misterius yang seolah hampa.

"Kenapa kau membunuh Tamara dan yang lainnya?" tanyaku ulang.

Aku belum mendapatkan jawaban yang memuaskan ku, jadi aku akan terus bertanya hal yang sama sampai aku terpuaskan.

"Ada hal yang tak bisa kau dapatkan hanya dengan berusaha maksimal, Sia," ucap Era.

Aku menggigit bibir bawahku. "Langsung ke intinya Era, jangan membelit ku, dengan jawaban mu yang berputar-putar!" Sejenak sempat aku merasa suaraku bergetar, saat itu pula aku meninggikan suaraku, menahan diriku untuk tidak bersikap lemah meskipun aku tau seorang pembunuh tengah menahan ku.

"Kamu pasti sadar jika empat nyawa tak akan pernah cukup untuk bertahan dan mencari jalan keluar dari tempat ini, bukan?" ucapnya lagi.

Aku ... tidak bisa mengelak. Nyatanya, aku juga punya keraguan, tentang apa yang terjadi jika informasi yang kudapat akan tak cukup untuk bisa keluar setelah ini. Ah, sekarang aku mengerti, tentang kenapa dia membunuh mereka semua.

Era membunuh semuanya karena dia ingin keluar dari tempat ini.

"Sejak kapan?" tanyaku.

"Sudah dari lama, jauh sebelum kau ditandai oleh makhluk itu," jawabnya. Ah, jika begitu berarti. Berapa banyak tanda nyawa dan nyawa manusia yang sudah ia bunuh sampai sejauh ini.

"Selama ini aku selalu melakukanya dengan sembunyi-sembunyi, terus mencari momentum agak tidak ada yang menyadari jika aku membunuh mereka, termasuk juga membunuh Katja" lanjut Era. Bahkan Kat, Kat yang semuanya pikir meninggal sebab jiwanya diambil oleh makhluk itu sebab purnama. Selain itu pasti bulan-bulan sebelumnya juga sudah berapa lama dan akan sempai kapan?

Selanjutnya, ia melepaskan cengkraman tangannya padaku. Di saat itu pula aku berlari menuju pintu namun sayangnya pintu itu terkunci dan aku tidak menemukan kuncinya di manapun.

"Mencari ini?" Suara Era membuatku meliriknya, tangannya bergerak memutar-mutar kunci. Pantas saja dia santai saja ketika aku berusaha kabur.

"Sialan, aku tidak mau mati dibunuh seperti ini." Mendesis, aku melihat ke sekeliling. Ruang bawah tanah ini lumayan besar namun jika aku berputar-putar di tempat ini rasanya mustahil bisa lolos dari cowok itu. Apalagi, aku mulai merasa lelah.

Era mendekat, aku menatapnya tajam, menyiratkan padanya bahwa aku tidak akan kalah. Aish, namun bagaimana ini? Apa aku ajak saja dia bernegosiasi? Tapi keuntungan apa yang bisa aku berikan padanya?

"Kau baru saja membunuh Tamara hari ini, apa kau yakin untuk membunuh lagi untuk yang kedua kalinya hari ini?"

"Tidak." Sudah kuduga dia senekat itu--tunggu!

"Kau tidak berniat membunuhku hari ini, kan?"  Dia tadi bilang 'tidak' untuk membunuh lagi untuk hari ini bukan?

Aku terdiam, berarti aku masih punya waktu untuk memikirkan cara untuk kabur.

"Bahkan aku tidak berniat untuk membunuhmu, aku perlu bantuan mu karena melakukan ritual untuk keluar dari tempat ini memerlukan dua orang atau lebih," lanjutnya.

Sekejap aku merasa punya harapan yang besar untuk keluar. Tapi aku sadar meskipun Era bilang begitu aku tidak boleh lengah sedikitpun, tidak mudah untuk mengetahui apa yang cowok itu pikiran, ia terlalu misterius, sulit untuk ditebak. Sangat abu-abu.

Ga ada yang bisa dipercaya selain diri sendiri.

Aku kembali teringat pada ucapan Era itu, aku tidak boleh terlalu mempercayainya meskipun aku sudah terlewat frustasi untuk keluar karena tak punya informasi yang cukup dengan waktu singkat ku di sini.

Aku rindu mom dan dad. Aku ingin pulang, aku ingin keluar dari tempat ini.

Bay LeafTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang